Maret 04, 2020
0
skripsi-fkip-inggris.blogspot.com

Contoh Proposal
Oleh: Tiani Ndruru


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dipaparkan secara sistematis yaitu: Latar Belakang, IdentifikasiMasalah,  Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah,Tujuan Penulisan,Kepentingan Penulisan,Kepentingan Teoritis, Kepentingan Praktis,Metodologi Penelitian,  Metode Penulisan,Metode Pengumpulan Data,Definisi Istilah,  dan Sistematika Penulisan.

Latar Belakang Masalah
AdatmerupakanPencerminan dari kepribadian suatu bangsa,juga merupakan salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa. Oleh karena itu setiap bangsa di dunia ini mempunyai adat kebiasaan sendiri-sendiri, yang berbeda dan unik.
Indonesia sebagai negara kepulauan dihuni oleh berbagai jenis suku dengan latar belakang bahasa, budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda.  Pada mulanya masyarakat ini hidup dalam suatu kelompok kecil tetapi lama kelamaan terus berkembang menjadi jumlah yang besar. Dalam menjalin hubungan pergaulan antara satu dengan yang lain mereka membuat peraturan-peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang dikenal dengan istilah hukum adat.[1]
Menurut  Ben Handaya menjelaskan  bahwa:
Tata krama atau adat istiadat termasuk bagian kebudayaan,di dalamnya terdapat peraturan-peraturan untuk pergaulan sehari-hari. Kegunaannya sudah tentu untuk menghindarkan pertengkaran-pertengkaran dan keadaan-keadaan  yang tidak menyenangkan. Bila ditinjau secara mendalam, semua adat istiadat atau segala macam peraturan-peraturan yang dianut oleh suatu bangsa mempunyai maknanya sendiri-sendiri, memperlihatkan ciri khasnya.[2]
               
John D.Woodbridg menjelaskan bahwa Setiap kebudayaan memiliki suatu keyakinan perekat,yaitupandangan mendasar terhadap kehidupan dan realita yang melestarikan kesatuan mereka.[3]Suku Niasmerupakan masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat istiadat dan kebudayaan yang masih tinggi.Hukum adat Nias secara umum disebut fondrako.  Fondrakoini mengatur segala kehidupan masyarakat Nias mulai dari kelahiran sampaikematian.Dalam masyarakat suku Nias Selatan khususnyadi kampung Tuhemberua memiliki satu tradisi yang disebut dengan istilahtebai fakawaatau dalam bahasa Indonesia disebut dilarang pacaran.[4]
 Buala Laia menjelaskan bahwa  tradisitebai fakawamerupakan hukum atau aturan yang harus dipatuhi oleh setiap masyarakat kampung Tuhemberua Nias selatan khususnya kaum perempuan.  Hal ini disebabkan karena perempuan tebai fakawauntuk menjagakekudusandanmenjagaharga diri orang tua.[5]
   Sokhi Naso menjelaskan tradisi tebai fakawa adalah salah satu bentuk atau cara menjaga marwah dan martabat wanita Niasyang paling diagungkan.Karena pada zamandahulu nenek moyang melarang perempuan untukfakawaapalagi pada saat itu dikenal yang namanya bawa nemaliatau bulan malingsehingga orang tua takut anak gadisnya diculik. [6]
          Viktor Zebua menjelaskan bahwa pada zaman dahuluada salah seorang  perempuan hamil di luar nikah.  Laki-laki yang menghamili si perempuan tidak bertanggung jawab, lagipula perempuan itu tidak tau siapa yang menghamilinya. Maka orang tua mengambil tindakan untuk  menikahkan anaknya kepada laki-laki lain.[7]
Seorang tokoh Nias lainnya yaituAnaminat Gulo menjelaskan bahwa pada masa lalu bila seorang anak perempuan kedapatan fakawaatau pacaran maka anak perempuan tersebut dapat diputuskan dari statusnya sebagai anak.  Akibat yang lain yang dapat diterima oleh wanita yang fakawa adalah dapat dibuang dari antara keluarga.  Hal ini dapat juga menyebabkan pertengkaran antara pihak wanita dengan keluarga laki-laki, danlebih lanjut dapat menyebabkan terjadinya peperangan.[8]
Buala Laia menjelaskan mengenai akibat lain dari fakawayaitu, bila anak perempuan ketahuan fakawamaka orang tua memperoleh akibat yaitu malu.Hal ini disebabkan karena masyarakat telah menilai bahwa perilaku anak perempuan ini adalah tindakan perzinahan.  Kebiasaan ini disebabkan karena pada zaman dahulu masyarakat Tuhemberua tidak mengenal istilah fakawa.  Seorang laki-laki dan perempuan Nias hanya boleh bersama jika sudah berstatus suami istri.  Jadi jika terdapat laki-laki bersama dengan seorang perempuan yang bukansuami-istri, maka akan mendapat sanksi sosial karena dianggap telah berbuat zinah.  Sebagai konsekuensi dari persoalan tadi maka perempuan dan laki-laki akan menerima hukumanmati.Hukuman mati yang ditetapkan adalah dengan cara ditenggelamkanatau dalam bahasa Nias ba namo (suatu bagian terdalam dan besar di hilir sungai besar).  Hukuman juga dapat dilakukan dengan lebih ringan yaitu dengan dibuang ke hutan.[9]Serli Zebua menjelaskan bahwa  apa yang diterima oleh kedua pasangan yang melakukan fakawa di atas mereka menerima kutuk yang dalam masyarakat Tuhemberua disebut dengan fondrako.[10]
Jusuf B.S. menjelaskan bahwa tradisi yang bertentangan dengan kebenaran-kebenaran Firman Tuhan, dan tentu orang-orang yang taat pada firman Tuhan tidak mau ikuti di dalamnya.[11]Nias memiliki hukum adat yang telah dibuat oleh para raja dan para tua-tua adat di zaman dahulu.  Pada masa sekarang, hukum adat tersebut  masih berlaku sekalipun sudah banyak yang berubah dan ditinggalkan.Hukum adat Nias terkenal juga dengan sebutan  fondrako.  Fondrako ditetapkan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Nias yang mana di dalamnya terdapat sanksi dalam bentuk kutuk bagi yang melanggar.[12]
Istilah fondrako berasal dari kata rako artinya: tetapkan dengan sumpah dan sanksi kutuk. Fondrakoditetapkan dalam forum musyawarah sebagai ketetapan dan disahkan sebagai adat dan hukum.Bagi yang mematuhi fondrako akan mendapat berkat, sebaliknya bagi pihak yang melanggar akan mendapat kutukan dan sanksi.Proses pengesahan laelifi ini terkesan mistis dan mengerikan.[13]
Penulis sebagai bagian dari masyarakat adat Tuhemberua telah memahami mengenai hukum adat tebai fakawa sejak kecil.  Para orang tua telah menjelaskan bahwa orang yang kedapatan berbuat zinah akan dikenakan hukuman pancung, baik pria maupun wanita.[14]
Pada zaman dahulu, komunikasi antara pria dan wanita yang bukan merupakan saudara sangatlah dibatasi.  Apalagi bila laki-laki dan perempuan melakukanfakawa.  Bukan hanya itu, dalam masyarakat Tuhemberua seorang laki-laki dilarang mengganggu atau melirik anak gadis, bahkan mengerlingkan mata.  Apabila ketahuan, maka laki-laki tersebut akan dihukum oleh saudara-saudara pihak perempuan.  Persoalan ini dapat mengakibatkan pertengkaran antar kampung.[15]
Kenyataan lain dalam masyarakat Tuhemberua adalah bahwa pasangan yang telah bertunangan tidak akan bersama-sama sampai pasangan ini menikah.Sistem perjodohan telah berlaku pada masa itu.  Dengan demikian, pengantin perempuan baru mengenal wajah pengantin pria pada acara pernikahan.  Oleh
sebab itu, apapun dan bagaimanapun kondisi dari pasangan pria harus diterima meskipun cacat.[16]
.           Seorang tokoh Nias lainnyayang bernama Ria Halawa menjelaskan  bahwa Pada zaman sekarang terdapat pemuda dan remaja yang sudah melakukan fakawa.  Masyarakat Tuhemberua menilai perilaku fakawayang dilakukan ini adalah sarana untuk memuaskan hawa nafsu.  Kenyataan ini juga bertentangan dengan prinsip kekristenan yang dianut oleh mayoritas masyarakat Tuhemberua yang mana fakawamerupakan sarana untuk mempersiapkan pasangan menuju pernikahan.   Oleh sebab itu, tindakan dari remaja dan pemuda Tuhemberua yang ada sekarang kemungkinan kurang memahami  konsepfakawayang benar.[17]
Ketika pemuda-pemudi ketahuan fakawamaka orang tua mengambil tindakan untuk dijodohkan daripada dibiarkan untuk fakawa.  Pasanganyang ketahuan fakawa meskipun berumur berapapun akan dinikahkan secepatnya.  Dengan demikian berapapun usia dan keadaanlaki-laki itu harus diterima.Peristiwa ini membawa dampak yang postif bagi masyarakat Tuhemberua supaya membatasi diri untuk tidak jatuh dalam dosa.[18]
Yuris Ndruru mengungkapkan bahwa tebai fakawabertujuan untuk menjaga hubungan antara pemuda dan pemudi.  Prinsip ini sesuai dengan yang diajarkandi dalam Firman Tuhan yang mengatakan: kuduslah kamu,sebab Aku kudus (1 Petrus 1:16).[19]
Sejak awal masyarakat Tuhemberua sangat dilarang fakawa.  Prinsip ini sama dengan yang diajarkan firman Tuhan yang mengatakan jangan mengingini, jangan berzinah (Keluaran 20: 14-17).  Dengan demikian orang Kristen di Tuhemberua takut mengizinkan anaknya fakawa.
            Oleh karena itu penulis akan berupaya untuk mengadakan penelitian asal usul konsep tebai fakawadan apa yang menjadi esensi tebai fakawa, tujuan fakawa. dan implikasinya bagi masyarakat Tuhemberua Nias selatan.Selanjutnya penulis juga akan meneliti bagaimana sikap orang tua terhadap kaum perempuan dalam menyikapi masalah tebai fakawabagi kaum perempuan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis memberi judul karya ini Tinjauan Teologis Terhadap  Tradisi tebai fakawa di Kampung Tuhemberua Nias Selatan dan Implikasinya Bagi Pembinaan Iman Kaum Perempuan.  Tujuannya adalah agar konsep tebai fakawadapat dipahami oleh masyarakat kampung Tuhemberua.Penulisan ini juga bermanfaat bagi masyarakat Tuhemberua dalam memahami fakawa yang benar berdasarkan prinsip iman Kristen. 

Identifikasi Masalah
Mengacu pada topik penelitian ini dan latar belakang masalah,maka penulis akan mengidentifikasi beberapa masalah yang penulis anggap sangat penting untuk dibahas dalam penelitian ini yakni:
1.      Bagaimana latar belakang timbulnyakonsep tradisi tebai fakawadi kampung   Tuhemberua Nias selatan?
2.      Bagaimana pengertian tebai fakawabagi  masyarakat  kampung Tuhemberua Nias Selatan?
3.      Apa pentingnyafakawabagi  masyarakat kampung Tuhemberua Nias selatan?
4.       Bagaimana respon masyarakat dan orang tua menanggapi konseptebai fakawa di Tuhemberua  Nias Selatan ?
5.      Bagaimana tinjauan teologis terhadap tradisi tebai fakawamenurut iman  kekristenan?
6.      Bagaimana implikasinya bagi masyarakat Tuhemberua Nias Selatan?

                                    Pembatasan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang timbulnya konsep tradisi tebai fakawa dalam masyarakat  Tuhemberua Nias selatan?
2.      Bagaimana pengertian tebai fakawa bagi masyarakat kampung Tuhemberua Nias selatan ?
3.      Bagaimana implikasinya bagi masyarakat  Tuhemberua Nias Selatan?

Rumusan Masalah
            Berdasarkanlatar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana latar belakang timbulnya konsep tradisi tebai fakawa dalam masyarakat  Tuhemberua Nias selatan?
2.      Bagaimana tinjauan teologis terhadap tradisi tebai fakawamenurut iman kekristenan?
3.      Bagaimana implikasinya bagi masyarakat Tuhemberua Nias Selatan?

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian memiliki tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk menjelaskan latar belakang timbulnya konsep tradisi tebai fakawa di Tuhemberua Nias selatan?
2.      Untuk menjelaskan tinjauan teologis terhadap tradisi tebai fakawamenurut iman kekristenan?
3.      Untuk menjelaskan implikasinya bagi masyarakat kaum perempuan Tuhemberua Nias Selatan?

Kepentingan Penulisan
Dalam bagian ini akan dibahas dua hal yaitu kepentingan teoritis dan kepentingan praktis.

Kepentingan Teoritis
Secara teoritis skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat  kampung Tuhemberua Nias selatan.
1.      Penelitian ini diharapkan memberi pemahaman kepada masyarakat kampung Tuhemberua  Nias selatan tentang konsep yang benar terhadap fakawa
2.      Memberikan masukan kepada masyarakat Tuhemberua Nias selatan  bahwafakawa merupakan hal yang sangat  penting bagi pemuda dan remaja.
3.      Menyediakanwaktukepada masyarakatTuhemberua Nias Selatan.

Kepentingan Praktis
Sedangkan kepentingan praktis, sebagai berikut:
1.      Bagi penulis, melalui  skripsi ini dapat menambah wawasan,pengetahuan terkait dengan judul skripsi.
2.       Bagi masyarakat kampung Tuhemberua Nias selatanskripsi inidapat dipahami dengan benar.
3.      Agar setiap pembaca termotivasi untuk memahami konsep fakawa.
4.      Menjadi motifasi penulis, dalam upaya menerapkan serta memahami dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian ini terdiri dua bagian yaitu metode penulisan dan metode pengumpulan data.

Metode Penulisan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif.Dimana metode kualitatif memberikan gambaran mengenai suatu objek (fakta-fakta,keadaan,peristiwa, dan sebagainya) secara sistematis, detail dan objektif.
Menurut Husain Usma menjelaskan  Metode kualitatif  adalah berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif penelitian sendiri.[20]

Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam skripsi ini yaitu wawancara.Wawancara yaitu penulis mengajukan seretetan pertanyaan yang sudah terstektur, kemudian satu persatu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua Variabel,dengan keterangan yang lengkap dan mendalam[21]

Definisi Istilah
Dalam bagian ini akan dijelaskan definisi istilah yang menjadi kunci dalam pembahasan di skripsi ini.
Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan dan mendefinisikan beberapa kata penting yang ada pada judul skripsi ini.Tujuan penjelasan ini yaitu untuk mengerti arah penulisan inti skripsi ini. Beberapa kata dan kalimat tersebut adalah:   Tradisi ,Tebai fakawa.iman[22]
kamus besar bahasaIndonesia mengartikan kata Tradisi adalah’adat kebiasaan turun temuru (dari nenek moyang) masih dijalankan di masyarakat’ Penilaian atauanggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baikdan benar.[23]
Pengertian dari kataTebai fakawaadalah suatu larangan yang harus dipatuhi oleh setiap masyarakat kampung Tuhemberu Nias selatan.[24]
Pengertian kata Iman adalah percaya,iman juga karunia Allah,yang dikerjakan di dalam hati oleh Rohkudus,yang menghidupkan dan memandu semuakemampuan kita menuju satu tujuan.[25]

Sistematika Penulisan
Babsatu menjelaskan latar belakang masalah,identifikasi masalah, pembatasan masalah,rumusan masalah,tujuan penelitian, kepentingan penelitianyang terdiri dari kepentingan teoritis dan kepentingan praktis, metodologi penelitian terdiri dari metode penelitian dan metode pengumpulan data, definisi istilah dan  sistematika penulisan.
Bab dua berisi tentang kajian teori, yang membahas tentang  kebudayaan Nias,  tradisi tebai fakawadilarang pacarandan kerangka berfikir.
Bab tiga membahas metode penelitian.
Bab empat berisideskripsi  hasil penelitian dan pembahaan.
Bab limaberisi kesimpulan, implikasi dan saran.




[1] Leonita Damayanti lakebo Tradisi syarat kesepakatan dalam pelaksanaan perkawinan adat suku tolaki di desa amoito jaya kecamatan konda analisa kritis Kristiani hlm 1.
[2]Ben Handaya,  Etiket Dan Pergaulan,  (Yayasan Kanisius, 1975),  hlm. 11.
[3]John D.Woodbridgen,  Allah Dan budaya,   (Surabaya: Momentum , 2002), hlm. 3.
[5]Wawancara kepada : Pdt Buala Laia,18 Januari 2018. 12.52
[6]Wawancara kepada:  Sokhi Naso Laia, 20 Januari 2018
[7]Wawancara kepada:Anaminat Gulo 18 Januari 2018 .13.08
[8]Wawancara kepada : Buala Laia 18 Januari 2018 . 13.08
[9]Wawancara kepada:  Pdt Buala Laia 21 Januari 2018  . 12.52
[10]Wawancara kepada :  Pdt Serli Zebua   22 Januari 2018.
[11]Pdt Jusuf BS Tradisi kebiasaan(Kursus Alkitab Tertulis 1979)hlm 6
[12]Wawancara kepada : Serlin Zebua,   21 Januari 2018
[13]https.kompasiana.comfondrako-peraturan-dan-hukum-adat-nias-yang-mengutuk.
[14]https.kompasiana.comfondrakoe-peraturan-dan-hukum-adat-nias-yang-mengutuk.
[17]Wawancara  kepada : Ria halawa  15 Januari 2018
[18]Serius Zebua, Tinjauan Teologis Terhadap Konsep Jujuran Dalam Pernikahan Suku Nias Utara dan relevansinya bagi gereja dan masyarakat. STTIE 2008,hlm 18
                [19]Wawancara kepada: Yuris Ndruru 24 Januari 2018. 10.29
               
[20] Dr. Husain Usma, Metodologi Penelitian Sosial (Bumi Aksara 1996) hlm 81.
[21]Dr. Husain Usma, Metodologi Penelitian Sosial (Bumi Aksara 1996) hlm 81.
[22]Kamus BesarBahasaIndonesia.(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1983).hal.959
[23]Wawancara kepada : Pdt Damai 30 Januari 2018
                [24]Wawancara kepada: Pdt Buala Laia 30 Januari 2018
[25]Sabda  Alkitab

0 komentar: