skripsi-fkip-inggris.blogspot.com
Contoh Proposal
Oleh: Tiani Ndruru
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dipaparkan secara
sistematis yaitu: Latar Belakang,
IdentifikasiMasalah, Pembatasan Masalah,
Rumusan Masalah,Tujuan
Penulisan,Kepentingan Penulisan,Kepentingan Teoritis, Kepentingan Praktis,Metodologi Penelitian, Metode
Penulisan,Metode Pengumpulan Data,Definisi
Istilah, dan Sistematika
Penulisan.
Latar
Belakang Masalah
AdatmerupakanPencerminan
dari kepribadian suatu bangsa,juga merupakan salah satu penjelmaan dari jiwa
bangsa. Oleh karena itu setiap bangsa di dunia ini mempunyai adat kebiasaan
sendiri-sendiri, yang berbeda dan unik.
Indonesia
sebagai negara kepulauan dihuni oleh berbagai jenis suku dengan latar belakang
bahasa, budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda. Pada mulanya masyarakat ini hidup dalam suatu
kelompok kecil tetapi lama kelamaan terus berkembang menjadi jumlah yang besar.
Dalam menjalin hubungan pergaulan antara satu dengan yang lain mereka membuat
peraturan-peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang dikenal
dengan istilah hukum adat.[1]
Menurut Ben Handaya menjelaskan bahwa:
Tata krama atau adat istiadat termasuk bagian kebudayaan,di dalamnya
terdapat peraturan-peraturan untuk pergaulan sehari-hari. Kegunaannya sudah
tentu untuk menghindarkan pertengkaran-pertengkaran dan keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan. Bila ditinjau secara
mendalam, semua adat istiadat atau segala macam peraturan-peraturan yang dianut
oleh suatu bangsa mempunyai maknanya sendiri-sendiri, memperlihatkan ciri
khasnya.[2]
John D.Woodbridg menjelaskan bahwa
Setiap kebudayaan memiliki suatu keyakinan perekat,yaitupandangan mendasar
terhadap kehidupan dan realita yang melestarikan kesatuan mereka.[3]Suku
Niasmerupakan masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat istiadat dan
kebudayaan yang masih tinggi.Hukum adat Nias secara umum disebut fondrako. Fondrakoini mengatur segala kehidupan masyarakat Nias mulai dari kelahiran sampaikematian.Dalam masyarakat suku Nias Selatan khususnyadi kampung Tuhemberua
memiliki satu tradisi yang disebut dengan istilahtebai fakawaatau
dalam bahasa Indonesia disebut dilarang pacaran.[4]
Buala Laia menjelaskan bahwa tradisitebai
fakawamerupakan
hukum atau aturan yang harus dipatuhi oleh setiap masyarakat kampung Tuhemberua
Nias selatan khususnya
kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena
perempuan tebai fakawauntuk menjagakekudusandanmenjagaharga diri orang tua.[5]
Sokhi Naso
menjelaskan tradisi tebai
fakawa adalah salah satu bentuk
atau cara menjaga marwah dan martabat wanita Niasyang paling diagungkan.Karena
pada zamandahulu nenek moyang melarang perempuan untukfakawaapalagi pada saat itu dikenal yang namanya bawa
nemaliatau bulan malingsehingga orang tua takut anak gadisnya diculik.
[6]
Viktor
Zebua menjelaskan bahwa pada
zaman
dahuluada
salah seorang perempuan hamil di luar nikah. Laki-laki yang
menghamili si perempuan tidak bertanggung jawab, lagipula perempuan itu tidak
tau siapa yang menghamilinya. Maka orang tua mengambil tindakan untuk menikahkan anaknya kepada laki-laki lain.[7]
Seorang tokoh Nias lainnya yaituAnaminat Gulo menjelaskan
bahwa pada masa lalu bila seorang anak perempuan kedapatan fakawaatau pacaran maka anak perempuan tersebut dapat diputuskan dari
statusnya sebagai anak. Akibat yang lain
yang dapat diterima oleh wanita yang fakawa
adalah dapat dibuang dari antara keluarga.
Hal ini dapat juga menyebabkan pertengkaran antara pihak wanita dengan keluarga
laki-laki, danlebih lanjut dapat menyebabkan terjadinya peperangan.[8]
Buala Laia menjelaskan mengenai akibat lain dari fakawayaitu, bila anak perempuan ketahuan fakawamaka orang tua memperoleh akibat yaitu malu.Hal ini
disebabkan karena masyarakat telah menilai bahwa perilaku anak perempuan ini
adalah tindakan perzinahan. Kebiasaan
ini disebabkan karena pada zaman dahulu masyarakat Tuhemberua tidak mengenal
istilah fakawa. Seorang laki-laki dan perempuan Nias
hanya boleh bersama jika sudah berstatus suami istri. Jadi jika
terdapat laki-laki bersama dengan seorang perempuan yang bukansuami-istri, maka akan mendapat sanksi sosial karena dianggap telah
berbuat zinah. Sebagai konsekuensi dari
persoalan tadi maka perempuan dan laki-laki akan menerima hukumanmati.Hukuman
mati yang ditetapkan adalah dengan cara ditenggelamkanatau dalam bahasa Nias ba namo (suatu bagian terdalam dan besar
di hilir sungai besar). Hukuman juga
dapat dilakukan dengan lebih ringan yaitu dengan dibuang ke hutan.[9]Serli
Zebua menjelaskan bahwa apa yang
diterima oleh kedua pasangan yang melakukan fakawa
di atas mereka menerima kutuk yang dalam masyarakat Tuhemberua disebut
dengan fondrako.[10]
Jusuf B.S. menjelaskan
bahwa tradisi yang bertentangan dengan kebenaran-kebenaran Firman Tuhan, dan
tentu orang-orang yang taat pada firman Tuhan tidak mau ikuti di dalamnya.[11]Nias
memiliki hukum adat yang telah dibuat oleh para raja dan para tua-tua adat di zaman dahulu. Pada masa
sekarang, hukum adat tersebut masih
berlaku sekalipun sudah banyak yang berubah dan ditinggalkan.Hukum adat Nias
terkenal juga dengan
sebutan
fondrako. Fondrako ditetapkan untuk
mengatur tata kehidupan masyarakat Nias yang mana di dalamnya terdapat sanksi dalam bentuk kutuk bagi yang
melanggar.[12]
Istilah fondrako berasal dari kata rako artinya: tetapkan dengan sumpah dan
sanksi kutuk. Fondrakoditetapkan dalam forum musyawarah sebagai ketetapan dan disahkan sebagai adat dan hukum.Bagi
yang mematuhi fondrako akan mendapat
berkat, sebaliknya bagi pihak
yang melanggar akan mendapat kutukan dan sanksi.Proses pengesahan laelifi ini terkesan mistis dan
mengerikan.[13]
Penulis sebagai bagian dari masyarakat adat Tuhemberua telah memahami
mengenai hukum adat tebai fakawa sejak kecil. Para orang tua telah menjelaskan bahwa orang
yang kedapatan berbuat zinah akan dikenakan hukuman pancung, baik
pria maupun wanita.[14]
Pada zaman dahulu, komunikasi antara pria dan wanita yang bukan merupakan saudara sangatlah dibatasi. Apalagi bila laki-laki dan perempuan melakukanfakawa. Bukan hanya itu,
dalam masyarakat Tuhemberua seorang laki-laki dilarang mengganggu atau melirik
anak gadis, bahkan mengerlingkan mata. Apabila
ketahuan, maka laki-laki tersebut akan dihukum oleh saudara-saudara pihak
perempuan. Persoalan ini dapat
mengakibatkan pertengkaran
antar kampung.[15]
Kenyataan lain dalam masyarakat Tuhemberua adalah bahwa pasangan yang
telah bertunangan tidak akan bersama-sama
sampai pasangan ini menikah.Sistem
perjodohan telah berlaku
pada masa itu. Dengan demikian, pengantin perempuan baru mengenal wajah pengantin
pria
pada acara pernikahan. Oleh
. Seorang
tokoh Nias lainnyayang bernama Ria Halawa menjelaskan bahwa Pada zaman sekarang terdapat pemuda dan remaja yang sudah melakukan fakawa.
Masyarakat Tuhemberua menilai perilaku fakawayang
dilakukan ini adalah sarana untuk memuaskan hawa nafsu. Kenyataan ini juga bertentangan dengan
prinsip kekristenan yang dianut oleh mayoritas masyarakat Tuhemberua yang mana fakawamerupakan sarana untuk
mempersiapkan pasangan menuju pernikahan.
Oleh sebab itu, tindakan dari remaja dan pemuda Tuhemberua yang ada
sekarang kemungkinan kurang memahami konsepfakawayang
benar.[17]
Ketika
pemuda-pemudi
ketahuan fakawamaka
orang tua mengambil tindakan untuk dijodohkan daripada dibiarkan untuk fakawa.
Pasanganyang ketahuan fakawa
meskipun berumur berapapun akan dinikahkan secepatnya. Dengan demikian berapapun usia dan keadaanlaki-laki itu harus diterima.Peristiwa ini membawa dampak yang postif bagi masyarakat
Tuhemberua supaya membatasi diri untuk tidak jatuh dalam dosa.[18]
Yuris
Ndruru mengungkapkan bahwa tebai
fakawabertujuan untuk menjaga hubungan antara
pemuda dan pemudi. Prinsip ini sesuai
dengan yang diajarkandi dalam
Firman Tuhan yang mengatakan:
kuduslah kamu,sebab Aku kudus (1 Petrus 1:16).[19]
Sejak awal masyarakat Tuhemberua sangat dilarang fakawa.
Prinsip ini sama dengan yang diajarkan firman Tuhan yang mengatakan jangan mengingini, jangan berzinah (Keluaran 20: 14-17). Dengan demikian orang Kristen di Tuhemberua takut mengizinkan anaknya fakawa.
Oleh karena itu penulis akan berupaya untuk mengadakan penelitian asal
usul konsep tebai fakawadan apa yang
menjadi esensi tebai fakawa, tujuan fakawa. dan implikasinya bagi masyarakat Tuhemberua
Nias selatan.Selanjutnya
penulis juga akan meneliti bagaimana sikap orang
tua terhadap kaum perempuan dalam menyikapi masalah tebai fakawabagi kaum perempuan.
Berdasarkan latar
belakang di atas maka penulis memberi judul karya ini Tinjauan Teologis
Terhadap Tradisi tebai fakawa di Kampung Tuhemberua
Nias Selatan dan Implikasinya Bagi Pembinaan Iman Kaum Perempuan.
Tujuannya adalah agar konsep tebai fakawadapat dipahami oleh masyarakat kampung Tuhemberua.Penulisan
ini juga bermanfaat bagi masyarakat Tuhemberua dalam memahami fakawa yang benar berdasarkan prinsip
iman Kristen.
Identifikasi
Masalah
Mengacu pada topik penelitian ini dan latar belakang
masalah,maka penulis akan mengidentifikasi beberapa masalah yang penulis anggap
sangat penting untuk dibahas dalam penelitian ini yakni:
1.
Bagaimana latar
belakang timbulnyakonsep tradisi tebai fakawadi kampung Tuhemberua Nias selatan?
2.
Bagaimana pengertian tebai fakawabagi masyarakat
kampung Tuhemberua Nias Selatan?
3.
Apa pentingnyafakawabagi masyarakat kampung Tuhemberua Nias selatan?
4.
Bagaimana respon masyarakat dan orang tua menanggapi
konseptebai fakawa di Tuhemberua Nias Selatan ?
5.
Bagaimana tinjauan
teologis terhadap tradisi tebai fakawamenurut iman kekristenan?
6.
Bagaimana implikasinya
bagi masyarakat Tuhemberua Nias Selatan?
Pembatasan
Masalah
1.
Bagaimana latar
belakang timbulnya konsep tradisi tebai fakawa dalam masyarakat
Tuhemberua Nias selatan?
2.
Bagaimana pengertian tebai fakawa bagi masyarakat kampung
Tuhemberua Nias selatan ?
3.
Bagaimana implikasinya
bagi masyarakat Tuhemberua Nias Selatan?
Rumusan Masalah
Berdasarkanlatar belakang di atas, maka
permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana latar
belakang timbulnya konsep tradisi tebai fakawa dalam masyarakat Tuhemberua Nias selatan?
2.
Bagaimana tinjauan
teologis terhadap tradisi tebai fakawamenurut iman kekristenan?
3.
Bagaimana implikasinya bagi
masyarakat Tuhemberua Nias Selatan?
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulisan berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian memiliki tujuan
sebagai berikut:
1.
Untuk menjelaskan latar
belakang timbulnya konsep tradisi tebai fakawa di Tuhemberua Nias selatan?
2.
Untuk menjelaskan tinjauan
teologis terhadap tradisi tebai fakawamenurut iman kekristenan?
3.
Untuk menjelaskan implikasinya
bagi masyarakat kaum perempuan Tuhemberua Nias Selatan?
Kepentingan Penulisan
Dalam bagian ini akan dibahas dua hal yaitu kepentingan
teoritis dan kepentingan praktis.
Kepentingan
Teoritis
Secara teoritis skripsi ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan masyarakat
kampung Tuhemberua Nias selatan.
1.
Penelitian ini
diharapkan memberi pemahaman kepada masyarakat kampung Tuhemberua Nias selatan tentang konsep yang benar
terhadap fakawa
2.
Memberikan masukan
kepada masyarakat Tuhemberua Nias selatan bahwafakawa
merupakan hal
yang sangat penting bagi pemuda dan remaja.
3.
Menyediakanwaktukepada
masyarakatTuhemberua Nias Selatan.
Kepentingan
Praktis
Sedangkan kepentingan praktis, sebagai berikut:
1.
Bagi penulis, melalui skripsi ini dapat menambah wawasan,pengetahuan
terkait dengan judul skripsi.
2.
Bagi masyarakat kampung Tuhemberua Nias
selatanskripsi inidapat dipahami dengan benar.
3.
Agar setiap pembaca
termotivasi untuk memahami konsep fakawa.
4.
Menjadi motifasi
penulis, dalam upaya menerapkan serta memahami dan mengaplikasikan
dalam kehidupan
sehari-hari.
Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian
ini terdiri dua bagian yaitu metode penulisan dan metode pengumpulan data.
Metode Penulisan
Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode kualitatif.Dimana metode kualitatif memberikan
gambaran mengenai suatu objek (fakta-fakta,keadaan,peristiwa,
dan sebagainya) secara sistematis, detail dan objektif.
Menurut Husain Usma menjelaskan Metode kualitatif adalah berusaha memahami dan menafsirkan
makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut
perspektif penelitian sendiri.[20]
Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data
dalam skripsi ini yaitu wawancara.Wawancara yaitu penulis
mengajukan seretetan pertanyaan yang sudah terstektur, kemudian satu persatu
diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut dengan demikian jawaban yang
diperoleh bisa meliputi semua Variabel,dengan keterangan yang lengkap dan
mendalam[21]
Definisi Istilah
Dalam bagian ini akan
dijelaskan definisi istilah yang menjadi kunci dalam pembahasan di skripsi ini.
Pada bagian ini, penulis
akan menjelaskan dan mendefinisikan beberapa kata penting yang ada pada judul
skripsi ini.Tujuan penjelasan ini yaitu untuk mengerti arah penulisan inti
skripsi ini. Beberapa kata dan kalimat tersebut adalah: Tradisi ,Tebai
fakawa.iman[22]
kamus besar bahasaIndonesia mengartikan kata Tradisi
adalah’adat kebiasaan turun temuru (dari nenek moyang) masih dijalankan di
masyarakat’ Penilaian atauanggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan
cara yang paling baikdan benar.[23]
Pengertian dari kataTebai fakawaadalah suatu larangan yang
harus dipatuhi oleh setiap masyarakat kampung Tuhemberu Nias selatan.[24]
Pengertian kata Iman
adalah percaya,iman juga karunia Allah,yang dikerjakan di dalam hati oleh Rohkudus,yang menghidupkan dan memandu semuakemampuan
kita menuju satu tujuan.[25]
Sistematika Penulisan
Babsatu menjelaskan
latar belakang masalah,identifikasi masalah, pembatasan masalah,rumusan
masalah,tujuan penelitian, kepentingan penelitianyang terdiri dari kepentingan
teoritis dan kepentingan praktis, metodologi penelitian terdiri dari metode
penelitian dan metode pengumpulan data, definisi istilah dan sistematika penulisan.
Bab dua berisi tentang
kajian teori, yang membahas tentang kebudayaan
Nias, tradisi tebai fakawadilarang pacarandan kerangka berfikir.
Bab tiga membahas
metode penelitian.
Bab empat berisideskripsi
hasil penelitian dan pembahaan.
Bab limaberisi
kesimpulan, implikasi dan saran.
[1]
Leonita Damayanti lakebo Tradisi syarat
kesepakatan dalam pelaksanaan perkawinan adat suku tolaki di desa amoito jaya kecamatan
konda analisa kritis Kristiani hlm 1.
[3]John D.Woodbridgen, Allah
Dan budaya, (Surabaya: Momentum ,
2002), hlm. 3.
[6]Wawancara
kepada: Sokhi Naso Laia, 20 Januari 2018
[7]Wawancara
kepada:Anaminat Gulo 18 Januari 2018 .13.08
[10]Wawancara
kepada : Pdt Serli Zebua 22 Januari 2018.
[11]Pdt Jusuf BS Tradisi kebiasaan(Kursus
Alkitab Tertulis 1979)hlm 6
[18]Serius Zebua, Tinjauan Teologis Terhadap Konsep Jujuran
Dalam Pernikahan Suku Nias Utara dan
relevansinya bagi gereja dan masyarakat. STTIE 2008,hlm 18
[20] Dr. Husain Usma, Metodologi Penelitian Sosial (Bumi
Aksara 1996) hlm 81.
[23]Wawancara kepada : Pdt Damai 30
Januari 2018
[25]Sabda Alkitab
0 komentar:
Posting Komentar