wwwgevari.blogspot.com
PENGANTAR KITAB ROMA
Untuk
memahami isi kitab Roma, perlu terlebih dahulu memahami pengantar kitab
Roma.
Penulis
Kitab Roma
Dalam
rentang waktu yang lama, dalam proses
pengkanonisasian Perjanjian Baru yang selesai pada tahun 397 M di Kartago,[1]
kepenulisan Rasul Paulus atas surat Roma tidak pernah terbantahkan. Perdebatan mengenai identitas penulis surat
Roma justru muncul belakangan dari kalangan teolog liberal. Tetapi problematika tersebut dapat
diselesaikan, bahkan hampir semua sepakat untuk mengakui Rasul Paulus sebagai
penulis surat Roma.[2] Setidaknya ada tiga alasan yang tidak dapat
disanggah terkait kepenulisan surat ini.
Pertama, dalam Roma 1:1 Paulus menyatakan bahwa dialah penulis surat
ini. Kedua, sinkronisasi antara
perkataan Paulus dengan realita yang terjadi.
Misalnya, perjalanan Paulus ke Yerusalem dengan membawa persembahan dari
Makedonia (Roma 15:25-27) sangat serasi dengan Kisah Para Rasul 19:21; 20:1-5;
21:15-19; 1 Korintus 16:1-5; 2 Korintus 8:1-12; dan 9:1-5. Menurut Roma 11:1 dan Filipi 3:5 ia berasal
dari suku Benyamin. Ia juga mengenal Priskila dan Akwila (Roma 16:3; band.
Kis.18:2-3, 18-19), serta rindu untuk mengunjungi Roma (Roma 1:10-15; 15:22-32,
bdk.Kis. 19:21). Ketiga, kesamaan
doktrinal antara surat Roma dengan surat-surat Paulus lainnya.[3] Atas dasar pertimbangan ini, maka akan lebih
mudah mengatakan bahwa surat Roma adalah buah pena Paulus daripada mengatakan
sebaliknya. Sehingga usaha-usaha
menyangkal kepenulisan Paulus atas surat Roma hanyalah argumentasi lemah yang
tidak didukung dengan cukup bukti yang memadai.
Tahun
Dan Tempat Penulisan
Kapan
dan dimana surat Roma ditulis merupakan kebutuhan observasi yang perlu untuk
mengungkap situasi dan kondisi yang riil pada masa itu. Atas dasar beberapa indikasi yang dapat
digali dari surat Roma, maka titik terang terkait tempat penulisan surat Roma
dapat teridentifikasi.. Pertama,
pernyataan Paulus bahwa ia “tidak mempunyai tempat kerja di daerah ini”,
maksudnya Yerusalem sampai Ilirikum (Roma 15:23 bd. 15:19), menjelaskan suatu
realita bahwa tempat tersebut sudah Paulus lewati. Kedua, ia sedang dalam perjalanan membawa
sumbangan dari jemaat di Makedonia dan Akhaya bagi orang-orang miskin di
Yerusalem (Roma 15:25-26). Ketiga,
pujian Paulus terhadap Febe, yang notabene melayani di Kengkrea, yaitu
pelabuhan sebelah Barat kota Korintus (Roma 16:1-2), demikian juga dengan
Gayus, sang pemberi tumpangan (Roma 16:23; bd. 1 Kor. 1:14), serta Erastus,
yang adalah bendahara negeri, mereka adalah orang-orang yang tinggal di
Korintus (Roma 16:23; bd. 2 Tim. 4:20).
Keempat, rencana misi Paulus ke Spanyol, yang melaluinya ia berharap
akan mendapat bantuan dan dukungan dari jemaat Roma (Roma 15:24, 28). Atas dasar indikasi tersebut, maka dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa pada waktu itu Paulus sedang dalam akhir perjalanan
misinya yang ketiga (Kis. 19:21).Ia sedang berada di Yunani saat menulis surat
ini. Apalagi berdasarkan penjelasan
dalam Kisah Para Rasul 20:2-3 Paulus berada di sana selama 3 bulan. Kesempatan
ini memungkinkan Paulus mengerjakan semuanya ini. Dan jika dalam suratnya ia menyebut nama
Gayus, seseorang yang telah memberinya tumpangan, maka dapat dipastikan surat
ini ditulis di Korintus[4]
dan dikirimkan melalui perantaraan Febe (Roma 16:1-2), seorang diaken dari
jemaat Kengkrea, yang memang akan berangkat ke Roma.[5]
Penyebutan
Galio terkait dengan pengangkatannya sebagai Gubernur di Akhaya (Kis. 18:12)
merupakan indikasi historis yang penting bagi penentuan tanggal penulisan surat
Roma.[6]
Menurut prasasti Delfi, Galio menjabat
sebagai gubernur pada tahun kedua belas kekuasaan tribunicial Klaudius dan setelah dua puluh enam tahun proklamasinya
sebagai Kaisar.Hal ini harus terjadi sebelum Agustus 52, ketika proklamasi
kedua puluh tujuh dibuat.Karena gubernur biasanya menjabat di pertengahan musim
panas, maka pertengahan musim panas 52
M umumnya dianggap sebagai dimulainya jabatan Galio.[7]
Jika pengangkatan Galio sebagai gubernur
Akhaya terjadi pada perjalanan misi Paulus yang kedua, maka tentunya ada jedah
waktu hingga penulisan surat Roma oleh Paulus pada perjalanan misinya yang
ketiga di Korintus.
Berdasarkan
indikasi dalam Roma 16:3, maka akan sangat tidak mungkin jikalau surat Roma
ditulis dalam periode tahun 54 M ke bawah. Maklumat Klaudius yang melarang orang
Yahudi tinggal di Roma akan sangat tidak memungkinkan bagi Priskila dan Akwila
untuk kembali ke Roma. Akan lebih masuk
akal jika penulisan surat Roma terjadi pada akhir tahun 55 sampai awal tahun
57, yaitu pada saat awal pemerintahan Kaisar Nero. Melunaknya maklumat itu oleh Nero, karena
pengaruh istrinya yang lebih memihak kepada orang Yahudi, memberikan kesempatan
yang memungkinkan bagi orang-orang Kristen Yahudi untuk kembali ke kota Roma.[8]
Demikian
juga dengan Roma 13:1-7 akan lebih mudah dipahami dalam realita historis yang
demikian. Kondisi ini memungkinkan
Paulus bisa dengan mudah mendorong orang Kristen untuk setia membayar pajak,
tanpa kecuali orang Kristen Yahudi, meskipun mereka pernah terlukai dan terasa
begitu menekan dan memberatkan, sebab dengan demikian mereka sedang menghormati
Allah dalam tanggung jawab mereka sebagai warga Negara (Roma 13:6-7).
Dengan
demikian apa yang sedang Paulus bangun sesungguhnya bukanlah risalah dogmatis
tentang pemerintahan dan negara, melainkan suatu tuntutan akan tingkah laku
yang setia guna menghindari maklumat yang baru (Roma 13:1-5).[9] Realita ini akan lebih memungkinkan dipahami
dalam konteks Nero daripada Klaudius.
Indikasi-indikasi tersebut semakin meyakinkan bahwa periode awal
pemerintahan Nero merupakan saat di mana Paulus menulis suratnya kepada jemaat
di Roma, yaitu antara tahun 55 hingga 57 M.
Tujuan
Penulisan Surat Roma
Surat
Roma ditulis dalam kerangka tujuan dari situasi historis pada waktu itu. Dalam Roma 15:22-25 Paulus menjelaskan kerinduannya
untuk memberitakan Injil ke Spanyol.
Untuk maksud tersebut ia berharap dapat bertemu terlebih dahulu dengan
jemaat Roma, yang ia harapkan kelak dapat membantu perjalanan misinya ke
Spanyol. Saat itu ia sedang dalam
perjalanan ke Yerusalem yang penuh resiko untuk menyerahkan suatu
persembahan. Karena itu ia memohon
dukungan doa dari saudara-saudara seiman di kota Roma (Roma 15:30-31).
Ada
skenario besar yang sedang Paulus persiapkan dalam orientasi pelayanan
misinya.Ia melihat ada ladang luas di wilayah bagian Barat yang belum terjamah
dan akan dimenangkan bagi Kristus.
Inilah impian besar yang sedang Paulus gumulkan. Ketika semuannya nanti benar-benar
terlaksana, iamembutuhkan suatu basis operasi, dan itu adalah Roma,[10]
pusat dunia yang benar-benar strategis
Meskipun
tampaknya Paulus ingin menumbuhkan perhatian bagi misinya ke Spanyol (Roma
15:22-25), tetapi hal ini tidak cukup menjelaskan kandungan teologis surat ini.[11] Artinya, kalau tujuan Paulus hanya sekedar
membangkitkan minat pada rencanan misinya di dunia Barat, mengapa ia memberikan
uraian teologis yang begitu panjang?
Tujuan misi saja tidaklah cukup menjelaskan maksud yang sedang Paulus
sampaikan melalui suratnya kepada jemaat di Roma.
Pandangan
tradisional menjelaskan bahwa surat Roma mengandung pernyataan penuh dari
posisi doktrinal Paulus.[12] Artinya, surat ini lebih merupakan sebuah
risalah dan tidak terlalu terkait dengan situasi historis pada masa itu. Teori ini kurang memuaskan.Setidaknya ada
tiga kelemahan dari teori tersebut yang sangat mendasar.Pertama, tidak memuat semua kebenaran penting yang Paulus pernah
paparkan, kedua, Roma 9-11 tidak
dapat dijelaskan tanpa merujuk situasi historis, dan ketiga, Roma 1:7-15 serta rujukan pribadi merupakan bagian integral
surat Roma yang perlu dipertimbangkan saat membahas tujuan kepenulisannya.[13]
Pertimbangan
yang penuh harus mencakup situasi pembaca saat itu. Latar belakang historis menjadi dasar
evaluasi bagaimana Paulus mencoba untuk menjelaskan kebenaran akan pengharapan
iman Kristen, yang seharusnya terimplementasi melalui etika moral Kristen yang
mulia. Maklumat Klaudius yang dipicu
oleh huru-hara akibat perbantahan antara orang Yahudi dengan orang Kristen
(Yahudi Kristen), yang berkonsekuensi pada terusirnya semua orang Yahudi dari
kota Roma pada tahun 49 M,[14]
tentunya masih terbersit dalam ingatan Paulus (bd. Kis. 18:2). Di satu sisi, orang percaya, khususnya orang
Yahudi Kristen, diperhadapkan kepada perlawanan orang-orang sebangsanya, tetapi
di sisi lain, mereka juga dimusuhi oleh pemerintah. Realita ini seharusnya menjadi cermin bagi
orang percaya manakala pada akhirnya mereka diijinkan kembali untuk tinggal di
Roma pada masa awal pemerintahan Nero. Suasana historis inilah yang memicu
Paulus untuk panjang lebar menjelaskan kebenaran iman Kristen kepada mereka
(Roma 1:16-11:36), meskipun dalam nada yang lebih bersifat umum. Ia berharap melalui suratnya jemaat Roma
dibawa kepada pemahaman yang benar akan iman Kristen, yang pada akhirnya mampu
mengimplementasikan iman itu dalam ranah kehidupan riil sehari-hari.
Penting
bagi Paulus untuk mengungkap secara jernih, baik dalam konteks orang Yahudi
maupun non Yahudi dalam terang wahyu Allah.Paulus berusaha menyuguhkan “prinsip
kebenaran Kristen dengan pendekatan Yahudi, dan kemudian membahas problem
kegagalan Israel dan kaitannya dengan jemaat Kristen universal.”[15]Harapan
Paulus, orang percaya, baik Yahudi maupun non Yahudi, dapat bermegah bukan lagi
karena “status kebangsaannya”, melainkan karena pembenaran oleh Allah melalui
iman dalam Kristus Yesus (Roma 1:16-17).
Dengan
demikian, tujuan penulisan surat Roma bukan saja dilatarbelakangi oleh
kerinduan Paulus untuk membuka ladang-ladang pelayanan baru di wilayah bagian
Barat, melainkan juga terkait dengan situasi historis jemaat Roma pada waktu
itu. Di satu sisi, panggilan pelayanan
bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi menggairahkan ia bekerja semaksimal mungkin
(Roma 15:16), dan untuk itulah ia berharap mendapat dukungan dari jemaat
Roma. Tetapi di sisi lain, Paulus ingin
supaya mereka bijaksana terhadap apa yang baik dan bersih terhadap apa yang
jahat (Roma 16:19). Memang benar,
ketaatan jemaat Roma telah tersiar dan menjadi berkat (Roma 1:8; 16:19), tetapi
penting bagi Paulus untuk menguatkan mereka dan meneguhkan panggilan mereka
dalam Kristus Yesus. Sebab mereka masih diperhadapkan kepada
tantangan iman yang tidak mudah, dan mereka harus tetap menjadi berkat.Tujuan
inilah yang Paulus ingin capai melalui suratnya kepada jemaat di Roma.Harapan
Paulus melalui panjang lebar penjelasan doktrinnya, jemaat Roma dapat memahami
secara benar anugerah Allah, sehingga melaluinya mereka dapat bermegah sebagai
anak-anak Allah dengan jalan mendedikasikan hidup mereka bagi kemuliaan-Nya.Inilah
hidup yang berdimensi ibadah, dan inilah ibadah yang memperkenan hati Tuhan.
Kesimpulan
Dari
penjelasan pengantar Kitab Roma diatas jelas bahwa penulis kitab Roma adalah
Paulus. Dimana Paulus menulis surat Roma
untuk jemaat Roma. Jemaat yang masih
baru. Jemaat yang masih membutuhkan pengajaran.
Jemaat yang masih bergumul tentang iman dan kepercayaannya, masih
bergumul tentang cara hidup yang benar dalam kekristenan. Dan melalui surat ini Paulus menasehati,
mengajar dan menjawab semua hal terkait iman dan cara hidup yang benar dalam
Tuhan. Dan khusus dalam makalah ini
Paulus menjelaskan tentang karya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Dimana mengajarkan bahwa Roh, yang memberi
hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.
|
LATAR
BELAKANG KONTEKS
Sebelum kita memahami pasal 8:2,
perlu kita pahami terlebih dahulu konteks ayat tersebut.
Konteks
Jauh
Untuk memahami Roma pasal 8, kita
perlu melihat dan memahami pasal atau ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Dalam pasal 7:1-12 , Paulus menjelaskan arti
Hukum Taurat. Paulus menjelaskan bahwa
selama orang itu hidup pasti terikat dengan hukum yang berlaku. Seperti suami dan istri. Tapi apabila suami atau istri sudah mati maka
keterikatan hokum itu sudah tidak ada lagi.
Disini Paulus ingin menjelaskan kedudukan orang percaya terkait dengan
hukum Taurat. Dalam ayat 6 dijelaskan “Tetapi
sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi
dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru
menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.”
Lalu muncul pertanyaan ayat 7 “Jika
demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa?
Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal
dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak
mengatakan: "Jangan mengingini!".
Dalam hal ini Paulus menegaskan bahwa melalui hukum Taurat kita mengenal
dosa.
Dalam Roma 7:13-26, Paulus
menjelaskan perjuangan orang percaya untuk hidup benar dihadapan Allah. Dalam
ayat 15-20 dijelaskan “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan
apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang
aku perbuat. 16 Jadi jika aku perbuat
apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. 17 Kalau demikian bukan aku lagi yang
memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. 18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di
dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang
ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. 19 Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu
yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang
jahat, yang aku perbuat. 20 Jadi jika
aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang
memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.” Dalam ayat-ayat itu Paulus mencoba
menjelaskan kondisi tentang perjuangan melawan hukum dosa yang mencengkeram
manusia. Paulus menambahkan dalam ayat
21-24 yang berbunyi “Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki
berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. 22 Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum
Allah, 23 tetapi di dalam anggota-anggota
tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan
membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota
tubuhku. 24 Aku, manusia celaka!
Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” Dalam ayat-ayat dijelaskan begitu kuatnya
kuasa dosa yang mencengkeram manusia.
Sehingga membuat manusia sepertinya tidak berdaya. Dan itulah yang menjadi pergumulan hidup
manusia selama di dunia ini, bagaimana kuasa dosa mencengkeran dan menguasai
hidup manusia sehingga menyebabkan manusia tidak berdaya menghadapi kuasa dosa.
Konteks
Dekat
Dalam konteks jauh diatas bagaimana Paulus
menjelaskan mengenai kuatnya kuasa hukum dosa dan hukum maut menguasai manusia
yang berdosa, dalam Roma 8:1-17 Paulus
berbalik menjelaskan mengenai hidup manusia yang sudah dimerdekakan dari hukum
dosa dan maut.
Roma 8:1-17
dalam Alkitab terbitan LAI diberi judul Hidup Oleh Roh. Hal ini menunjukkan bahwa dalam Roma 8:1-17,
Paulus menjelaskan tentang bahwa Roh Kudus yang telah memerdekakan orang
percaya dari kuasa dosa, akan terus bekerja untuk menguatkan orang percaya
supaya dapat hidup menyenangkan hati Allah.
Dalam Roma 8:1-8 Paulus menjelaskan bahwa
tidak ada penghukuman bagi orang yang ada dalam Kristus Yesus, sebab Roh Kudus
telah memerdekakan mereka dari hukum dosa dan hukum maut.
ANALISA
AYAT
Untuk memahami Roma 8:2, perlu
terlebih dahulu dijabarkan isi dari ayat 1-17 sebagai satu kesatuan pokok
pikiran. Roma 8: 1-4 menjelaskan mengenai kemerdekaan orang percaya dari hukum
dosa dan hukum maut. Ayat-ayat ini
merupakan kelanjutan dari isi Roma 7:6 yang menjelaskan hubungan antara
kehidupan baru dalam Roh dengan karya Yesus.
Dimana tidak ada lagi penghukuman bagi orang yang ada didalam Kristus
sebab ayat 2 “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus
dari hukum dosa dan hukum maut.” Ayat
5-8 mempertentangkan kedua cara hidup yaitu hidup menurut daging dan hidup
menurut Roh. Dalam ayat 9-11 Paulus
menjelaskan keyakinannya bahwa orang percaya harus hidup menurut Roh. Lalu ayat 12-13 mengubah keyakinan itu
menjadi nasehat.
Untuk memahami Roma 8:2 perlu
dijelaskan tafsiran Roma 8:1 yang merupakan satu pokok pikiran.
·
Dalam ayat 1 dijelaskan “Demikian sekarang
tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada didalam Kristus Yesus” TB.
ουδεν αρα νυν κατακριμα τοις εν χριστω ιησου μη κατα σαρκα
περιπατουσιν αλλα κατα πνευμα
Kata ουδεν ini menarik. Dimana kata tersebut dapat diartikan tidak
seorangpun. Kata ini ditempatkan di
depan, maka kata itu menjadi penekanan sehingga artinya sama sekali tidak
ada. Sehingga terjemahan ayat 1 yaitu “Demikian
sekarang sama sekali tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada dalam Kristus
Yesus.”
Memang kalau dilihat dari
keseluruhan alur pemikiran Paulus, Roma 8:1 ini terkait dengan Roma 7:6. Maka
kata “Demikianlah” merupakan kesimpulan bukan dari Roma 7:7-25 melainkan dari
Roma 6:1-7:6. Dalam Roma 7:6 Paulus menjelaskan
bahwa “kita dibebaskan dari hukum Taurat, telah mati bagi Dia, yang mengurung
kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh.”
Kata “sekarang” sangat terkait
dengan Roma pasal 6, dimana kata “sekarang” tidaklah menunjuk pada saat Paulus
menulis atau penerima surat membaca surat itu, tetapi menunjuk pada zaman
sesudah kematian dan kebangkitan Yesus, yang merupakan zaman baru dalam sejarah
keselamatan. Kata “sekarang” itu merujuk pada Roma 7:6 dan Roma 3:21.
Kata “penghukuman” telah muncul
dalam Roma 5:16, 18. Meskipun manusia
menjadi hamba dosa, perhambaan itu menimpa dia karena kesalahannya sendiri
(Roma 5:12), sehingga ia harus menjalani hukuman Allah karenanya. Dalam Roma 7:7-25 telah digambarkan bahwa
manusia selaku hamba dosa menghadapi hukum Allah sebagai kuasa yang memusuhi
dia. Keadaan itu tidak bisa tidak
berakhir dengan penghukuman dalam hukuman terakhir. Tetapi bagi mereka yang ada didalam Kristus
Yesus tidak ada lagi penghukuman itu.
Arti kata-kata “didalam Kristus
Yesus” dijelaskan dalam Roma 6:11. Yaitu
tercakup didalam kematiannNya. Tercakup
dalam kematianNya yang artinya Allah memandang kematian Dia sebagai kematian
orang percaya (2 Kor. 5:14), sehingga orang percaya juga memperoleh bagian
dalam kematian itu yaitu pembenaran, pelepasan dari kuasa dosa. Tercakup dalam kebangkitanNya artinya orang
percaya menempuh kehidupan baru, dan kelak akan menberima tubuh baru yang tidak
takluk lagi kepada kuasa maut.
·
Dalam ayat 2 dijelaskan “Roh,
yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan
hukum maut.” TB
ο γαρ νομος του πνευματος της
ζωης εν χριστω ιησου ηλευθερωσεν με απο του νομου της αμαρτιας και του θανατου
Berdasarkan terjemahan bahasa
Yunani diatas, dalam terjemahan LAI ketiga kata pertama dalam kalimat Yunani
tidak ikut diterjemahkan yaitu ο γαρ νομος
artinya sebab hukum. Sehingga
dapat diartikan sebab hukum Roh. Memang
tidak mudah memahami bagian ini. Apa
arti hukum Roh. Ada kemungkinan ini
merupakan gaya bahasa Paulus, dimana Paulus ingin menjelaskan kaitan antara
hukum Roh dengan hukum dosa dan hukum maut.
Kata “yang memberi” merupakan
terjemahan bentuk genetif “(dari) kehidupan”.
Bentuk genetif ini menyatakan milik.
Sehingga “Roh yang memberi hidup” artinya Roh kehidupan (Band. Kej. 2:7).
Kata “Kristus” dari bahasa
Yunaninya χριστω ιησου sehingga seharusnya diterjemahkan “Kristus Yesus”.
Kata “memerdekakan” dari bahasa
Yunani ηλευθερωσεν artinya membuat bebas atau
membebaskan. Bentuknya aorist indicative active artinya menyatakan perbuatan
yang dilakukan pada masa lalu dan itu dilakukan hanya sekali saja namun
akibatnya bisa kita rasakan sampai sekarang ini. Ini artinya bahwa Roh Kudus telah membebaskan
orang percaya dari kuasa dosa sekali untuk selamanya.
Kata “aku” dalam terjemahan
Yunani με diterjamahkan oleh LAI menjadi
kamu. Sebenarnya terjemahan Yunani aku
lebih cocok untuk menunjukkan bahwa Roh Kudus membebaskan aku yang adalah orang
berdosa. Lebih bersifat pribadi.
Kata “hukum dosa dan hukum maut”
berasal dari kata του νομου της αμαρτιας και του θανατου
Kata “dosa” dari kata αμαρτιας artinya
dosa. Yang dimaksud dengan dosa dalam Perjanjian Lama adalah apa yang
tidak dapat diterima bagi Allah; tidak harus berupa ketidaktaatan kepada Allah
atau pemberontakan terhadapNya (seperti yang dinyatakan dalam 1Raj 8:50); dan
tidak dapat disamakan dengan perbuatan kriminal, yang adalah pelanggaran
terhadap masyarakat. Apa pun yang salah dalam hubungan dengan Allah adalah dosa
(Rom 14:23). Ada satu kata Yunani dalam PB yang mempunyai arti meleset dari
sasaran (Yoh 8:46; Rom 5:12). Kata lain berarti pelanggaran hukum (2 Kor 6:14)
atau kebejatan moral (1Yoh 3:12).
Kata “maut” dari kata θανατου
artinya mati. Mati dalam bagian ini bisa
merujuk pada kematian jasmani atau rohani; namun dalam ayat ini lebih merujuk
pada kematian rohani yaitu terpisah dari Tuhan Allah.
Dalam terjemahan LAI kata “hukum”
diterjemahkan dua kali sedang dalam naskah Yunani hanya sekali saja. Oleh karena itu terjemahan harafiah dari
kalimat Yunani yaitu “ Sebab hukum Roh kehidupan di dalam Kristus Yesus telah
memerdekakan aku dari hukum dosa dan maut.”
Ayat ini mengandung
rumus yang sangat padat tentang karya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Dalam bagian ayat 2b Paulus meringkaskan isi
Roma 7:13-23 pada umumnya dan Roma 7:22-23 pada khususnya mengenai dimerdekakan
dari hukum dosa dan hukum maut. Dalam
bagian ayat 2a Paulus menjelaskan pribadi yang memerdekakan orang percaya dari
hukum dosa dan hukum maut.. Walaupun
begitu ada kesulitan dalam menafsir ayat ini terutama berkaitan dengan kata
“hukum” yang dalam terjemahan LAI tidak dituliskan. Namun untuk mengerti ayat ini, kita bisa
membandingkan dengan Roma 7:21-23.
Sesuai
dengan konteks kata-kata “hukum dosa dan (hukum) maut” sepertinya merujuk isi
Roma 7:13-23. Dan kemungkinan kata “hukum”
bagian ini dipakai dengan arti “hukum taurat”.
Hukum Taurat itu memang bukan dosa (Roma 7:7), tetapi “merangsang dosa”
(Roma 7:5) dalam diri manusia yang telah membiarkan dosa itu masuk ke dalam
kehidupannya (Roma 5:12).
Yang jelas juga “didalam Kristus
Yesus manusia (“aku”) dimerdekakan dari hukum yang menjadi alat dosa dan yang
mendatangkan maut itu. Ia dimerdekakan
darinya oleh Roh Kudus, yang memberikan kekuatan menempuh kehidupan yang baru
yang akhirnya mendatangkan kehidupan yang kekal.
Dalam Roma 7:21-23 dijelaskan
bahwa “hukum” tetap mengandung arti “hukum Allah” (bandingkan Roma 7:10). Dalam Roma 7:10 dijelaskan bahwa hukum Allah
“seharusnya membawa kepada hidup”, tetapi bagi “aku” yang telah dimasuki dosa
membawa kematian. Jadi hukum yang karena
kuasa dosa dalam kedagingan menjadi alat dosa dan membawa kematian, dan “kini”
yaitu “dalam Kristus Yesus” menjadi alat Roh Kudus dan mendatangkan
kehidupan. Sebab di dalam mereka yang
telah menjadi satu dengan Kristus (Roma 6), yang berada “di dalam Kristus”
(Roma 8:1), kuasa dosa telah dipatahkan (Roma 6:11).
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa: Pertama, Roh Kudus tidak bekerja
terlepas dari Yesus Kristus. Pembaruan
hidup oleh Roh itu diperoleh hanya oleh mereka yang “di dalam Kristus”. Kedua, kehidupan baru yang suci yang
merupakan hasil pekerjaan Roh Kudus merupakan sisi balik “kematian bersama
Kristus”. Dimana pengudusan tidak pernah
berlangsung terlepas dari pembenaran atau sebaliknya. Ini berarti tidak mungkin kehidupan baru,
hidup dalam Roh membawa pada kesombongan.
Tidak mungkin kehidupan baru itu membuat orang berupaya menonjolkan
diri, mempertahankan kepentingan dan kedudukan sendiri di hadapan Tuhan atau
terhadap sesama manusia dan sesama orang Kristen, sebab mereka yang “telah mati
bersama Kristus.
MAKNA TEOLOGIS
KARYA ROH KUDUS DALAM HIDUP ORANG
PERCAYA
1.
Roh Kudus memerdekakan orang percaya dari hukum
dosa
Sebelum
orang percaya Yesus, hidupnya dikuasai oleh dosa. Hidupnya terikat oleh hokum dosa. Semua keinginan, kemauan dan kehendaknya
dikuasai oleh dosa. Namun setelah
percaya Yesus, Roh Kudus memerdekakan mereka dari kuasa dosa. Sehingga orang tersebut tidak lagi dikuasai
dosa melainkan hidup dalam Kristus. Bukan
lagi hamba dosa melainkan hamba Kristus.
2.
Roh Kudus memerdekakan orang percaya dari
maut.
Masut
dalam konteks ini menunjuk pada kematian rohani atau keterpisahan dari Allah
akibat dosa. Dan Roh Kudus memerdekakan
orang percaya dari kematian rohani. Hal
ini menjelaskan bahwa saat orang percaya Yesus, Roh Kudus memulihkan dalam
Kristus hubungan orang percaya dengan Allah.
Saat orang percaya Yesus, hubungan yang terpisah kembali dipulihkan
sehingga orang percaya dapat bersekutu dengan Allah.
IMPLIKASI
1.
Orang percaya harus bersyukur sebab telah
dimerdekakan dari keterikatan hukum dosa dan maut. Dalam ayat 2 dijelaskan “Roh, yang memberi
hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”
2.
Orang percaya harus bersyukur sebab dapat kembali
bersekutu dengan Allah sebab keterpisahan dengan Allah karena dosa telah
dipulihkan di dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus sebab “Roh, yang memberi
hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Roma,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
Crampton, Alkitab: Firman Allah, Diterj. Steve
Hendra, cet. Kedua. Surabaya: Momentum, 2001.
Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru: volume 2,
Terj. Hendry Ongkowidjojo, Surabaya: Momentum,
2009.
Hagelberg, Tafsiran Roma: dari bahasa Yunani. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Marxen,
Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2010.
0 komentar:
Posting Komentar