Maret 09, 2020
0
wwwgevari.blogspot.com


PENGANTAR KITAB ROMA

              Untuk memahami isi kitab Roma, perlu terlebih dahulu memahami pengantar kitab Roma. 

Penulis Kitab Roma
              Dalam rentang waktu yang lama, dalam  proses pengkanonisasian Perjanjian Baru yang selesai pada tahun 397 M di Kartago,[1] kepenulisan Rasul Paulus atas surat Roma tidak pernah terbantahkan.   Perdebatan mengenai identitas penulis surat Roma justru muncul belakangan dari kalangan teolog liberal.  Tetapi problematika tersebut dapat diselesaikan, bahkan hampir semua sepakat untuk mengakui Rasul Paulus sebagai penulis surat Roma.[2]  Setidaknya ada tiga alasan yang tidak dapat disanggah terkait kepenulisan surat ini.  Pertama, dalam Roma 1:1 Paulus menyatakan bahwa dialah penulis surat ini.  Kedua, sinkronisasi antara perkataan Paulus dengan realita yang terjadi.  Misalnya, perjalanan Paulus ke Yerusalem dengan membawa persembahan dari Makedonia (Roma 15:25-27) sangat serasi dengan Kisah Para Rasul 19:21; 20:1-5; 21:15-19; 1 Korintus 16:1-5; 2 Korintus 8:1-12; dan 9:1-5.  Menurut Roma 11:1 dan Filipi 3:5 ia berasal dari suku Benyamin. Ia juga mengenal Priskila dan Akwila (Roma 16:3; band. Kis.18:2-3, 18-19), serta rindu untuk mengunjungi Roma (Roma 1:10-15; 15:22-32, bdk.Kis. 19:21).  Ketiga, kesamaan doktrinal antara surat Roma dengan surat-surat Paulus lainnya.[3]  Atas dasar pertimbangan ini, maka akan lebih mudah mengatakan bahwa surat Roma adalah buah pena Paulus daripada mengatakan sebaliknya.   Sehingga usaha-usaha menyangkal kepenulisan Paulus atas surat Roma hanyalah argumentasi lemah yang tidak didukung dengan cukup bukti yang memadai.

Tahun Dan Tempat Penulisan
              Kapan dan dimana surat Roma ditulis merupakan kebutuhan observasi yang perlu untuk mengungkap situasi dan kondisi yang riil pada masa itu.  Atas dasar beberapa indikasi yang dapat digali dari surat Roma, maka titik terang terkait tempat penulisan surat Roma dapat teridentifikasi..  Pertama, pernyataan Paulus bahwa ia “tidak mempunyai tempat kerja di daerah ini”, maksudnya Yerusalem sampai Ilirikum (Roma 15:23 bd. 15:19), menjelaskan suatu realita bahwa tempat tersebut sudah Paulus lewati.  Kedua, ia sedang dalam perjalanan membawa sumbangan dari jemaat di Makedonia dan Akhaya bagi orang-orang miskin di Yerusalem (Roma 15:25-26).  Ketiga, pujian Paulus terhadap Febe, yang notabene melayani di Kengkrea, yaitu pelabuhan sebelah Barat kota Korintus (Roma 16:1-2), demikian juga dengan Gayus, sang pemberi tumpangan (Roma 16:23; bd. 1 Kor. 1:14), serta Erastus, yang adalah bendahara negeri, mereka adalah orang-orang yang tinggal di Korintus (Roma 16:23; bd. 2 Tim. 4:20).  Keempat, rencana misi Paulus ke Spanyol, yang melaluinya ia berharap akan mendapat bantuan dan dukungan dari jemaat Roma (Roma 15:24, 28).  Atas dasar indikasi tersebut, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pada waktu itu Paulus sedang dalam akhir perjalanan misinya yang ketiga (Kis. 19:21).Ia sedang berada di Yunani saat menulis surat ini.  Apalagi berdasarkan penjelasan dalam Kisah Para Rasul 20:2-3 Paulus berada di sana selama 3 bulan. Kesempatan ini memungkinkan Paulus mengerjakan semuanya ini.  Dan jika dalam suratnya ia menyebut nama Gayus, seseorang yang telah memberinya tumpangan, maka dapat dipastikan surat ini ditulis di Korintus[4] dan dikirimkan melalui perantaraan Febe (Roma 16:1-2), seorang diaken dari jemaat Kengkrea, yang memang akan berangkat ke Roma.[5]
              Penyebutan Galio terkait dengan pengangkatannya sebagai Gubernur di Akhaya (Kis. 18:12) merupakan indikasi historis yang penting bagi penentuan tanggal penulisan surat Roma.[6]
Menurut prasasti Delfi, Galio menjabat sebagai gubernur pada tahun kedua belas kekuasaan tribunicial Klaudius dan setelah dua puluh enam tahun proklamasinya sebagai Kaisar.Hal ini harus terjadi sebelum Agustus 52, ketika proklamasi kedua puluh tujuh dibuat.Karena gubernur biasanya menjabat di pertengahan musim panas, maka pertengahan musim panas   52 M umumnya dianggap sebagai dimulainya jabatan Galio.[7]
Jika pengangkatan Galio sebagai gubernur Akhaya terjadi pada perjalanan misi Paulus yang kedua, maka tentunya ada jedah waktu hingga penulisan surat Roma oleh Paulus pada perjalanan misinya yang ketiga di Korintus.
              Berdasarkan indikasi dalam Roma 16:3, maka akan sangat tidak mungkin jikalau surat Roma ditulis dalam periode tahun 54 M ke bawah. Maklumat Klaudius yang melarang orang Yahudi tinggal di Roma akan sangat tidak memungkinkan bagi Priskila dan Akwila untuk kembali ke Roma.  Akan lebih masuk akal jika penulisan surat Roma terjadi pada akhir tahun 55 sampai awal tahun 57, yaitu pada saat awal pemerintahan Kaisar Nero.  Melunaknya maklumat itu oleh Nero, karena pengaruh istrinya yang lebih memihak kepada orang Yahudi, memberikan kesempatan yang memungkinkan bagi orang-orang Kristen Yahudi untuk kembali ke kota Roma.[8]
              Demikian juga dengan Roma 13:1-7 akan lebih mudah dipahami dalam realita historis yang demikian.  Kondisi ini memungkinkan Paulus bisa dengan mudah mendorong orang Kristen untuk setia membayar pajak, tanpa kecuali orang Kristen Yahudi, meskipun mereka pernah terlukai dan terasa begitu menekan dan memberatkan, sebab dengan demikian mereka sedang menghormati Allah dalam tanggung jawab mereka sebagai warga Negara (Roma 13:6-7). 
              Dengan demikian apa yang sedang Paulus bangun sesungguhnya bukanlah risalah dogmatis tentang pemerintahan dan negara, melainkan suatu tuntutan akan tingkah laku yang setia guna menghindari maklumat yang baru (Roma 13:1-5).[9]  Realita ini akan lebih memungkinkan dipahami dalam konteks Nero daripada Klaudius.  Indikasi-indikasi tersebut semakin meyakinkan bahwa periode awal pemerintahan Nero merupakan saat di mana Paulus menulis suratnya kepada jemaat di Roma, yaitu antara tahun 55 hingga 57 M.

Tujuan Penulisan Surat Roma
              Surat Roma ditulis dalam kerangka tujuan dari situasi historis pada waktu itu.  Dalam Roma 15:22-25 Paulus menjelaskan kerinduannya untuk memberitakan Injil ke Spanyol.  Untuk maksud tersebut ia berharap dapat bertemu terlebih dahulu dengan jemaat Roma, yang ia harapkan kelak dapat membantu perjalanan misinya ke Spanyol.  Saat itu ia sedang dalam perjalanan ke Yerusalem yang penuh resiko untuk menyerahkan suatu persembahan.  Karena itu ia memohon dukungan doa dari saudara-saudara seiman di kota Roma (Roma 15:30-31). 
              Ada skenario besar yang sedang Paulus persiapkan dalam orientasi pelayanan misinya.Ia melihat ada ladang luas di wilayah bagian Barat yang belum terjamah dan akan dimenangkan bagi Kristus.  Inilah impian besar yang sedang Paulus gumulkan.  Ketika semuannya nanti benar-benar terlaksana, iamembutuhkan suatu basis operasi, dan itu adalah Roma,[10] pusat dunia yang benar-benar strategis
              Meskipun tampaknya Paulus ingin menumbuhkan perhatian bagi misinya ke Spanyol (Roma 15:22-25), tetapi hal ini tidak cukup menjelaskan kandungan teologis surat ini.[11]  Artinya, kalau tujuan Paulus hanya sekedar membangkitkan minat pada rencanan misinya di dunia Barat, mengapa ia memberikan uraian teologis yang begitu panjang?  Tujuan misi saja tidaklah cukup menjelaskan maksud yang sedang Paulus sampaikan melalui suratnya kepada jemaat di Roma.
              Pandangan tradisional menjelaskan bahwa surat Roma mengandung pernyataan penuh dari posisi doktrinal Paulus.[12]  Artinya, surat ini lebih merupakan sebuah risalah dan tidak terlalu terkait dengan situasi historis pada masa itu.  Teori ini kurang memuaskan.Setidaknya ada tiga kelemahan dari teori tersebut yang sangat mendasar.Pertama, tidak memuat semua kebenaran penting yang Paulus pernah paparkan, kedua, Roma 9-11 tidak dapat dijelaskan tanpa merujuk situasi historis, dan ketiga, Roma 1:7-15 serta rujukan pribadi merupakan bagian integral surat Roma yang perlu dipertimbangkan saat membahas tujuan kepenulisannya.[13]
              Pertimbangan yang penuh harus mencakup situasi pembaca saat itu.  Latar belakang historis menjadi dasar evaluasi bagaimana Paulus mencoba untuk menjelaskan kebenaran akan pengharapan iman Kristen, yang seharusnya terimplementasi melalui etika moral Kristen yang mulia.   Maklumat Klaudius yang dipicu oleh huru-hara akibat perbantahan antara orang Yahudi dengan orang Kristen (Yahudi Kristen), yang berkonsekuensi pada terusirnya semua orang Yahudi dari kota Roma pada tahun 49 M,[14] tentunya masih terbersit dalam ingatan Paulus (bd. Kis. 18:2).  Di satu sisi, orang percaya, khususnya orang Yahudi Kristen, diperhadapkan kepada perlawanan orang-orang sebangsanya, tetapi di sisi lain, mereka juga dimusuhi oleh pemerintah.  Realita ini seharusnya menjadi cermin bagi orang percaya manakala pada akhirnya mereka diijinkan kembali untuk tinggal di Roma pada masa awal pemerintahan Nero. Suasana historis inilah yang memicu Paulus untuk panjang lebar menjelaskan kebenaran iman Kristen kepada mereka (Roma 1:16-11:36), meskipun dalam nada yang lebih bersifat umum.  Ia berharap melalui suratnya jemaat Roma dibawa kepada pemahaman yang benar akan iman Kristen, yang pada akhirnya mampu mengimplementasikan iman itu dalam ranah kehidupan riil sehari-hari.
              Penting bagi Paulus untuk mengungkap secara jernih, baik dalam konteks orang Yahudi maupun non Yahudi dalam terang wahyu Allah.Paulus berusaha menyuguhkan “prinsip kebenaran Kristen dengan pendekatan Yahudi, dan kemudian membahas problem kegagalan Israel dan kaitannya dengan jemaat Kristen universal.”[15]Harapan Paulus, orang percaya, baik Yahudi maupun non Yahudi, dapat bermegah bukan lagi karena “status kebangsaannya”, melainkan karena pembenaran oleh Allah melalui iman dalam Kristus Yesus (Roma 1:16-17).
              Dengan demikian, tujuan penulisan surat Roma bukan saja dilatarbelakangi oleh kerinduan Paulus untuk membuka ladang-ladang pelayanan baru di wilayah bagian Barat, melainkan juga terkait dengan situasi historis jemaat Roma pada waktu itu.  Di satu sisi, panggilan pelayanan bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi menggairahkan ia bekerja semaksimal mungkin (Roma 15:16), dan untuk itulah ia berharap mendapat dukungan dari jemaat Roma.  Tetapi di sisi lain, Paulus ingin supaya mereka bijaksana terhadap apa yang baik dan bersih terhadap apa yang jahat (Roma 16:19).  Memang benar, ketaatan jemaat Roma telah tersiar dan menjadi berkat (Roma 1:8; 16:19), tetapi penting bagi Paulus untuk menguatkan mereka dan meneguhkan panggilan mereka dalam  Kristus Yesus.  Sebab mereka masih diperhadapkan kepada tantangan iman yang tidak mudah, dan mereka harus tetap menjadi berkat.Tujuan inilah yang Paulus ingin capai melalui suratnya kepada jemaat di Roma.Harapan Paulus melalui panjang lebar penjelasan doktrinnya, jemaat Roma dapat memahami secara benar anugerah Allah, sehingga melaluinya mereka dapat bermegah sebagai anak-anak Allah dengan jalan mendedikasikan hidup mereka bagi kemuliaan-Nya.Inilah hidup yang berdimensi ibadah, dan inilah ibadah yang memperkenan hati Tuhan.

Kesimpulan
              Dari penjelasan pengantar Kitab Roma diatas jelas bahwa penulis kitab Roma adalah Paulus.  Dimana Paulus menulis surat Roma untuk jemaat Roma.  Jemaat yang masih baru. Jemaat yang masih membutuhkan pengajaran.  Jemaat yang masih bergumul tentang iman dan kepercayaannya, masih bergumul tentang cara hidup yang benar dalam kekristenan.  Dan melalui surat ini Paulus menasehati, mengajar dan menjawab semua hal terkait iman dan cara hidup yang benar dalam Tuhan.  Dan khusus dalam makalah ini Paulus menjelaskan tentang karya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya.  Dimana mengajarkan bahwa Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.



LATAR BELAKANG KONTEKS
            Sebelum kita memahami pasal 8:2, perlu kita pahami terlebih dahulu konteks ayat tersebut. 

Konteks Jauh
            Untuk memahami Roma pasal 8, kita perlu melihat dan memahami pasal atau ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.  Dalam pasal 7:1-12 , Paulus menjelaskan arti Hukum Taurat.  Paulus menjelaskan bahwa selama orang itu hidup pasti terikat dengan hukum yang berlaku.  Seperti suami dan istri.  Tapi apabila suami atau istri sudah mati maka keterikatan hokum itu sudah tidak ada lagi.  Disini Paulus ingin menjelaskan kedudukan orang percaya terkait dengan hukum Taurat.  Dalam ayat 6 dijelaskan “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.”
            Lalu muncul pertanyaan ayat 7 “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: "Jangan mengingini!".  Dalam hal ini Paulus menegaskan bahwa melalui hukum Taurat kita mengenal dosa.
            Dalam Roma 7:13-26, Paulus menjelaskan perjuangan orang percaya untuk hidup benar dihadapan Allah. Dalam ayat 15-20 dijelaskan “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. 16  Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. 17  Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. 18  Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. 19  Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. 20  Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.”  Dalam ayat-ayat itu Paulus mencoba menjelaskan kondisi tentang perjuangan melawan hukum dosa yang mencengkeram manusia.  Paulus menambahkan dalam ayat 21-24 yang berbunyi “Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. 22  Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, 23  tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. 24  Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?”  Dalam ayat-ayat dijelaskan begitu kuatnya kuasa dosa yang mencengkeram manusia.  Sehingga membuat manusia sepertinya tidak berdaya.  Dan itulah yang menjadi pergumulan hidup manusia selama di dunia ini, bagaimana kuasa dosa mencengkeran dan menguasai hidup manusia sehingga menyebabkan manusia tidak berdaya menghadapi kuasa dosa.

Konteks Dekat
Dalam konteks jauh diatas bagaimana Paulus menjelaskan mengenai kuatnya kuasa hukum dosa dan hukum maut menguasai manusia yang berdosa,  dalam Roma 8:1-17 Paulus berbalik menjelaskan mengenai hidup manusia yang sudah dimerdekakan dari hukum dosa dan maut.
Roma 8:1-17  dalam Alkitab terbitan LAI diberi judul Hidup Oleh Roh.  Hal ini menunjukkan bahwa dalam Roma 8:1-17, Paulus menjelaskan tentang bahwa Roh Kudus yang telah memerdekakan orang percaya dari kuasa dosa, akan terus bekerja untuk menguatkan orang percaya supaya dapat hidup menyenangkan hati Allah.
Dalam Roma 8:1-8 Paulus menjelaskan bahwa tidak ada penghukuman bagi orang yang ada dalam Kristus Yesus, sebab Roh Kudus telah memerdekakan mereka dari hukum dosa dan hukum maut.

ANALISA AYAT
            Untuk memahami Roma 8:2, perlu terlebih dahulu dijabarkan isi dari ayat 1-17 sebagai satu kesatuan pokok pikiran.  Roma 8: 1-4 menjelaskan  mengenai kemerdekaan orang percaya dari hukum dosa dan hukum maut.  Ayat-ayat ini merupakan kelanjutan dari isi Roma 7:6 yang menjelaskan hubungan antara kehidupan baru dalam Roh dengan karya Yesus.  Dimana tidak ada lagi penghukuman bagi orang yang ada didalam Kristus sebab ayat 2 “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”  Ayat 5-8 mempertentangkan kedua cara hidup yaitu hidup menurut daging dan hidup menurut Roh.  Dalam ayat 9-11 Paulus menjelaskan keyakinannya bahwa orang percaya harus hidup menurut Roh.  Lalu ayat 12-13 mengubah keyakinan itu menjadi nasehat. 
            Untuk memahami Roma 8:2 perlu dijelaskan tafsiran Roma 8:1 yang merupakan satu pokok pikiran. 
·         Dalam ayat 1 dijelaskan “Demikian sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada didalam Kristus Yesus” TB.
ουδεν αρα νυν κατακριμα τοις εν χριστω ιησου μη κατα σαρκα περιπατουσιν αλλα κατα πνευμα
Kata ουδεν ini menarik.  Dimana kata tersebut dapat diartikan tidak seorangpun.  Kata ini ditempatkan di depan, maka kata itu menjadi penekanan sehingga artinya sama sekali tidak ada.  Sehingga terjemahan ayat 1 yaitu “Demikian sekarang sama sekali tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada dalam Kristus Yesus.”
Memang kalau dilihat dari keseluruhan alur pemikiran Paulus, Roma 8:1 ini terkait dengan Roma 7:6. Maka kata “Demikianlah” merupakan kesimpulan bukan dari Roma 7:7-25 melainkan dari Roma 6:1-7:6.  Dalam Roma 7:6 Paulus menjelaskan bahwa “kita dibebaskan dari hukum Taurat, telah mati bagi Dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh.” 
Kata “sekarang” sangat terkait dengan Roma pasal 6, dimana kata “sekarang” tidaklah menunjuk pada saat Paulus menulis atau penerima surat membaca surat itu, tetapi menunjuk pada zaman sesudah kematian dan kebangkitan Yesus, yang merupakan zaman baru dalam sejarah keselamatan.  Kata “sekarang”  itu merujuk pada Roma 7:6 dan Roma 3:21.
Kata “penghukuman” telah muncul dalam Roma 5:16, 18.  Meskipun manusia menjadi hamba dosa, perhambaan itu menimpa dia karena kesalahannya sendiri (Roma 5:12), sehingga ia harus menjalani hukuman Allah karenanya.  Dalam Roma 7:7-25 telah digambarkan bahwa manusia selaku hamba dosa menghadapi hukum Allah sebagai kuasa yang memusuhi dia.  Keadaan itu tidak bisa tidak berakhir dengan penghukuman dalam hukuman terakhir.  Tetapi bagi mereka yang ada didalam Kristus Yesus tidak ada lagi penghukuman itu. 
Arti kata-kata “didalam Kristus Yesus” dijelaskan dalam Roma 6:11.  Yaitu tercakup didalam kematiannNya.  Tercakup dalam kematianNya yang artinya Allah memandang kematian Dia sebagai kematian orang percaya (2 Kor. 5:14), sehingga orang percaya juga memperoleh bagian dalam kematian itu yaitu pembenaran, pelepasan dari kuasa dosa.  Tercakup dalam kebangkitanNya artinya orang percaya menempuh kehidupan baru, dan kelak akan menberima tubuh baru yang tidak takluk lagi kepada kuasa maut. 
·         Dalam ayat 2 dijelaskan “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.” TB
ο γαρ νομος του πνευματος της ζωης εν χριστω ιησου ηλευθερωσεν με απο του νομου της αμαρτιας και του θανατου
Berdasarkan terjemahan bahasa Yunani diatas, dalam terjemahan LAI ketiga kata pertama dalam kalimat Yunani tidak ikut diterjemahkan yaitu ο γαρ νομος   artinya sebab hukum.  Sehingga dapat diartikan sebab hukum Roh.  Memang tidak mudah memahami bagian ini.  Apa arti hukum Roh.  Ada kemungkinan ini merupakan gaya bahasa Paulus, dimana Paulus ingin menjelaskan kaitan antara hukum Roh dengan hukum dosa dan hukum maut.
Kata “yang memberi” merupakan terjemahan bentuk genetif “(dari) kehidupan”.  Bentuk genetif ini menyatakan milik.  Sehingga “Roh yang memberi hidup” artinya Roh kehidupan (Band. Kej. 2:7).
Kata “Kristus” dari bahasa Yunaninya χριστω ιησου sehingga seharusnya diterjemahkan “Kristus Yesus”.
Kata “memerdekakan” dari bahasa Yunani ηλευθερωσεν artinya membuat bebas atau membebaskan. Bentuknya aorist indicative active artinya menyatakan perbuatan yang dilakukan pada masa lalu dan itu dilakukan hanya sekali saja namun akibatnya bisa kita rasakan sampai sekarang ini.  Ini artinya bahwa Roh Kudus telah membebaskan orang percaya dari kuasa dosa sekali untuk selamanya.
Kata “aku” dalam terjemahan Yunani  με diterjamahkan oleh LAI menjadi kamu.  Sebenarnya terjemahan Yunani aku lebih cocok untuk menunjukkan bahwa Roh Kudus membebaskan aku yang adalah orang berdosa.  Lebih bersifat pribadi.
Kata “hukum dosa dan hukum maut” berasal dari kata του νομου της αμαρτιας και του θανατου
Kata “dosa” dari kata αμαρτιας artinya dosa. Yang dimaksud dengan dosa dalam Perjanjian Lama adalah apa yang tidak dapat diterima bagi Allah; tidak harus berupa ketidaktaatan kepada Allah atau pemberontakan terhadapNya (seperti yang dinyatakan dalam 1Raj 8:50); dan tidak dapat disamakan dengan perbuatan kriminal, yang adalah pelanggaran terhadap masyarakat. Apa pun yang salah dalam hubungan dengan Allah adalah dosa (Rom 14:23). Ada satu kata Yunani dalam PB yang mempunyai arti meleset dari sasaran (Yoh 8:46; Rom 5:12). Kata lain berarti pelanggaran hukum (2 Kor 6:14) atau kebejatan moral (1Yoh 3:12).
Kata “maut” dari kata θανατου artinya mati.  Mati dalam bagian ini bisa merujuk pada kematian jasmani atau rohani; namun dalam ayat ini lebih merujuk pada kematian rohani yaitu terpisah dari Tuhan Allah.
Dalam terjemahan LAI kata “hukum” diterjemahkan dua kali sedang dalam naskah Yunani hanya sekali saja.  Oleh karena itu terjemahan harafiah dari kalimat Yunani yaitu “ Sebab hukum Roh kehidupan di dalam Kristus Yesus telah memerdekakan aku dari hukum dosa dan  maut.”  
Ayat ini mengandung rumus yang sangat padat tentang karya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya.  Dalam bagian ayat 2b Paulus meringkaskan isi Roma 7:13-23 pada umumnya dan Roma 7:22-23 pada khususnya mengenai dimerdekakan dari hukum dosa dan hukum maut.  Dalam bagian ayat 2a Paulus menjelaskan pribadi yang memerdekakan orang percaya dari hukum dosa dan hukum maut..  Walaupun begitu ada kesulitan dalam menafsir ayat ini terutama berkaitan dengan kata “hukum” yang dalam terjemahan LAI tidak dituliskan.  Namun untuk mengerti ayat ini, kita bisa membandingkan dengan Roma 7:21-23.
Sesuai dengan konteks kata-kata “hukum dosa dan (hukum) maut” sepertinya merujuk isi Roma 7:13-23.  Dan kemungkinan kata “hukum” bagian ini dipakai dengan arti “hukum taurat”.  Hukum Taurat itu memang bukan dosa (Roma 7:7), tetapi “merangsang dosa” (Roma 7:5) dalam diri manusia yang telah membiarkan dosa itu masuk ke dalam kehidupannya (Roma 5:12).
Yang jelas juga “didalam Kristus Yesus manusia (“aku”) dimerdekakan dari hukum yang menjadi alat dosa dan yang mendatangkan maut itu.  Ia dimerdekakan darinya oleh Roh Kudus, yang memberikan kekuatan menempuh kehidupan yang baru yang akhirnya mendatangkan kehidupan yang kekal. 
Dalam Roma 7:21-23 dijelaskan bahwa “hukum” tetap mengandung arti “hukum Allah” (bandingkan Roma 7:10).  Dalam Roma 7:10 dijelaskan bahwa hukum Allah “seharusnya membawa kepada hidup”, tetapi bagi “aku” yang telah dimasuki dosa membawa kematian.  Jadi hukum yang karena kuasa dosa dalam kedagingan menjadi alat dosa dan membawa kematian, dan “kini” yaitu “dalam Kristus Yesus” menjadi alat Roh Kudus dan mendatangkan kehidupan.  Sebab di dalam mereka yang telah menjadi satu dengan Kristus (Roma 6), yang berada “di dalam Kristus” (Roma 8:1), kuasa dosa telah dipatahkan (Roma 6:11). 
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa: Pertama, Roh Kudus tidak bekerja terlepas dari Yesus Kristus.  Pembaruan hidup oleh Roh itu diperoleh hanya oleh mereka yang “di dalam Kristus”.  Kedua, kehidupan baru yang suci yang merupakan hasil pekerjaan Roh Kudus merupakan sisi balik “kematian bersama Kristus”.  Dimana pengudusan tidak pernah berlangsung terlepas dari pembenaran atau sebaliknya.  Ini berarti tidak mungkin kehidupan baru, hidup dalam Roh membawa pada kesombongan.  Tidak mungkin kehidupan baru itu membuat orang berupaya menonjolkan diri, mempertahankan kepentingan dan kedudukan sendiri di hadapan Tuhan atau terhadap sesama manusia dan sesama orang Kristen, sebab mereka yang “telah mati bersama Kristus.

MAKNA TEOLOGIS
KARYA ROH KUDUS DALAM HIDUP ORANG PERCAYA
1.    Roh Kudus memerdekakan orang percaya dari hukum dosa
Sebelum orang percaya Yesus, hidupnya dikuasai oleh dosa.  Hidupnya terikat oleh hokum dosa.  Semua keinginan, kemauan dan kehendaknya dikuasai oleh dosa.  Namun setelah percaya Yesus, Roh Kudus memerdekakan mereka dari kuasa dosa.  Sehingga orang tersebut tidak lagi dikuasai dosa melainkan hidup dalam Kristus.  Bukan lagi hamba dosa melainkan hamba Kristus.
2.    Roh Kudus memerdekakan orang percaya dari maut.
Masut dalam konteks ini menunjuk pada kematian rohani atau keterpisahan dari Allah akibat dosa.  Dan Roh Kudus memerdekakan orang percaya dari kematian rohani.  Hal ini menjelaskan bahwa saat orang percaya Yesus, Roh Kudus memulihkan dalam Kristus hubungan orang percaya dengan Allah.  Saat orang percaya Yesus, hubungan yang terpisah kembali dipulihkan sehingga orang percaya dapat bersekutu dengan Allah.

IMPLIKASI
1.    Orang percaya harus bersyukur sebab telah dimerdekakan dari keterikatan hukum dosa dan maut.  Dalam ayat 2 dijelaskan “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”
2.    Orang percaya harus bersyukur sebab dapat kembali bersekutu dengan Allah sebab keterpisahan dengan Allah karena dosa telah dipulihkan di dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus sebab “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”



DAFTAR KEPUSTAKAAN


Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Roma, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008

Crampton, Alkitab: Firman Allah, Diterj. Steve Hendra, cet. Kedua. Surabaya: Momentum, 2001.

Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru: volume 2, Terj. Hendry Ongkowidjojo, Surabaya:  Momentum, 2009.

Hagelberg, Tafsiran Roma: dari bahasa Yunani. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011

Marxen, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.

         

           




                2 Crampton, Alkitab: Firman Allah, Diterj. Steve Hendra, cet. Kedua (Surabaya: Momentum, 2001) hlm. 45-47.
                3 Hagelberg, Tafsiran Roma: dari bahasa Yunani, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hlm. 4.
                4 Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru: volume 2, Terj. Hendry Ongkowidjojo, Surabaya: Momentum, 2009, hlm. 6.
[4]Tuluan, Introduksi Perjanjian Baru, (Batu: Literatur YPPII, tth), hlm. 82.
                15 Tenney, Survey Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 1992, hlm. 10
                16 Douglas (penyunting), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: A-L, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000, hlm. 326
                17 Guthrie, Pengantar Perjanjian baru: volume 2, hlm. 173.
                18 Marxen, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarata: BPK Gunung Mulia, hlm. 115.
                1918 Marxen, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarata: BPK Gunung Mulia, hlm. 116.
                34 Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Roma, hlm. 10-13
                35 Guthrie, Pengantar Perjanjian baru: volume 2, hlm. 6.
36Ibid, hlm. 6.
37Guthrie, Pengantar Perjanjian baru: volume 2, hlm. 6-7.
38 Guthrie (ed), Tafsir Alkitab Masa Kini 3: Matius-Wahyu, hlm. 406.
39 Guthrie, Pengantar Perjanjian baru: volume 2, hlm. 8.

0 komentar: