www.idntimes.com
Latar Belakang Masalah
Allah
menciptakan manusia “menurut citraNya dan gambarNya sendiri.” Sebagai pria dan
wanita. Lalu, Allah memberkati mereka
dan berfirman: “Beranak cuculah dan bertambah banyaklah, penuhilah
bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung
di udara dan atas segala binatang yang merayap dibumi.” (kejadian 1:28).
1
|
Pernikahan
adalah suatu hal yang penting di dalam kehidupan manusia, dimana pernikahan
adalah merupakan suatu persekutuan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan dimana seorang laki-laki harus meninggalkan Ayahnya begitu pula
seorang wanita meninggalkan Ayah dan
Ibunya dan bersama-sama dengan suaminya.[2] Pernikahan sangat perlu diperhatikan oleh
setiap pribadi yang mau membentuk sebuah
keluarga baru, agar ikatan pernikahan yang baru sungguh-sungguh menjadi satu
pernikahan yang baik dan tidak ada yang menjadi sebuah persoalan dalam hubungan
tersebut.[3] Diettrich
Bonhoeffer mengungkapkan bahwa
pernikahan itu adalah lebih dari sekadar mencintai satu sama lain.[4]
Pada
zaman Alkitab, Perkawinan
diatur oleh orang tua dan anak-anak diaharapkan untuk mengikuti pilihan mereka. Lamaran perkawinan biasanya diprakarsai oleh
Ayah mempelai laki-laki (Kej 38:6). Sesudah lamaran diterima oleh Ayah mempelai
perempuan, Ayah mempelai laki-laki membayar mas kawin atau mahar kepada orang
tua mempelai perempuan. Dr. J. Verkuyl
dalam satu pernyataan mengungkapkan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan pria
dan wanita untuk seumur hidup. Pernikahan itu sendiri
adalah suatu bentuk persekutuan yang indah dihadapan Tuhan.[5] Dalam
mencintai seseorang sering beranggapan bahwa surga adalah sebuah kebahagiaan,
namun di dalam pernikahan, seseorang di haruskan bertanggung jawab terhadap
dunia maupun manusia. Cinta memang harta
milik setiap pribadi, akan tetapi pernikahan bukan sesuatu hal yang hanya
bersifat pribadi. Pernikahan adalah
sebuah tugas yang mempertalikan suami isteri menjadi satu dihadapan Tuhan dan menjadi kemuliaan bagi Tuhan.[6] Allah menjadikan manusia
dalam bentuk pria dan wanita sebagai suatu bagian dasar dari ciptaannya, dan
Allah pada umumya menghendaki manusia untuk menikah.[7]
Pada
zaman dahulu bahkan sampai sekarang ini, masih banyak para orang tua suku Nias
khususnya di masyarakat “Desa Tuhemberua Nias-Selatan” dimana para orang tua terburu-buru menikahkan
anak-anaknya dalam usia yang masih remaja di antara
masyarakat “Desa Tuhemberua Nias-Selatan” dikarenakan ada alasan-alasan yang
ada yaitu karena di Nias perempuan hanya kerja di dapur, kerja di ladang, dan
lain sebagainya. Di daerah Masyarakat
Desa Tuhemberua Nias- selatan pernikahan
usia dini juga terjadi dimana para orang tua menjodohkan anak-anaknya meskipun
masih dalam usia yang paling muda, namun para orang tua mempunyai tanggapan
supaya mendapatkan jujuran yang tinggi
sehingga anak yang masih dalam usia muda menjadi korban.
Pernikahan
dini adalah pernikahan yang terjadi di
usia yang paling muda, dikarenakan oleh berbagai faktor yang terjadi
karena masalah ekonomi, masalah kemiskinan dalam keluarga, rendahnya tingkat
pendidikan maupun pengetahuan orang tua, dan orang tua yang merasa takut anaknya akan menjadi tua.[8]
Dengan
menilai realitas pernikahan usia dini yang terjadi di masyarakat Tuhemberua
hingga sampai sekarang, terungkap bahwa dimana pernikahan dini yang terjadi
tidak diterima oleh gereja, tidak diberkati di gereja, tidak diterima menjadi
jemaat, dan ketika sudah punya anakpun tidak diberkati digereja setempat.[9] Menurut
tokoh masyarakat di Desa Tuhemberua nilai realitas pernikahan usia dini.
Yang terjadi tidak tercatat sebagai warga jema’at, meskipun datang ke gereja tapi tetap
tidak tercatat sebagai warga jema’at, dan tidak juga dilayani dalam perjamuan
kudus, Sebelum mengikuti bimbingan konseling pengembalaan.
[10]
Adapun
pernikahan usia dini yang dilakukan anak-anak remaja yaitu adanya hubungan yang
mengakibatkan anak-anak remaja mengalami banyak kesulitan ketika sudah
berkeluarga, contohnya adalah tidak sanggup membiayaini keluarga itu
tidak gampang sangat sulit sehingga laki dan perempuan tidak siap untuk
membentuk keluarga, sehingga terjadi ketidak cocokkan dalam keluarga. Laki
memukul istrinya, terjadi perselingkuhan, pertengkaran, percekcokan, saling mengalahkan
kedua-duanya. Mengalahkan orang tua karena belum ada kesiapan untuk membentuk
keluarga, baik secara ekonomi maupun secara fisik sehingga terjadi ketidakharmonisan dalam keluarga. Tidak ada
kerjasama dalam keluarga karena pemikiran masih anak-anak, emosi yang belum
stabil sehingga keluarga menjadi menderita, memukuli istrinya seperti ketika
suami minta uang tidak diberikan, main judi, mabuk-mabukkan, mencuri, timbul
penyesalan, memukuli orang tua, sehingga hidup keluarga tidak memuliakan Tuhan.[11] Oleh karena itu, melihat kondisi pernikahan usia dini di Desa
Tuhemberua Nias- Selatan penulis merasa tertarik mengangkat sebuah judul “Tinjauan Kritis Teologi Terhadap
Pernikahan Usia Dini di Antara Masyarakat Tuhemberua dan Implikasinya terhadap
kepentingan pengajaran gereja tentang pernikahan bagi jemaat GNKP-I di Desa
Tuhemberua Nias-Selatan”
[1] Joice coon, Isaac. Rencana Allah Bagi Rumah Tangga Kristen
(Kisumu: Kenya. 1978.) hal 9-36.
[2] Ruth Suwam. Pernikahan Pokok-pokok Kekristenan. Surabaya: 1978. Hal 3.
[3]
Les dan Leslie Parrot. Menjadi
Belahan Jiwa. Jakarta: Jl. Gunung Sahari XI, 1995. Hal 97-102.
[4] George
W. Knighht. Adat Istiadat Alkitab.
Jakarta: Jl. Kwintang 2015
[5] Dr. J. Verkuyl. Etika Kristen Seksuil. Bpk. Gunung
Mulia: 1989. Hal 105-131.
[7]Larry Christenson. Keluarga Kristen. Buku Betania semarang:
1970. Hal 18-19.
[9] Hasil wawancara dengan
tokoh adat Talimi
Ndruru yang memiliki peranan penting dalam masyarakat Tuhemberua dan bidang
Budaya Sanggar Nias-Selatan. Minggu 23 okt 2016-pukul 20.00 Wib.
Latar
Belakang Masalah
Persekutuan Oikumene Juanda adalah persekutuan yang didirikan pada 22 Desember 1978
dan diresmikan oleh Panglima daerah TNI-AL yang bernama Atmodjo Brotodarmodjo
(Laksamana Muda TNI).[1]
Awalnya Persekutuan Oikumene Juanda didirikan di Komplek Lanudal
Juanda namun beberapa waktu kemudian Persekutuan Oikumene Juanda dipindahkan ke Komplek Puspenerbal Juanda yang dikenal
sampai saat ini.[2] Alasan perpindahan
persekutuan ini adalah karena di Komplek Lanudal Juanda Persekutuan Oikumene Juanda hanya di hadiri oleh anggota-anggota ABRI dan
keluarganya.[3] Namun setelah dipindahkan
di Komplek Puspenerbal Juanda maka anggota jemaat yang hadir semakin banyak
yang terdiri dari berbagai macam interdenominasi gereja.
Denominasi gereja yang
bergabung di Persekutuan Oikumene Juanda
adalah
Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB),
Gereja Bethany, Gereja Protestan Di Indonesia (GPDI), Gereja Huria Kristen Batak Protestan (GHKBP), dan Gereja Kristen Injili (GKI).[4] Keunikan inilah yang membuat Persekutuan Oikumene Juanda
berbeda dengan gereja-gereja pada umunya. Apabila gereja pada umunya hanya
terdiri dari satu denominasi namun Persekutuan Oikumene Juanda mampu
menyatukannya menjadi satu tubuh Kristus. Ketua Persekutuan Oikumene Juanda memberi
alasan mengapa persekutuan ini disebut Persekutuan Oikumene Juanda dan bukanlah
gereja yaitu karena tujuan awal persekutuan ini adalah bukanlah mendirikan
gereja namun membentuk persekutuan Kristen untuk membangun kerohaniaan anggota
– anggota ABRI di Lanudal Juanda.[5]
Persekutuan Oikumene Juanda memiliki dukungan yang kuat
dari pemerintahan setempat baik berupa materi maupun jaminan gedung persekutuan
yang permanen. Hal ini tertulis dalam Addendum kedua perjanjian kerja sama
antara Gereja Persekutuan Oikumene Juanda dengan pangkalan utama TNI AL V pada
tahun 2011 yang berisi:
Bahwa Pangkalan Utama TNI AL V mempunyai
sebidang tanah BMN TNI AL seluas 800 m² di kompleks TNI AL Pulungan sidoarjo.
Tanah tersebut diperuntukkan sebagai tempat sarana Gereja dalam rangka memenuhi
hak prajurit AL beserta keluarganya berupa rawatan dan layanan kedinasan
pembinaan mental dan pelayanan keagamaan sebagai mana di atur dalam pasal 50
ayat 2-3 undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang tentara nasional Indonesia.[6]
Ketua Persekutuan Oikumene Juanda saat ini menegaskan
bahwa awal terbentuknya persekutuan ini di dasari oleh firman Tuhan dan
kehidupan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul. Persekutuan ini mengklaim
bahwa kehidupan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 membuktikan
bahwa mereka hidup bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan
mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (Kis. 2:42). Sehingga
terbentuklah Persekutuan Oikumene Juanda dan diresmikan oleh Panglima daerah TNI-AL
yang bernama Atmodjo Brotodarmodjo
pada 22 Desember 1978.[7]
Pertambahan anggota jemaat secara kuantitatif maupun
secara kualitatif pun semakin meningkat. Namun Persekutuan Oikumene Juanda
menyadari visi misinya bahwa persekutuan ini didirikan bukanlah untuk
menjadikan jemaat gereja lain menjadi jemaat tetap dan terdaftar sebagai
anggota Persekutuan Oikumene Juanda. Sebab Persekutuan Oikumene Juanda hanyalah
wadah yang bertujuan untuk memberikan ruang pendalaman Alkitab bagi anggota
jemaat yang hadir. Visi dari Persekutuan Oikumene Juanda adalah hidup seperti
Tuhan Yesus. Maksudnya adalah Persekutuan Oikumene Juanda bertujuan untuk
merangkul semua denominasi-denominasi yang berbeda. Sama halnya yang Tuhan
Yesus lakukan ketika Ia memanggil murid-muridnya tanpa melihat latar belakang
dan status sosial. Sedangkan misinya adalah melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan
Yesus terutama dalam Persekutuan Oikumene Juanda.
Dalam penyelenggaraan ibadah minggu, anggota jemaat yang
hadir dilayani oleh hamba-hamba Tuhan dari berbagai denominasi gereja dengan
ketentuan yakni tidak mengajarkan doktrin dari gereja asal seperti baptis
selam, bahasa roh dan lain sebagainya. Persekutuan Oikumene Juanda bukanlah
dipimpin oleh seorang pendeta atau gembala sidang namun hanya dipimpin dan
dibina oleh pengurus yang terpilih yakni Komandan Lanudal Juanda. Persekutuan
Oikumene Juanda juga tidaklah menyelenggarakan sakramen-sakramen seperti sakramen
baptisan, perjamuan kudus serta upacara-upacara gerejawi seperti pemberkatan
nikah, pelayanan orang mati kecuali ibadah perayaan natal, dan ibadah perayaan paskah.
Semua sakramen maupun upacara-upacara gerejawi di atas dilaksanakan oleh anggota
jemaat di gereja asal masing-masing kecuali ibadah perayaan natal, dan ibadah
perayaan paskah. Lalu bagaimana dengan jemaat yang tidak pernah mengikuti
sakramen? Bidang kerohanian Persekutuan Oikumene Juanda menjelaskan bahwa
sejauh ini tidak ada anggota jemaat yang tidak memiliki gereja induk. Namun
apabila ada anggota jemaat baru, maka Persekutuan Oikumene Juanda akan
menyerahkan kepada gereja relasi setempat yang memiliki denominasi gereja yang
sama dengan anggota jemaat tersebut.[8]
Terwujudnya suatu
program pelayanan dalam Persekutuan Oikumene Juanda tidak terlepas dari
pemimpin-pemimpin yang sudah ditetapkan. Adapun bentuk-bentuk kepengurusan
dalam Persekutuan Oikumene Juanda terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara,
seksi rohani, seksi pembangunan dan seksi sosial (termasuk diakonia).
Persekutuan Oikumene Juanda memiliki relasi yang baik dengan gereja-gereja
setempat sehingga semua pengurus dalam Persekutuan Oikumene Juanda berasal dari
denominasi gereja yang berbeda.
Dalam Persekutuan Oikumene Juanda bukan hanya ibadah
minggu pagi saja namun terdiri dari beberapa bagian di antaranya yakni ibadah
minggu pagi (jam 8 pagi), ibadah sekolah minggu (jam 8 pagi), ibadah tunas
remaja (jam 4 sore), ibadah pemuda (jam 5 sore), menara doa (kamis jam 10
pagi), dan ibadah sekolah minggu sabtu ceria (jam 4 sore). Rata-rata jumlah
anggota jemaat yang hadir setiap minggu adalah 150 0rang. Namun pada saat
acara-acara besar seperti paskah, tujuh belasan agustus, natal dan tahun baru
mencapai 500 jumlah anggota jemaat yang hadir. Sedangkan anak-anak sekolah
minggu rata-rata berjumlah 100 anak, tunas remaja 20 orang, dan pemuda sebanyak
15 orang. Adapun kegiatan-kegiatan di luar gereja yakni kebaktian padang,
retreat, kunjungan ke panti asuhan ataupun panti jompo, kunjungan kepada
orang-orang sakit dan kegiatan bakti sosial.
Persekutuan Oikumene Juanda memberikan kebebasan kepada
semua anggota jemaat yang hadir untuk terlibat dalam pelayanan. Meskipun
demikian, tetap ada pengawasan dan pembinaan terlebih dahulu bagi setiap anggota
jemaat yang melayani. Bentuk-bentuk pelayanan yang ada yakni pelayanan sekolah
minggu setiap hari sabtu sore dan minggu pagi, pelayanan altar yang terdiri
dari pendamping satu sebagai pemimpin ibadah, pendamping dua sebagai pembaca
warta jemaat, pendamping tiga sebagai pendamping pendeta untuk membacakan
firman Tuhan, pelayanan multimedia, dan pemandu pujian. Semua yang terlibat
dalam pelayanan ini ialah dari interdenominasi gereja yang berbeda dan bahkan
jemaat biasa sekalipun terlibat dalam pelayanan ini. Tujuan utama Persekutuan
Oikumene Juanda melibatkan semua anggota jemaat dalam pelayanan adalah untuk
memperlengkapi anggota jemaat yang ada supaya terlibat juga dalam pelayanan di
gereja asal masing-masing.
Secara umum oikumene merujuk pada pengertian yang
universal dan terdiri dari berbagai denominasi gereja-gereja. Namun pada
kenyataannya dengan banyaknya denominasi yang bergabung dalam Persekutuan
Oikumene Juanda membuat beberapa pemisah antar denominasi yang satu dengan
denominasi yang lainnya. Meskipun demikian, doktrin atau pengajaran yang dibawa
ke dalam Persekutuan Oikumene Juanda bersifat interdenominasi. Hanya saja,
karena ini bersifat persekutuan maka penekanan pengajarannya lebih bersifat
praktis dan mudah dimengerti oleh anggota jemaat dan tidak menyimpang dari
doktrin denominasi gereja lainnya.
Persekutuan Oikumene Juanda juga memiliki kelebihan yang
membuatnya berbeda dengan gereja pada umunya. Pada umumnya dalam suatu gereja pembawa
firman harus dari gereja dengan doktrin yang sama, para pelayan haruslah para
penatua atau majelis yang sudah ditentukan sehingga jemaat tidak pernah
terlibat sama sekali dalam pelayanan. Namun, dalam Persekutuan Oikumene Juanda
anggota jemaat yang senantiasa hadir diberi kesempatan untuk terlibat dalam pelayanan
kecuali pelayanan firman Tuhan karena pelayanan firman Tuhan dilayani oleh
hamba-hamba Tuhan atau pendeta yang diundang dari gereja-gereja relasi
setempat. Persekutuan Oikumene Juanda juga
sedikit berbeda dengan gereja pada umumnya karena Persekutuan Oikumene Juanda
memiliki dukungan penuh dari pemerintah setempat. Meskipun demikian, tantangan
yang dihadapi oleh Persekutuan Oikumene Juanda sama halnya yang dialami oleh
gereja-gereja pada umumnya. Sebab dalam mempersatukan budaya, doktrin dan yang lainnya
tidaklah mudah.
Beberapa kompleksitas masalah lain yang dihadapi oleh
Persekutuan Oikumene Juanda. Pertama, karena Persekutuan Oikumene Juanda tidak
bersifat menjadikan anggota jemaat menjadi anggota jemaat tetap di Persekutuan
Oikumene Juanda maka Persekutuan Oikumene Juanda memiliki kesulitan dalam
menjadwal anggota jemaat yang hadir untuk terlibat dalam pelayanan. Kedua, Persekutuan
Oikumene Juanda tidak memiliki pengerja-pengerja tetap seperti gereja atau
lembaga-lembaga lain pada umumnya. Ketiga, Persekutuan Oikumene Juanda tidak
pernah berharap sampai saat ini untuk memiliki seorang gembala atau pendeta.
Sebab Persekutuan Oikumene Juanda menyadari bahwa tujuan awal terbentuknya
persekutuan ini bukanlah bersifat mengikat tetapi hanyalah tempat pendalaman
Alkitab bagi semua anggota jemaat yang hadir. Keempat, Persekutuan Oikumene Juanda
tidak dapat memperkirakan berapa jumlah anggota jemaat yang akan hadir tiap
minggunya. Alasannya adalah karena anggota jemaat yang hadir memang bukanlah
anggota jemaat yang tetap dan terikat dengan Persekutuan Oikumene Juanda.
Persekutuan Oikumene Juanda tidak leluasa mengadakan
pelayanan kunjungan seperti yang dilakukan gereja pada umumnya. Sebab kunjungan
adalah tanggung jawab gereja anggota jemaat masing-masing. Namun, Persekutuan
Oikumene Juanda hanya dapat melakukan kunjungan kepada orang-orang sakit dan
anggota jemaat yang baru melahirkan. Selain itu Persekutuan Oikumene Juanda
tidak memiliki hak untuk berkunjung ke rumah anggota jemaat kecuali dapat izin dari
gereja setempat. Terkait beberapa hal di atas, Persekutuan Oikumene Juanda
sangat berharap bahwa pelayanan dalam persekutuan terlaksana dengan baik dan
semestinya.
Gereja-gereja relasi memberi dukungan penuh atas jalannya
Persekutuan Oikumene Juanda baik berupa tenaga maupun materi. Keterlibatan
anggota jemaat dalam kepengurusan Persekutuan Oikumene Juanda dan dalam
pelayanan merupakan izin dari gereja-gereja relasi. Akan tetapi sebagai
konsekuensinya adalah Persekutuan Oikumene Juanda tidak dapat melibatkan
anggota jemaat sepenuhnya dalam pelayanan. Sebab anggota jemaat tersebut juga
terlibat dalam pelayanan di gereja masing-masing. Oleh karena itu, hal inilah
yang merupakan sebagian tantangan yang
dihadapi oleh Persekutuan Oikumene Juanda.
Adapun harapan Persekutuan Oikumene Juanda yakni
memperlengkapi anggota jemaat dengan cara mengadakan seminar-seminar pelayanan.
Hal demikian belum juga terwujud hingga saat ini. Hal ini di sebabkan oleh
beberapa faktor baik faktor dari dalam Persekutuan Oikumene Juanda itu sendiri
maupun faktor kurangnya dukungan dari gereja-gereja relasi. Harapan lainnya
adalah memperkenalkan anggota jemaat pentingnya terlibat dalam pelayanan misi.
Tujuannya adalah supaya pelayanan Persekutuan Oikumene Juanda bukan hanya fokus
pada Persekutuan Oikumene Juanda saja, namun pelayanan di luar Persekutuan
Oikumene Juanda juga sangat penting.
Melihat fenomena ini, maka penelitian ini akan dilakukan
dengan menggunakan metode SWOT. Metode SWOT kepanjangan dari: Strength,
Weakness, Opportunity, Threat. Sedangkan Strength
sendiri artinya kekuatan yaitu
menilai dan memperhitungkan kekuatan daya yang ada pada suatu institusi atau
organisasi. Weakness artinya kelemahan
yaitu menggali dan mengenali faktor kelemahan yang ada dan yang dapat menjadi kendala
untuk maju. Opportunity artinya peluang yaitu kejelian untuk menemukan serta
menggunakan peluang yang ada atau mungkin ada. Threat artinya ancaman yaitu
kejelian untuk melihat potensi-potensi ancaman yang datang dari berbagai sumber
yang dapat menghambat pencapaian tujuan dari suatu organisasi. Sedangkan fungsi
dari SWOT itu sendiri yaitu menolong setiap organisasi guna memahami dengan
melihat dirinya, mengevaluasi serta mengetahui fakta yang ada.[9]
Dalam bukunya “Menejemen Strategik Keorganisasian Publik”
Heene Aime, mengatakan:
SWOT merupakan suatu bentuk pemikiran
yang lebih luas, karena mampu menemukan kelemahan, serta penguatan-penguatan
yang dapat diupayakan untuk menciptakan suatu kreatifitas nilai kemasa depan
yang lebih baik.[10]
Sedangkan dalam bukunya “Manajemen Strategik” Amir TaufiQ, mengatakan:
SWOT merupakan suatu teknik yang relative
sederhana berupa alat yang dapat memudahkan dalam menganalisis dan merumuskan
strategi yang hendak dilakukan melalui pembuatan kolom-kolom yang memuat daftar
tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi dalam
organisasi”.[11]
SWOT merupakan salah satu teknik atau metode yang relative sederhana yang dapat
digunakan untuk membentuk suatu strategi dan kebijakan bagi setiap industri.
SWOT hanya alat yang dapat memudahkan dalam menganalisis dan merumuskan suatu
strategi.[12] SWOT juga memiliki
jangkauan pemikiran yang lebih luas, dalam arti bahwa SWOT dapat digunakan
dalam berbagai macam bidang. Misalnya, bidang industri, perusahaan, kesehatan,
pendidikan dan kerohanian.
Sebab dari metode SWOT, memberi arahan kepada organisasi
untuk:
1.
Mendata barang-barang
milik organisasi, baik secara kuantitas dan kualitas dari sarana-sarana finansial,
sumber daya manusai dan sarana.
2.
Untuk mengetahui
bagaimana perkembangan yang bersifat khusus, serta pengkordinasian dan
pencatatan sarana-sarana yang mempengaruhi kemampuan penciptaan nilai-nilai
dari organisasi.
3.
Memfokuskan diri
terhadap lingkungan eksternal suatu organisasi yang menentukan sesuatu yang
berubah-ubah, dan kekuatan yang menentukan strategikal organisasi serta yang
mempengaruhi alternative strateginya.
4.
Dapat mengetahui
peluang-peluang yang menyediakan kesempatan untuk mewujudnyatakan rencana
organisasi dengan lebih lancar, cepat serta dengan biaya yang lebih ringan.[13]
Melihat penjelasan-penjelasan di atas, SWOT merupakan
salah satu bentuk metode yang memiliki jangkauan yang lebih luas dalam arti
dapat digunakan dalam berbagai macam bidang untuk membuat suatu program kerja,
menganalisis suatu kondisi yang berubah-ubah. Metode ini pun dengan mudah
digunakan untuk dapat mengetahui segala kelebihan, kekurangan, peluang dan
hambatan. Yang bekerja secara terfokus pada sasaran, dengan cara yang
sistematis yang mampu meneliti lingkungan internal maupun eksternal
keorganisasian.
Oleh karena itu penulis akan membahas skripsi tentang: “Analisa
SWOT Terhadap Persekutuan Oikumene di Puspenerbal Juanda dan Implikasinya
Terhadap Perkembangan Persekutuan Kedepan.”
[1] Sutardi,“Sejarah
Awal Mula
Berdirinya Persekutuan Oikumene,” Wawancara Oleh Septinus
Waruwu, Sidoarjo, Indonesia, 20 September 2015.
[2] Puspenerbal dan Lanudal adalah
singkatan dari Pusat Penerbangan Angkatan Laut dan Landasan Udara dan Angkatan
Laut.
[3] ABRI adalah singkatan dari
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
[4] Sutardi,“Sejarah
Awal Mula
Berdirinya Persekutuan Oikumene,” Wawancara Oleh Septinus
Waruwu, Sidoarjo, Indonesia, 20 September 2015.
[5] Sutardi, “Alasan
Disebut Persekutuan dan Bukan Gereja,” Wawancara Oleh Septinus Waruwu,
Sidoarjo, Indonesia, 06
Februari 2016.
[6]
Addendum Perjanjian Kerja Sama Gereja Oikumene dengan Pangkalan Utama
TNI AL V.
[7] Sutardi, “Sejarah
Awal Mula
Berdirinya Persekutuan Oikumene,” Wawancara Oleh Septinus
Waruwu, Sidoarjo, Indonesia, 06 Februari 2016.
[9] Dr. Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, (Malang:
Penerbit Gandum Mas, 1997), 180.
[10] Heene Aime, Menejemen Strategik Keorganisasian Publik, (Bandung: PT Rapika Adi
Tama, 2011), 148.
[11] Amir TaufiQ, Manajemen Strategik, (Jakarta: PT
Rajawali Pers, 2011), 105.
[12] Ibid. 107.
[13]
Heene Aime, op cit. 148-149.
0 komentar:
Posting Komentar