Maret 16, 2020
0
www.idntimes.com

Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia “menurut citraNya dan gambarNya sendiri.” Sebagai pria dan wanita.  Lalu, Allah memberkati mereka dan berfirman:  “Beranak  cuculah dan bertambah banyaklah, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap dibumi.”  (kejadian 1:28).

1
Pria dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi sebagai teman hidup dan menempuh jalan hidup bersama “tidaklah baik kalau manusia itu hidup hanya sendiri saja.  Maka, aku akan memberikan kepadanya seorang “penolong” yang sepadan dengan dia, Istilah penolong sama seperti Allah sebagai penolong  umatNya maka Allah menciptakan Hawa menghantarnya kepada Adam. “ Maka berserulah Adam: inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku”.  (kej 2:4) yang diungkapakan diatas merupakan adanya persamaan hak dan  martabat pria dan wanita sebagai yang dimaksud Allah seperti yang tertulis di dalam kitab kejadian 1: 28, Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:  “beranak cuculah dan bertambah banyak penuhilah bumi dan taklukkanlah itu”.[1]
Pernikahan adalah suatu hal yang penting di dalam kehidupan manusia, dimana pernikahan adalah merupakan suatu persekutuan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana seorang laki-laki harus meninggalkan Ayahnya begitu pula seorang wanita meninggalkan Ayah dan  Ibunya dan bersama-sama dengan suaminya.[2]  Pernikahan sangat perlu diperhatikan oleh setiap pribadi yang mau membentuk  sebuah keluarga baru, agar ikatan pernikahan yang baru sungguh-sungguh menjadi satu pernikahan yang baik dan tidak ada yang menjadi sebuah persoalan dalam hubungan tersebut.[3]  Diettrich  Bonhoeffer mengungkapkan bahwa  pernikahan itu adalah lebih dari sekadar mencintai satu sama lain.[4]
Pada zaman Alkitab, Perkawinan diatur oleh orang tua dan anak-anak diaharapkan untuk mengikuti pilihan mereka.  Lamaran perkawinan biasanya diprakarsai oleh Ayah mempelai laki-laki (Kej 38:6). Sesudah lamaran diterima oleh Ayah mempelai perempuan, Ayah mempelai laki-laki membayar mas kawin atau mahar kepada orang tua mempelai perempuan.  Dr. J. Verkuyl dalam satu pernyataan mengungkapkan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan pria dan wanita untuk seumur hidup.  Pernikahan itu sendiri adalah suatu bentuk persekutuan yang indah dihadapan Tuhan.[5]  Dalam  mencintai seseorang sering beranggapan bahwa surga adalah sebuah kebahagiaan, namun di dalam pernikahan, seseorang di haruskan bertanggung jawab terhadap dunia maupun manusia.  Cinta memang harta milik setiap pribadi, akan tetapi pernikahan bukan sesuatu hal yang hanya bersifat pribadi.  Pernikahan adalah sebuah tugas yang mempertalikan suami isteri menjadi satu dihadapan  Tuhan dan menjadi kemuliaan bagi Tuhan.[6] Allah menjadikan manusia dalam bentuk pria dan wanita sebagai suatu bagian dasar dari ciptaannya, dan Allah pada umumya menghendaki manusia untuk menikah.[7]
Pada zaman dahulu bahkan sampai sekarang ini, masih banyak para orang tua suku Nias khususnya di masyarakat “Desa Tuhemberua Nias-Selatan”  dimana para orang tua terburu-buru menikahkan anak-anaknya  dalam usia yang masih remaja di antara masyarakat “Desa Tuhemberua Nias-Selatan” dikarenakan ada alasan-alasan yang ada yaitu karena di Nias perempuan hanya kerja di dapur, kerja di ladang, dan lain sebagainya.  Di daerah Masyarakat Desa Tuhemberua Nias- selatan  pernikahan usia dini juga terjadi dimana para orang tua menjodohkan anak-anaknya meskipun masih dalam usia yang paling muda, namun para orang tua mempunyai tanggapan supaya mendapatkan  jujuran yang tinggi sehingga anak yang masih dalam usia muda menjadi korban.
Pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi di  usia yang paling muda, dikarenakan oleh berbagai faktor yang terjadi karena masalah ekonomi, masalah kemiskinan dalam keluarga, rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, dan orang tua yang  merasa takut anaknya akan menjadi tua.[8]
Dengan menilai realitas pernikahan usia dini yang terjadi di masyarakat Tuhemberua hingga sampai sekarang, terungkap bahwa dimana pernikahan dini yang terjadi tidak diterima oleh gereja, tidak diberkati di gereja, tidak diterima menjadi jemaat, dan ketika sudah punya anakpun tidak diberkati digereja setempat.[9]  Menurut tokoh masyarakat di Desa Tuhemberua nilai realitas pernikahan  usia  dini. Yang terjadi tidak tercatat sebagai warga jemaat, meskipun datang ke gereja tapi tetap tidak tercatat sebagai warga jema’at, dan tidak juga dilayani dalam perjamuan kudus, Sebelum mengikuti bimbingan konseling  pengembalaan. [10]
  Adapun pernikahan usia dini yang dilakukan anak-anak remaja yaitu adanya hubungan yang mengakibatkan anak-anak remaja mengalami banyak kesulitan ketika sudah berkeluarga, contohnya  adalah tidak sanggup membiayaini keluarga itu tidak gampang sangat sulit sehingga laki dan perempuan tidak siap untuk membentuk keluarga, sehingga terjadi ketidak cocokkan dalam keluarga. Laki memukul istrinya, terjadi perselingkuhan, pertengkaran, percekcokan, saling mengalahkan kedua-duanya. Mengalahkan orang tua karena belum ada kesiapan untuk membentuk keluarga, baik secara ekonomi maupun secara fisik sehingga terjadi ketidakharmonisan dalam keluarga. Tidak ada kerjasama dalam keluarga karena pemikiran masih anak-anak, emosi yang belum stabil sehingga keluarga menjadi menderita, memukuli istrinya seperti ketika suami minta uang tidak diberikan, main judi, mabuk-mabukkan, mencuri, timbul penyesalan, memukuli orang tua, sehingga hidup keluarga tidak memuliakan Tuhan.[11]  Oleh karena itu,  melihat kondisi pernikahan usia dini di Desa Tuhemberua Nias- Selatan penulis merasa tertarik mengangkat sebuah  judul “Tinjauan Kritis Teologi Terhadap Pernikahan Usia Dini di Antara Masyarakat Tuhemberua dan Implikasinya terhadap kepentingan pengajaran gereja tentang pernikahan bagi jemaat GNKP-I di Desa Tuhemberua Nias-Selatan”



[1] Joice coon, Isaac. Rencana Allah Bagi Rumah Tangga Kristen (Kisumu: Kenya.  1978.) hal  9-36.
[2] Ruth Suwam. Pernikahan Pokok-pokok Kekristenan. Surabaya: 1978. Hal 3.
[3]  Les dan Leslie Parrot. Menjadi Belahan Jiwa. Jakarta: Jl. Gunung Sahari XI, 1995. Hal 97-102.
[4] George W. Knighht. Adat Istiadat Alkitab. Jakarta: Jl. Kwintang 2015                                 
[5] Dr. J. Verkuyl. Etika Kristen Seksuil. Bpk. Gunung Mulia: 1989. Hal 105-131.
[6] http\ Www Poskota. co. id angka usia pernikahan dini semakin meningkat. Selasa 12 sep 2016
[7]Larry Christenson. Keluarga Kristen. Buku Betania semarang: 1970. Hal 18-19.
[8] Hasil Wawancara  dengan Asaeli Laia  Jam 19. 00 Wib, Minggu, 09-10-2016.
[9] Hasil wawancara dengan tokoh adat Talimi Ndruru yang memiliki peranan penting dalam masyarakat Tuhemberua dan bidang Budaya Sanggar Nias-Selatan. Minggu 23 okt 2016-pukul 20.00 Wib.
                [10] Hasil wawancara Sarif  Ndruru  pengerja,  GNKP-I  Tuhemberua. Rabu 20 Desember 2016 – pukul 15.00 Wib.
[11] Hasil wawancara Asaeli Laia. Minggu 23 okt 2016-pukul 21.00  Wib.




Latar Belakang Masalah
Persekutuan Oikumene Juanda adalah persekutuan yang didirikan pada 22 Desember 1978 dan diresmikan oleh Panglima daerah TNI-AL yang bernama Atmodjo Brotodarmodjo (Laksamana Muda TNI).[1] Awalnya Persekutuan Oikumene Juanda didirikan di Komplek Lanudal Juanda namun beberapa waktu kemudian Persekutuan Oikumene Juanda dipindahkan ke Komplek Puspenerbal Juanda yang dikenal sampai saat ini.[2] Alasan perpindahan persekutuan ini adalah karena di Komplek Lanudal Juanda Persekutuan Oikumene Juanda hanya di hadiri oleh anggota-anggota ABRI dan keluarganya.[3] Namun setelah dipindahkan di Komplek Puspenerbal Juanda maka anggota jemaat yang hadir semakin banyak yang terdiri dari berbagai macam interdenominasi gereja.
Denominasi gereja yang bergabung di Persekutuan Oikumene Juanda adalah Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB), Gereja Bethany, Gereja Protestan Di Indonesia (GPDI), Gereja Huria Kristen Batak Protestan (GHKBP), dan Gereja Kristen Injili (GKI).[4] Keunikan inilah yang membuat Persekutuan Oikumene Juanda berbeda dengan gereja-gereja pada umunya. Apabila gereja pada umunya hanya terdiri dari satu denominasi namun Persekutuan Oikumene Juanda mampu menyatukannya menjadi satu tubuh Kristus. Ketua Persekutuan Oikumene Juanda memberi alasan mengapa persekutuan ini disebut Persekutuan Oikumene Juanda dan bukanlah gereja yaitu karena tujuan awal persekutuan ini adalah bukanlah mendirikan gereja namun membentuk persekutuan Kristen untuk membangun kerohaniaan anggota – anggota ABRI di Lanudal Juanda.[5]
Persekutuan Oikumene Juanda memiliki dukungan yang kuat dari pemerintahan setempat baik berupa materi maupun jaminan gedung persekutuan yang permanen. Hal ini tertulis dalam Addendum kedua perjanjian kerja sama antara Gereja Persekutuan Oikumene Juanda dengan pangkalan utama TNI AL V pada tahun 2011 yang berisi:
Bahwa Pangkalan Utama TNI AL V mempunyai sebidang tanah BMN TNI AL seluas 800 m² di kompleks TNI AL Pulungan sidoarjo. Tanah tersebut diperuntukkan sebagai tempat sarana Gereja dalam rangka memenuhi hak prajurit AL beserta keluarganya berupa rawatan dan layanan kedinasan pembinaan mental dan pelayanan keagamaan sebagai mana di atur dalam pasal 50 ayat 2-3 undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang tentara nasional Indonesia.[6]

Ketua Persekutuan Oikumene Juanda saat ini menegaskan bahwa awal terbentuknya persekutuan ini di dasari oleh firman Tuhan dan kehidupan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul. Persekutuan ini mengklaim bahwa kehidupan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 membuktikan bahwa mereka hidup bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (Kis. 2:42). Sehingga terbentuklah Persekutuan Oikumene Juanda dan diresmikan oleh Panglima daerah TNI-AL yang bernama Atmodjo Brotodarmodjo pada 22 Desember 1978.[7]
Pertambahan anggota jemaat secara kuantitatif maupun secara kualitatif pun semakin meningkat. Namun Persekutuan Oikumene Juanda menyadari visi misinya bahwa persekutuan ini didirikan bukanlah untuk menjadikan jemaat gereja lain menjadi jemaat tetap dan terdaftar sebagai anggota Persekutuan Oikumene Juanda. Sebab Persekutuan Oikumene Juanda hanyalah wadah yang bertujuan untuk memberikan ruang pendalaman Alkitab bagi anggota jemaat yang hadir. Visi dari Persekutuan Oikumene Juanda adalah hidup seperti Tuhan Yesus. Maksudnya adalah Persekutuan Oikumene Juanda bertujuan untuk merangkul semua denominasi-denominasi yang berbeda. Sama halnya yang Tuhan Yesus lakukan ketika Ia memanggil murid-muridnya tanpa melihat latar belakang dan status sosial. Sedangkan misinya adalah melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan Yesus terutama dalam Persekutuan Oikumene Juanda.
Dalam penyelenggaraan ibadah minggu, anggota jemaat yang hadir dilayani oleh hamba-hamba Tuhan dari berbagai denominasi gereja dengan ketentuan yakni tidak mengajarkan doktrin dari gereja asal seperti baptis selam, bahasa roh dan lain sebagainya. Persekutuan Oikumene Juanda bukanlah dipimpin oleh seorang pendeta atau gembala sidang namun hanya dipimpin dan dibina oleh pengurus yang terpilih yakni Komandan Lanudal Juanda. Persekutuan Oikumene Juanda juga tidaklah menyelenggarakan sakramen-sakramen seperti sakramen baptisan, perjamuan kudus serta upacara-upacara gerejawi seperti pemberkatan nikah, pelayanan orang mati kecuali ibadah perayaan natal, dan ibadah perayaan paskah. Semua sakramen maupun upacara-upacara gerejawi di atas dilaksanakan oleh anggota jemaat di gereja asal masing-masing kecuali ibadah perayaan natal, dan ibadah perayaan paskah. Lalu bagaimana dengan jemaat yang tidak pernah mengikuti sakramen? Bidang kerohanian Persekutuan Oikumene Juanda menjelaskan bahwa sejauh ini tidak ada anggota jemaat yang tidak memiliki gereja induk. Namun apabila ada anggota jemaat baru, maka Persekutuan Oikumene Juanda akan menyerahkan kepada gereja relasi setempat yang memiliki denominasi gereja yang sama dengan anggota jemaat tersebut.[8]
Terwujudnya suatu  program pelayanan dalam Persekutuan Oikumene Juanda tidak terlepas dari pemimpin-pemimpin yang sudah ditetapkan. Adapun bentuk-bentuk kepengurusan dalam Persekutuan Oikumene Juanda terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, seksi rohani, seksi pembangunan dan seksi sosial (termasuk diakonia). Persekutuan Oikumene Juanda memiliki relasi yang baik dengan gereja-gereja setempat sehingga semua pengurus dalam Persekutuan Oikumene Juanda berasal dari denominasi gereja yang berbeda.
Dalam Persekutuan Oikumene Juanda bukan hanya ibadah minggu pagi saja namun terdiri dari beberapa bagian di antaranya yakni ibadah minggu pagi (jam 8 pagi), ibadah sekolah minggu (jam 8 pagi), ibadah tunas remaja (jam 4 sore), ibadah pemuda (jam 5 sore), menara doa (kamis jam 10 pagi), dan ibadah sekolah minggu sabtu ceria (jam 4 sore). Rata-rata jumlah anggota jemaat yang hadir setiap minggu adalah 150 0rang. Namun pada saat acara-acara besar seperti paskah, tujuh belasan agustus, natal dan tahun baru mencapai 500 jumlah anggota jemaat yang hadir. Sedangkan anak-anak sekolah minggu rata-rata berjumlah 100 anak, tunas remaja 20 orang, dan pemuda sebanyak 15 orang. Adapun kegiatan-kegiatan di luar gereja yakni kebaktian padang, retreat, kunjungan ke panti asuhan ataupun panti jompo, kunjungan kepada orang-orang sakit dan kegiatan bakti sosial.
Persekutuan Oikumene Juanda memberikan kebebasan kepada semua anggota jemaat yang hadir untuk terlibat dalam pelayanan. Meskipun demikian, tetap ada pengawasan dan pembinaan terlebih dahulu bagi setiap anggota jemaat yang melayani. Bentuk-bentuk pelayanan yang ada yakni pelayanan sekolah minggu setiap hari sabtu sore dan minggu pagi, pelayanan altar yang terdiri dari pendamping satu sebagai pemimpin ibadah, pendamping dua sebagai pembaca warta jemaat, pendamping tiga sebagai pendamping pendeta untuk membacakan firman Tuhan, pelayanan multimedia, dan pemandu pujian. Semua yang terlibat dalam pelayanan ini ialah dari interdenominasi gereja yang berbeda dan bahkan jemaat biasa sekalipun terlibat dalam pelayanan ini. Tujuan utama Persekutuan Oikumene Juanda melibatkan semua anggota jemaat dalam pelayanan adalah untuk memperlengkapi anggota jemaat yang ada supaya terlibat juga dalam pelayanan di gereja asal masing-masing.
Secara umum oikumene merujuk pada pengertian yang universal dan terdiri dari berbagai denominasi gereja-gereja. Namun pada kenyataannya dengan banyaknya denominasi yang bergabung dalam Persekutuan Oikumene Juanda membuat beberapa pemisah antar denominasi yang satu dengan denominasi yang lainnya. Meskipun demikian, doktrin atau pengajaran yang dibawa ke dalam Persekutuan Oikumene Juanda bersifat interdenominasi. Hanya saja, karena ini bersifat persekutuan maka penekanan pengajarannya lebih bersifat praktis dan mudah dimengerti oleh anggota jemaat dan tidak menyimpang dari doktrin denominasi gereja lainnya.
Persekutuan Oikumene Juanda juga memiliki kelebihan yang membuatnya berbeda dengan gereja pada umunya. Pada umumnya dalam suatu gereja pembawa firman harus dari gereja dengan doktrin yang sama, para pelayan haruslah para penatua atau majelis yang sudah ditentukan sehingga jemaat tidak pernah terlibat sama sekali dalam pelayanan. Namun, dalam Persekutuan Oikumene Juanda anggota jemaat yang senantiasa hadir diberi kesempatan untuk terlibat dalam pelayanan kecuali pelayanan firman Tuhan karena pelayanan firman Tuhan dilayani oleh hamba-hamba Tuhan atau pendeta yang diundang dari gereja-gereja relasi setempat.  Persekutuan Oikumene Juanda juga sedikit berbeda dengan gereja pada umumnya karena Persekutuan Oikumene Juanda memiliki dukungan penuh dari pemerintah setempat. Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi oleh Persekutuan Oikumene Juanda sama halnya yang dialami oleh gereja-gereja pada umumnya. Sebab dalam mempersatukan budaya, doktrin dan yang lainnya tidaklah mudah.
Beberapa kompleksitas masalah lain yang dihadapi oleh Persekutuan Oikumene Juanda. Pertama, karena Persekutuan Oikumene Juanda tidak bersifat menjadikan anggota jemaat menjadi anggota jemaat tetap di Persekutuan Oikumene Juanda maka Persekutuan Oikumene Juanda memiliki kesulitan dalam menjadwal anggota jemaat yang hadir untuk terlibat dalam pelayanan. Kedua, Persekutuan Oikumene Juanda tidak memiliki pengerja-pengerja tetap seperti gereja atau lembaga-lembaga lain pada umumnya. Ketiga, Persekutuan Oikumene Juanda tidak pernah berharap sampai saat ini untuk memiliki seorang gembala atau pendeta. Sebab Persekutuan Oikumene Juanda menyadari bahwa tujuan awal terbentuknya persekutuan ini bukanlah bersifat mengikat tetapi hanyalah tempat pendalaman Alkitab bagi semua anggota jemaat yang hadir. Keempat, Persekutuan Oikumene Juanda tidak dapat memperkirakan berapa jumlah anggota jemaat yang akan hadir tiap minggunya. Alasannya adalah karena anggota jemaat yang hadir memang bukanlah anggota jemaat yang tetap dan terikat dengan Persekutuan Oikumene Juanda.
Persekutuan Oikumene Juanda tidak leluasa mengadakan pelayanan kunjungan seperti yang dilakukan gereja pada umumnya. Sebab kunjungan adalah tanggung jawab gereja anggota jemaat masing-masing. Namun, Persekutuan Oikumene Juanda hanya dapat melakukan kunjungan kepada orang-orang sakit dan anggota jemaat yang baru melahirkan. Selain itu Persekutuan Oikumene Juanda tidak memiliki hak untuk berkunjung ke rumah anggota jemaat kecuali dapat izin dari gereja setempat. Terkait beberapa hal di atas, Persekutuan Oikumene Juanda sangat berharap bahwa pelayanan dalam persekutuan terlaksana dengan baik dan semestinya.
Gereja-gereja relasi memberi dukungan penuh atas jalannya Persekutuan Oikumene Juanda baik berupa tenaga maupun materi. Keterlibatan anggota jemaat dalam kepengurusan Persekutuan Oikumene Juanda dan dalam pelayanan merupakan izin dari gereja-gereja relasi. Akan tetapi sebagai konsekuensinya adalah Persekutuan Oikumene Juanda tidak dapat melibatkan anggota jemaat sepenuhnya dalam pelayanan. Sebab anggota jemaat tersebut juga terlibat dalam pelayanan di gereja masing-masing. Oleh karena itu, hal inilah yang merupakan sebagian  tantangan yang dihadapi oleh Persekutuan Oikumene Juanda.
Adapun harapan Persekutuan Oikumene Juanda yakni memperlengkapi anggota jemaat dengan cara mengadakan seminar-seminar pelayanan. Hal demikian belum juga terwujud hingga saat ini. Hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam Persekutuan Oikumene Juanda itu sendiri maupun faktor kurangnya dukungan dari gereja-gereja relasi. Harapan lainnya adalah memperkenalkan anggota jemaat pentingnya terlibat dalam pelayanan misi. Tujuannya adalah supaya pelayanan Persekutuan Oikumene Juanda bukan hanya fokus pada Persekutuan Oikumene Juanda saja, namun pelayanan di luar Persekutuan Oikumene Juanda juga sangat penting.
Melihat fenomena ini, maka penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode SWOT. Metode SWOT kepanjangan dari: Strength, Weakness, Opportunity, Threat. Sedangkan Strength sendiri artinya kekuatan yaitu menilai dan memperhitungkan kekuatan daya yang ada pada suatu institusi atau organisasi. Weakness artinya kelemahan yaitu menggali dan mengenali faktor kelemahan yang ada dan yang dapat menjadi kendala untuk maju. Opportunity artinya peluang yaitu kejelian untuk menemukan serta menggunakan peluang yang ada atau mungkin ada. Threat artinya ancaman yaitu kejelian untuk melihat potensi-potensi ancaman yang datang dari berbagai sumber yang dapat menghambat pencapaian tujuan dari suatu organisasi. Sedangkan fungsi dari SWOT itu sendiri yaitu menolong setiap organisasi guna memahami dengan melihat dirinya, mengevaluasi serta mengetahui fakta yang ada.[9]
Dalam bukunya “Menejemen Strategik Keorganisasian Publik” Heene Aime,  mengatakan:
SWOT merupakan suatu bentuk pemikiran yang lebih luas, karena mampu menemukan kelemahan, serta penguatan-penguatan yang dapat diupayakan untuk menciptakan suatu kreatifitas nilai kemasa depan yang lebih baik.[10]

Sedangkan dalam bukunya “Manajemen Strategik” Amir TaufiQ, mengatakan:
SWOT merupakan suatu teknik yang relative sederhana berupa alat yang dapat memudahkan dalam menganalisis dan merumuskan strategi yang hendak dilakukan melalui pembuatan kolom-kolom yang memuat daftar tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi dalam organisasi”.[11]

SWOT merupakan salah satu teknik  atau metode yang relative sederhana yang dapat digunakan untuk membentuk suatu strategi dan kebijakan bagi setiap industri. SWOT hanya alat yang dapat memudahkan dalam menganalisis dan merumuskan suatu strategi.[12] SWOT juga memiliki jangkauan pemikiran yang lebih luas, dalam arti bahwa SWOT dapat digunakan dalam berbagai macam bidang. Misalnya, bidang industri, perusahaan, kesehatan, pendidikan dan kerohanian.
Sebab dari metode SWOT, memberi arahan kepada organisasi untuk:
1.      Mendata barang-barang milik organisasi, baik secara kuantitas dan kualitas dari sarana-sarana finansial, sumber daya manusai dan sarana.
2.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan yang bersifat khusus, serta pengkordinasian dan pencatatan sarana-sarana yang mempengaruhi kemampuan penciptaan nilai-nilai dari organisasi.
3.      Memfokuskan diri terhadap lingkungan eksternal suatu organisasi yang menentukan sesuatu yang berubah-ubah, dan kekuatan yang menentukan strategikal organisasi serta yang mempengaruhi alternative strateginya.
4.      Dapat mengetahui peluang-peluang yang menyediakan kesempatan untuk mewujudnyatakan rencana organisasi dengan lebih lancar, cepat serta dengan biaya yang lebih ringan.[13]
Melihat penjelasan-penjelasan di atas, SWOT merupakan salah satu bentuk metode yang memiliki jangkauan yang lebih luas dalam arti dapat digunakan dalam berbagai macam bidang untuk membuat suatu program kerja, menganalisis suatu kondisi yang berubah-ubah. Metode ini pun dengan mudah digunakan untuk dapat mengetahui segala kelebihan, kekurangan, peluang dan hambatan. Yang bekerja secara terfokus pada sasaran, dengan cara yang sistematis yang mampu meneliti lingkungan internal maupun eksternal keorganisasian.
Oleh karena itu penulis akan membahas skripsi tentang: “Analisa SWOT Terhadap Persekutuan Oikumene di Puspenerbal Juanda dan Implikasinya Terhadap Perkembangan Persekutuan Kedepan.”



[1] Sutardi,“Sejarah Awal Mula Berdirinya Persekutuan Oikumene,” Wawancara Oleh Septinus Waruwu, Sidoarjo, Indonesia, 20 September 2015.
[2] Puspenerbal dan Lanudal adalah singkatan dari Pusat Penerbangan Angkatan Laut dan Landasan Udara dan Angkatan Laut.
[3] ABRI adalah singkatan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
[4] Sutardi,“Sejarah Awal Mula Berdirinya Persekutuan Oikumene,” Wawancara Oleh Septinus Waruwu, Sidoarjo, Indonesia, 20 September 2015.
[5] Sutardi, “Alasan Disebut Persekutuan dan Bukan Gereja,” Wawancara Oleh Septinus Waruwu, Sidoarjo, Indonesia, 06 Februari 2016.

[6]  Addendum Perjanjian Kerja Sama Gereja Oikumene dengan Pangkalan Utama TNI AL V.
[7] Sutardi, “Sejarah Awal Mula Berdirinya Persekutuan Oikumene,” Wawancara Oleh Septinus Waruwu, Sidoarjo, Indonesia, 06 Februari 2016.

[8] Sri Ulupi, “Sakramen,” Wawancara Oleh Septinus Waruwu, Sidoarjo, Indonesia, 21 Februari 2016.


[9] Dr. Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1997), 180.
[10] Heene Aime, Menejemen Strategik Keorganisasian Publik, (Bandung: PT Rapika Adi Tama, 2011), 148.
[11] Amir TaufiQ, Manajemen Strategik, (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2011), 105.
[12] Ibid. 107.
[13]  Heene Aime, op cit. 148-149.

0 komentar: