www.idntimes.com
CONTOH PROPOSAL
Oleh Pilda Jartina
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan
dijelaskan secara sistematis latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, kepentingan penelitian
meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis, metodologi, definisi istilah, dan sistematika penulisan.
Latar Belakang Masalah
Bagi
beberapa kelompok, perceraian merupakan hal yang tidak tabu dilakukan terhadap
suatu pernikahan. Menurut undang-undang
perkawinan Bab 1 pasal 1 sebagai berikut : “pernikahan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”
[1].
Menurut
pandangan Charles G. Ward dalam bukunya mengatakan:
Perceraian
dapat dianggap terjadi ketika pasangan suami istri memutuskan untuk tidak memenuhi
ikatan pernikahan mereka dan juga merupakan suatu pengalaman yang menghancurkan,
dan luka yang ada di dalam hati memerlukan waktu yang cukup lama untuk
menyembuhkannya.[2]
Pernikahan adalah sebuah institusi
ilahi yang didirikan oleh Allah sendiri sebelum kejatuhan, pada saat segala
sesuatu, termasuk pernikahan, “sungguh amat baik adanya” (Kej. 1:13), “sebab
itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Pernikahan
suatu komitmen selama-lamanya dari suami dan istri kepada satu sama lain dan
antara pasangan itu dengan Allah (Mrk. 10:2-9; Rm. 7:2). Paulus menyatakan
bahwa komitmen yang dibuat Kristus untuk jemaat adalah suatu contoh hubungan
antara suami dan istri (Ef. 5:31, 32). Allah
bermaksud agar hubungan pernikahan itu tetap sebagaimana hubungan Kristus
dengan jemaat.[3]
Keluarga
yang sehat dan kokoh akan menjadi dasar bagi pembentukan karakter seorang anak.
Tanpa disadari, rumah tangga yang sehat sebenarnya sedang menaburkan benih
perkara-perkara besar untuk masa depan anak-anak. Sebaliknya kehidupan rumah
tangga yang “sakit” sedang menabur
benih-benih masalah bagi kehidupan anak-anak.[4]
Dari
keluarga yang bahagia dan sejatera akan terwujud masyarakat yang adil dan
makmur, karena keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Namun, dalam
membentuk keluarga ada kalahnya sering timbul perselisihan antara suami dan
istri. Hal seperti ini bukan sesuatu
yang aneh karena suami istri merupakan perpaduan dari dua orang yang mempunyai
kepribadian yang berlainan.
Pertentangan
dan perselisihan dalam sebuah keluarga yang tidak diselesaikan dengan baik akan
berujung pada perceraian. Apabila dalam
sebuah keluarga tidak dapat melaksanakan fungsinya, maka keluarga tersebut akan
mengalami stagnasi (kemerdekaan) atau
disfungsi yang pada akhirnya akan merusak kekokohan dalam keluarga (khususnya
terdapat perkembangan kepribadian anak ).
Menurut Sperry dan Carlson (1991), tidak ada
perkawinan yang benar-benar kebal dari perceraian. Pilihan ada ditangan pasangan suami/istri, mau
membangun atau rela perkawinan itu dihancurkan oleh konflik. Perkawinan tidak akan menjadi baik begitu saja
tanpa dirawat/dijaga dan tidak akan baik jika mendiamkan masalah yang terjadi.[5]
Perceraian
bukan hanya dialami oleh orang-orang secara umum tetapi juga secara khusus
perceraian dialami oleh orang-orang Kristen. dimana beberapa di antara orang-orang Kristen
tidak memiliki kebahagiaan dalam perkawinan.[6] Pernikahan
memang sulit, namun perceraian juga sesuatu yang sulit. Orang-orang yang telah menikah selalu merasa
terperangkap ketika ingin bercerai, karena mau bercerai tetapi takut sakit,
mahal, rasa malu kepada masyarakat. Kelahiran,
pernikahan, kematian, ada acara formal ritualnya tetapi tidak demikian dengan
perceraian.
Pada
dasarnya Allah tidak pernah menghendaki sebuah perceraian terjadi di
tengah-tengah kehidupan orang Kristen, karena
perceraian telah menyimpang dari jalan dan maksud Allah dimana adanya
sebuah keputusan-keputusan yang kedua-duanya sama-sama bersalah didukung adanya
kesombongan dan kepentingan diri sendiri yang kemudian menimbulkan terjadinya
perceraian dalam rumah tangga. Artinya
“perceraian merupakan putusnya ikatan pernikahan secara hukum, yang merupakan
penyimpanyan dari maksud Allah, akibat dosa pada salah satu atau kedua pihak
pasangan suami dan istri.[7]
Merujuk
pada beberapa data diatas, banyaknya kasus perceraian yang terjadi di keluarga
Kristen menandakan adanya gejala:
1. Kerusakan
kehidupan pernikahan yang semakin meningkat.
2. Tidak
mengerti isi Alkitab tentang pernikahan.
3. Tidak
punya kuasa dari Allah dalam menghadapi masalah kehidupan pernikahan.
4. Tidak
memelihara dan menjaga kehidupan keluarga atau pernikahanya dengan baik.
Dari masalah yang
terjadi di atas, seharusnya perceraian tidak terjadi apabila orang Kristen
memahami dan mengerti bahwa pernikahan merupakan mukjizat Allah yang terdiri
atas anugerah, pemberian, dan penghiburan Ilahi. Kehadiran Tuhan dalam pernikahan dan keluarga
membuat kehidupan menjadi bermakna. Maka
dalam hai ini, di dalam sebuah pernikahan perlu adanya persekutuan iman dan
kehidupan doa yang baik, sebab yang terpenting dalam keluarga iman, kasih dan
pengharapan yang menjadi penopang pernikahan yang kuat.[8]
Tuhan tidak pernah
menghendaki manusia untuk bercerai meskipun manusia mengalami persoalan di
dalam sebuah rumah tangga. Dalam Roma
7:2-3, Rasul Paulus menekankan yaitu:
Apakah
kamu tidak tahu, saudara-saudara, sebab aku berbicara kepada mereka yang
mengetahui hukum berkuasa atas seseorang selama orang itu hidup? Sebab seorang
istri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati,
bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu.
Dampak
perceraian sangatlah buruk, Tuhan tidak menginginkan perceraian terjadi bahkan
Allah sangat membenci perceraian. Perceraian
bukanlah kehendak Allah. Jadi jika
pernikahan berakhir dengan perceraian di anggap telah berzinah.
Beberapa kasus
perceraian terjadi di kalangan orang-orang Kristen seperti yang telah di bahas
di atas, demikian juga kasus perceraian terjadi di desa Malakopa Mentawai Sumatera
Barat, Dimana sebagian dari keluarga memilih untuk bercerai karna faktor zinah
(perselingkuhan), ketidakcocokan, dan perbedaan pendapat.
Dalam wawancara
pertama, seorang gembala sidang berinisial M mengatakan bahwa perceraian yang
terjadi di desa malakopa lebih banyak terjadi karena disebabkan oleh faktor
zinah. Menurut gembala sidang
akhir-akhir ini perceraian sangat banyak terjadi di kehidupan orang Kristen di
Desa Malakopa dan berdampak sangat buruk bagi anak, dimana anak memiliki
karakter dari ceria menjadi pendiam, pemberani menjadi penakut dan anak menjadi
pemalu.[9]
Kemudian wawancara kedua, seorang guru agama yang berinisial S mengatakan
akibat perceraian dari orang tua anak menjadi tertekan, disekolah anak sering
melamun, menyendiri karna merasa malu diejek sama teman-teman yang ada
disekolah, dan bukan saja disekolah terjadi seperti itu, dirumah pun sianak tidak mau bergaul atau keluar dari
rumah.[10]
Dari data yang diatas,
dalam wawancara ketiga seorang kepala Desa berinisial T mengatakan bahwa ada 23
keluarga yang mengakhiri kehidupan rumah tangga dengan bercerai dan 12 anak dari hasil perceraian
yang terjadi di Desa Malakopa. Menurut
kepala desa, kalau keluarga yang benar-benar mengerti bahwa orang yang percaya
kepada Tuhan tidak akan mungkin terjadi perceraian karena sebelum menikah pasangan
tersebut sudah mengucapkan janji pernikahan di hadapan Allah. Perceraian terjadi karena sebagian dari
keluarga tidak mengerti arti pernikahan yang sesungguhnya yang Tuhan
anugerahkan.[11]
Oleh karena itu, dengan melihat beberapa
kasus yang terjadi di Desa malakopa berkenaan dengan banyak keluarga Kristen
yang mengakhiri kehidupan keluarga dengan perceraian seperti yang telah
dipaparkan diatas. Maka penulis tertarik mengambil sebuah judul: “Pengaruh
Perceraian Orang Tua Terhadap Pembentukan Karakter Anak Umur 7-12 Tahun Di SDN 14
Malakopa Mentawai- Sumatera Barat”. Agar
perceraian yang terjadi dapat dipahami dalam kehidupan orang-orang percaya
dapat memahami arti pernikahan secara benar berdasarkan Firman Tuhan.
Identifikasi Masalah
Mengacu pada topik
penelitian ini, serta merujuk kepada latar belakang masalah sebagaimana
dipaparkan di atas, maka peneliti mengidentifikasi beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Melihat
adanya indikasi terjadinya perceraian di desa Malakopa mentawai sumatera barat,
maka yang menjadi pertanyaan, faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perceraian?
2. Terkait
adanya praktek perceraian yang terjadi di desa malakopa Mentawai Sumatera
Barat, sejauh mana pengaruh perceraian terhadap perkembangan karakter anak?
3. Di
lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah, ditemukan bahwa banyak anak
yang memiliki karakterirtik yang kurang baik akibat perceraian orang tua
seperti anak sering malamun, suka menyendiri dan pemalu. Yang menjadi
pertanyaannya, Apa pentingnya pendidikan karakter bagi perkembangan karakter
anak?
4. Terkait
terjadinya perceraian dan berdampak buruk yang sangat mempengaruhi karakter
anak. Pendekatan apa yang harus digunakan oleh sekolah dalam membentuk karakter
anak yang buruk supaya menjadi lebih baik?
5. Di
desa malakopa banyak ditemukan keluarga yang bercerai, bagaimana pandangan iman
Kristen terkait banyaknya kasus perceraian Kristen?
Pembatasan Masalah
Penulisan
Merujuk pada pernyataan
judul karya tulis ini yakni “Pengaruh Perceraian Orang Tua Terhadap Karakter
Anak Umur 7-12 Tahun Di SDN 14 Malakopa Mentawai-Sumatera Barat”, dan berkaitan
dengan sejumlah masalah yang telah diidentifikasi di atas, maka penulis akan
membatasi yaitu nomor 1,2 dan 3
1. Melihat
adanya indikasi terjadinya perceraian di desa Malakopa mentawai sumatera barat,
maka yang menjadi pertanyaan, faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
perceraian?
2. Terkait
adanya praktek perceraian yang terjadi di desa malakopa Mentawai Sumatera
Barat, sejauh mana pengaruh perceraian terhadap perkembangan karakter anak?
3. Di
lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah, ditemukan bahwa banyak anak
yang memiliki karakterirtik yang kurang baik akibat perceraian orang tua
seperti anak sering malamun, suka menyendiri dan pemalu. Yang menjadi
pertanyaannya, Apa pentingnya pendidikan karakter bagi perkembangan karakter
anak?
Rumusan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka penulis
menetapkan rumusan masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Faktor
apa saja yang menyebabkan terjadinya perceraian?
2. Sejauh
mana pengaruh perceraian terhadap perkembangan karakter anak?
3. Apa
pentingnya pendidikan karakter bagi perkembangan karakter anak?
Tujuan Penulisan
Dengan mengacu kepada
judul penelitian dan merujuk pada masalah penelitian di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
menjelaskan apa yang dimaksud dengan perceraian.
2. Mengetahui
seberapa pengaruhnya perceraian orang tua terhadap perkembangan karakter anak
di malakopa mentawai sumatera barat.
3. Mengetahui
bagaimana cara guru mengajar dan mendidik anak yang memiliki karakter dari
latar belakang orang tua yang bercerai.
Kepentingan
Penelitian
Hasil penelitian mengenai “pengaruh
perceraian orang tua terhadap karakter anak umur 7-12 di SDN 14 malakopa
mentawai sumatera barat”, diharapkan akan membawa dampak bagi para gembala
sidang, bagi para guru-guru Kristen, bagi keluarga dan masyarakat, baik
kepentingan secara teoritis maupun kepentingan secara praktis seperti berikut
ini.
Kepentingan
Teoritis
Secara teoritis studi ini akan menambahkan pengetahuan tentang
pentingnya pengaruh perceraian orang tua terhadap karakter anak di SDN 14
Malakopa Mentawai Sumatera Barat.
Kepentingan Praktis
1. Bagi
penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan serta
dapat memperluas wawasan mengenai pengaruh perceraian orang tua terhadap
perkembangan karakter anak.
2. Penelitian
ini Sebagai acuan guru-guru dalam mendidik dan mengajar anak yang mengalami
permasalahan dalam perkembangan karakternya akibat perceraian orang tua di SDN
14 Malakopa mentawai sumatera barat.
3. Bagi
sekolah tinggi teologi injili efrata, Hasil penelitian dapat digunakan sebagai
infirmasi dan referensi dalam pendidikan agama Kristen secara khusus yang
berkaitan dengan perceraian.
4. Bagi
pihak lain diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan referensi, bahan
perbandingan serta tambahan pengetahuan bagi yang melakukan riset selanjutnya
dari bidang yang sama atau sejenis.
Metodologi Penelitian
Dalam bagian ini akan
dibahas dua hal yaitu metode pengumpulan data dan metode penulisan.
Metode Pengumpulan Data
Untuk melengkapi data dalam mengungkapkan terjadinya
perceraian secara khusus yang terjadi di
kalangan orang-orang percaya di Desa Malakopa Mentawai Sumatera Barat, maka
penulis melakukan pendekatan riset lapangan, berupa wawancara. Adapun tujuan wawancara yaitu untuk mendapatkan data dan penjelasan mengenai terjadinya perceraian dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah
tersebut.
Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini,
penulis mengunakan metode penelitian yaitu metode kualitatif. Usman mengatakan bahwa metode kualitatif adalah berusaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi
tertentu[12].
Untuk
metode penulisan, penelitian karya tulis ini menggunakan metode deskriptif
yaitu Descriptive research. Metode ini memberikan gambaran mengenai suatu
obyek (kasus, fakta-fakta, keadaan, peristiwa, dan sebagainya) secara
sistematis, detail dan objektif. Muhamad
nazir memberikan pengertian tentang metode deskriptif sebagai berikut: “Sebagai
suatu metode dalam status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
suatu sistem pemikiran atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.”[13] Tujuannya yakni untuk memaparkan suatu
pemahaman yang benar tentang perceraian.
Definisi Istilah
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata perceraian yaitu perpisahan antara
suami istri dan perpecahan.
Karakter dalam bahasa
inggris adalah “character” dan dalam bahasa Indonesia karakter yang sama – sama
berarti ciri atau tanda khusus dari setiap manusia yang menunjukkan adanya
suatu “kekuatan” atau “kelemahan” pada diri seseorang.[14]
Anak usia 7-12 tahun
adalah usia anak dalam periode pelarihan dari pertumbuhan cepat masa anak-anak
awal ke fase perkembangan yang lebih lambat. Pada masa ini, anak mulai percaya
diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini anak mulai mencoba
membuktikan bahwa mereka “dewasa” dan merasa mampu mengerjakan tugas yang
diberikan tanpa dibantu. Selama masa ini sianak juga mulai menilai diri sendiri
dengan membandingkan dengan orang lain.[15]
Sistematika Penulisan
Dalam
penulisan skripsi ini penulis membagi pokok- pokok pembahasan kedalam lima bab.
Adapun pembagian dari masing- masing bab adalah sebagai berikut:
Bab pertama, menguraikan tentang
Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kepentingan Penelitian, Metodologi
Penelitian, definisi istilah dan Sistematika
Penulisan.
Bab kedua menguraikan kajian teori
yang berisi penjelasan tentang beberapa teori dan beberapa pandangan yang
menjadi dasar atau dilaksankannya penelitian, kerangka berpikir dan hipotesa.
Bab ketiga menguraikan tentang
metode penelitian, yang terdiri dari tujuan yang dilaksankannya penelitian,
waktu dan lokasi penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data dan
teknik analisis data.
Bab keempat menguraikan tentang
hasil penelitian dan analisa data.
Bab kelima memuat
kesimpulan, implikasi dan saran yang dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun
bagi penulis pada khususnya.
[1]http://repo.unand.ac.id/2798/1/1974_UU-1-TAHUN-1974_PERKAWINAN.pdf
(diakses pada 3 Februari 2018).
[2] Charles G. Ward, Buku Pegangan Pelayanan (t.tp:
Persekutuan Pembaca Alkitab, 1990), hlm 189.
[4] Timotius Adi Tan, Smart Parenting (Jakarta: PT Gramedia,
2009), hlm 6.
[5] Julianto Simanjuntak dan
Roswitha Ndraha, Keterampilan Perkawinan
(Jakarta: Yayasan Pelikan, 2012), hlm 100-101.
[6] Alex Sobur, Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985),
hlm 281.
[7] Charles G. Ward, buku pegangan pelayanan (t.tp:
persekutuan pembaca Alkitab, 1990) hlm 192.
[8] Juloanto Simanjuntak dan Roswita
Ndraha, Keterampilan Perkawinan
(Jakarta: Pelikan, 2012), hlm 9.
[9] Inisial M, wawancara. 17 Maret 2018. Jam 13.41.
[10] Inisial S, Wawancara. 19 Maret 2018. Jam 16.30.
[11] Inisial T, Wawancara. 19 Maret
2018. Jam 19.00.
[12] Husaini Usman, dan Setiady Akbar, Metodologi Penelitian (Jakarta:
Bumi Angkasa). Cet. 1, 1996, hlm. 81.
[13]
Muhamad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta:
Ghalia, 1988), hlm 63.
[14]Ratih Zimmer Gandasetiawan, Mendesain Karakter Anak Melalui
Sensomotorik,(Jakarta: BPK Gunung Mulia,2011), hlm 15 – 16.
[15]
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Karakteristik%20Siswa%20SD.pdf
(diakses 10 April 2018).
0 komentar:
Posting Komentar