Maret 06, 2020
0
www.idntimes.com

CONTOH PROPOSAL
Oleh Pilda Jartina


BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dijelaskan secara sistematis latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, kepentingan penelitian meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis, metodologi,  definisi istilah, dan sistematika penulisan.

Latar Belakang Masalah
Bagi beberapa kelompok, perceraian merupakan hal yang tidak tabu dilakukan terhadap suatu pernikahan.  Menurut undang-undang perkawinan Bab 1 pasal 1 sebagai berikut : “pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa” [1].
Menurut pandangan Charles G. Ward dalam bukunya mengatakan:
Perceraian dapat dianggap terjadi ketika pasangan suami istri memutuskan untuk tidak memenuhi ikatan pernikahan mereka dan juga merupakan suatu pengalaman yang menghancurkan, dan luka yang ada di dalam hati memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyembuhkannya.[2]
                 
            Pernikahan adalah sebuah institusi ilahi yang didirikan oleh Allah sendiri sebelum kejatuhan, pada saat segala sesuatu, termasuk pernikahan, “sungguh amat baik adanya” (Kej. 1:13), “sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Pernikahan suatu komitmen selama-lamanya dari suami dan istri kepada satu sama lain dan antara pasangan itu dengan Allah (Mrk. 10:2-9; Rm. 7:2). Paulus menyatakan bahwa komitmen yang dibuat Kristus untuk jemaat adalah suatu contoh hubungan antara suami dan istri (Ef. 5:31, 32).  Allah bermaksud agar hubungan pernikahan itu tetap sebagaimana hubungan Kristus dengan jemaat.[3]
Keluarga yang sehat dan kokoh akan menjadi dasar bagi pembentukan karakter seorang anak. Tanpa disadari, rumah tangga yang sehat sebenarnya sedang menaburkan benih perkara-perkara besar untuk masa depan anak-anak. Sebaliknya kehidupan rumah tangga yang “sakit”  sedang menabur benih-benih masalah bagi kehidupan anak-anak.[4]
Dari keluarga yang bahagia dan sejatera akan terwujud masyarakat yang adil dan makmur, karena keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Namun, dalam membentuk keluarga ada kalahnya sering timbul perselisihan antara suami dan istri.  Hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh karena suami istri merupakan perpaduan dari dua orang yang mempunyai kepribadian yang berlainan.
Pertentangan dan perselisihan dalam sebuah keluarga yang tidak diselesaikan dengan baik akan berujung pada perceraian.  Apabila dalam sebuah keluarga tidak dapat melaksanakan fungsinya, maka keluarga tersebut akan mengalami  stagnasi (kemerdekaan) atau disfungsi yang pada akhirnya akan merusak kekokohan dalam keluarga (khususnya terdapat perkembangan kepribadian anak ).
 Menurut Sperry dan Carlson (1991), tidak ada perkawinan yang benar-benar kebal dari perceraian.  Pilihan ada ditangan pasangan suami/istri, mau membangun atau rela perkawinan itu dihancurkan oleh konflik.  Perkawinan tidak akan menjadi baik begitu saja tanpa dirawat/dijaga dan tidak akan baik jika mendiamkan masalah yang terjadi.[5]
Perceraian bukan hanya dialami oleh orang-orang secara umum tetapi juga secara khusus perceraian dialami oleh orang-orang Kristen.  dimana beberapa di antara orang-orang Kristen tidak memiliki kebahagiaan dalam perkawinan.[6] Pernikahan memang sulit, namun perceraian juga sesuatu yang sulit.  Orang-orang yang telah menikah selalu merasa terperangkap ketika ingin bercerai, karena mau bercerai tetapi takut sakit, mahal, rasa malu kepada masyarakat.  Kelahiran, pernikahan, kematian, ada acara formal ritualnya tetapi tidak demikian dengan perceraian.
Pada dasarnya Allah tidak pernah menghendaki sebuah perceraian terjadi di tengah-tengah kehidupan orang Kristen, karena  perceraian telah menyimpang dari jalan dan maksud Allah dimana adanya sebuah keputusan-keputusan yang kedua-duanya sama-sama bersalah didukung adanya kesombongan dan kepentingan diri sendiri yang kemudian menimbulkan terjadinya perceraian dalam rumah tangga.  Artinya “perceraian merupakan putusnya ikatan pernikahan secara hukum, yang merupakan penyimpanyan dari maksud Allah, akibat dosa pada salah satu atau kedua pihak pasangan suami dan istri.[7]
Merujuk pada beberapa data diatas, banyaknya kasus perceraian yang terjadi di keluarga Kristen menandakan adanya gejala:
1.      Kerusakan kehidupan pernikahan yang semakin meningkat.
2.      Tidak mengerti isi Alkitab tentang pernikahan.
3.      Tidak punya kuasa dari Allah dalam menghadapi masalah kehidupan pernikahan.
4.      Tidak memelihara dan menjaga kehidupan keluarga atau pernikahanya dengan baik.
Dari masalah yang terjadi di atas, seharusnya perceraian tidak terjadi apabila orang Kristen memahami dan mengerti bahwa pernikahan merupakan mukjizat Allah yang terdiri atas anugerah, pemberian, dan penghiburan Ilahi.  Kehadiran Tuhan dalam pernikahan dan keluarga membuat kehidupan menjadi bermakna.  Maka dalam hai ini, di dalam sebuah pernikahan perlu adanya persekutuan iman dan kehidupan doa yang baik, sebab yang terpenting dalam keluarga iman, kasih dan pengharapan yang menjadi penopang pernikahan yang kuat.[8]
Tuhan tidak pernah menghendaki manusia untuk bercerai meskipun manusia mengalami persoalan di dalam sebuah rumah tangga.  Dalam Roma 7:2-3, Rasul Paulus menekankan yaitu:
Apakah kamu tidak tahu, saudara-saudara, sebab aku berbicara kepada mereka yang mengetahui hukum berkuasa atas seseorang selama orang itu hidup? Sebab seorang istri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup.  Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu.

            Dampak perceraian sangatlah buruk, Tuhan tidak menginginkan perceraian terjadi bahkan Allah sangat membenci perceraian.  Perceraian bukanlah kehendak Allah.  Jadi jika pernikahan berakhir dengan perceraian di anggap telah berzinah.
Beberapa kasus perceraian terjadi di kalangan orang-orang Kristen seperti yang telah di bahas di atas, demikian juga kasus perceraian terjadi di desa Malakopa Mentawai Sumatera Barat, Dimana sebagian dari keluarga memilih untuk bercerai karna faktor zinah (perselingkuhan), ketidakcocokan, dan perbedaan pendapat.
Dalam wawancara pertama, seorang gembala sidang berinisial M mengatakan bahwa perceraian yang terjadi di desa malakopa lebih banyak terjadi karena disebabkan oleh faktor zinah.  Menurut gembala sidang akhir-akhir ini perceraian sangat banyak terjadi di kehidupan orang Kristen di Desa Malakopa dan berdampak sangat buruk bagi anak, dimana anak memiliki karakter dari ceria menjadi pendiam, pemberani menjadi penakut dan anak menjadi pemalu.[9] Kemudian wawancara kedua, seorang guru agama yang berinisial S mengatakan akibat perceraian dari orang tua anak menjadi tertekan, disekolah anak sering melamun, menyendiri karna merasa malu diejek sama teman-teman yang ada disekolah, dan bukan saja disekolah terjadi seperti itu, dirumah  pun sianak tidak mau bergaul atau keluar dari rumah.[10]
Dari data yang diatas, dalam wawancara ketiga seorang kepala Desa berinisial T mengatakan bahwa ada 23 keluarga yang mengakhiri kehidupan rumah tangga dengan  bercerai dan 12 anak dari hasil perceraian yang terjadi di Desa Malakopa.  Menurut kepala desa, kalau keluarga yang benar-benar mengerti bahwa orang yang percaya kepada Tuhan tidak akan mungkin terjadi perceraian karena sebelum menikah pasangan tersebut sudah mengucapkan janji pernikahan di hadapan Allah.  Perceraian terjadi karena sebagian dari keluarga tidak mengerti arti pernikahan yang sesungguhnya yang Tuhan anugerahkan.[11]  Oleh karena itu, dengan melihat beberapa kasus yang terjadi di Desa malakopa berkenaan dengan banyak keluarga Kristen yang mengakhiri kehidupan keluarga dengan perceraian seperti yang telah dipaparkan diatas. Maka penulis tertarik mengambil sebuah judul: “Pengaruh Perceraian Orang Tua Terhadap Pembentukan Karakter Anak Umur 7-12 Tahun Di SDN 14 Malakopa Mentawai- Sumatera Barat”.  Agar perceraian yang terjadi dapat dipahami dalam kehidupan orang-orang percaya dapat memahami arti pernikahan secara benar berdasarkan Firman Tuhan.

Identifikasi Masalah
Mengacu pada topik penelitian ini, serta merujuk kepada latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan di atas, maka peneliti mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Melihat adanya indikasi terjadinya perceraian di desa Malakopa mentawai sumatera barat, maka yang menjadi pertanyaan, faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perceraian?
2.      Terkait adanya praktek perceraian yang terjadi di desa malakopa Mentawai Sumatera Barat, sejauh mana pengaruh perceraian terhadap perkembangan karakter anak?
3.      Di lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah, ditemukan bahwa banyak anak yang memiliki karakterirtik yang kurang baik akibat perceraian orang tua seperti anak sering malamun, suka menyendiri dan pemalu. Yang menjadi pertanyaannya, Apa pentingnya pendidikan karakter bagi perkembangan karakter anak?
4.      Terkait terjadinya perceraian dan berdampak buruk yang sangat mempengaruhi karakter anak. Pendekatan apa yang harus digunakan oleh sekolah dalam membentuk karakter anak yang buruk supaya menjadi lebih baik?
5.      Di desa malakopa banyak ditemukan keluarga yang bercerai, bagaimana pandangan iman Kristen terkait banyaknya kasus perceraian Kristen?

Pembatasan Masalah Penulisan
Merujuk pada pernyataan judul karya tulis ini yakni “Pengaruh Perceraian Orang Tua Terhadap Karakter Anak Umur 7-12 Tahun Di SDN 14 Malakopa Mentawai-Sumatera Barat”, dan berkaitan dengan sejumlah masalah yang telah diidentifikasi di atas, maka penulis akan membatasi yaitu nomor 1,2 dan 3
1.      Melihat adanya indikasi terjadinya perceraian di desa Malakopa mentawai sumatera barat, maka yang menjadi pertanyaan, faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perceraian?
2.      Terkait adanya praktek perceraian yang terjadi di desa malakopa Mentawai Sumatera Barat, sejauh mana pengaruh perceraian terhadap perkembangan karakter anak?
3.      Di lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah, ditemukan bahwa banyak anak yang memiliki karakterirtik yang kurang baik akibat perceraian orang tua seperti anak sering malamun, suka menyendiri dan pemalu. Yang menjadi pertanyaannya, Apa pentingnya pendidikan karakter bagi perkembangan karakter anak?

Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka penulis menetapkan rumusan masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.      Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perceraian?
2.      Sejauh mana pengaruh perceraian terhadap perkembangan karakter anak?
3.      Apa pentingnya pendidikan karakter bagi perkembangan karakter anak?

Tujuan Penulisan
Dengan mengacu kepada judul penelitian dan merujuk pada masalah penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan perceraian.
2.      Mengetahui seberapa pengaruhnya perceraian orang tua terhadap perkembangan karakter anak di malakopa mentawai sumatera barat.
3.      Mengetahui bagaimana cara guru mengajar dan mendidik anak yang memiliki karakter dari latar belakang orang tua yang bercerai.

Kepentingan Penelitian
            Hasil penelitian mengenai “pengaruh perceraian orang tua terhadap karakter anak umur 7-12 di SDN 14 malakopa mentawai sumatera barat”, diharapkan akan membawa dampak bagi para gembala sidang, bagi para guru-guru Kristen, bagi keluarga dan masyarakat, baik kepentingan secara teoritis maupun kepentingan secara praktis seperti berikut ini.

Kepentingan Teoritis
           Secara teoritis studi ini akan menambahkan pengetahuan tentang pentingnya pengaruh perceraian orang tua terhadap karakter anak di SDN 14 Malakopa Mentawai Sumatera Barat.

Kepentingan Praktis
1.      Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan serta dapat memperluas wawasan mengenai pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan karakter anak.
2.      Penelitian ini Sebagai acuan guru-guru dalam mendidik dan mengajar anak yang mengalami permasalahan dalam perkembangan karakternya akibat perceraian orang tua di SDN 14 Malakopa mentawai sumatera barat.
3.      Bagi sekolah tinggi teologi injili efrata, Hasil penelitian dapat digunakan sebagai infirmasi dan referensi dalam pendidikan agama Kristen secara khusus yang berkaitan dengan perceraian.
4.      Bagi pihak lain diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan referensi, bahan perbandingan serta tambahan pengetahuan bagi yang melakukan riset selanjutnya dari bidang yang sama atau sejenis.

Metodologi Penelitian
Dalam bagian ini akan dibahas dua hal yaitu metode pengumpulan data dan metode penulisan.

Metode Pengumpulan Data
Untuk melengkapi data dalam mengungkapkan terjadinya perceraian secara  khusus yang terjadi di kalangan orang-orang percaya di Desa Malakopa Mentawai Sumatera Barat, maka penulis melakukan pendekatan riset lapangan, berupa wawancara.  Adapun tujuan wawancara yaitu untuk mendapatkan data dan  penjelasan mengenai terjadinya perceraian dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis mengunakan metode penelitian yaitu metode kualitatif.  Usman mengatakan bahwa metode kualitatif adalah berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu[12].
Untuk metode penulisan, penelitian karya tulis ini menggunakan metode deskriptif yaitu Descriptive research.  Metode ini memberikan gambaran mengenai suatu obyek (kasus, fakta-fakta, keadaan, peristiwa, dan sebagainya) secara sistematis, detail dan objektif.  Muhamad nazir memberikan pengertian tentang metode deskriptif sebagai berikut: “Sebagai suatu metode dalam status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.”[13]  Tujuannya yakni untuk memaparkan suatu pemahaman yang benar tentang perceraian.

Definisi Istilah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata perceraian yaitu perpisahan antara suami istri dan perpecahan.
Karakter dalam bahasa inggris adalah “character” dan dalam bahasa Indonesia karakter yang sama – sama berarti ciri atau tanda khusus dari setiap manusia yang menunjukkan adanya suatu “kekuatan” atau “kelemahan” pada diri seseorang.[14]
Anak usia 7-12 tahun adalah usia anak dalam periode pelarihan dari pertumbuhan cepat masa anak-anak awal ke fase perkembangan yang lebih lambat. Pada masa ini, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini anak mulai mencoba membuktikan bahwa mereka “dewasa” dan merasa mampu mengerjakan tugas yang diberikan tanpa dibantu. Selama masa ini sianak juga mulai menilai diri sendiri dengan membandingkan dengan orang lain.[15]  

Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pokok- pokok pembahasan kedalam lima bab. Adapun pembagian dari masing- masing bab adalah sebagai berikut:
            Bab pertama, menguraikan tentang Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kepentingan Penelitian, Metodologi Penelitian,  definisi istilah dan Sistematika Penulisan.
            Bab kedua menguraikan kajian teori yang berisi penjelasan tentang beberapa teori dan beberapa pandangan yang menjadi dasar atau dilaksankannya penelitian, kerangka berpikir dan hipotesa.
            Bab ketiga menguraikan tentang metode penelitian, yang terdiri dari tujuan yang dilaksankannya penelitian, waktu dan lokasi penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
            Bab keempat menguraikan tentang hasil penelitian dan analisa data.
Bab kelima memuat kesimpulan, implikasi dan saran yang dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun bagi penulis pada khususnya.









[1]http://repo.unand.ac.id/2798/1/1974_UU-1-TAHUN-1974_PERKAWINAN.pdf (diakses pada 3 Februari 2018).
[2] Charles G. Ward, Buku Pegangan Pelayanan (t.tp: Persekutuan Pembaca Alkitab, 1990), hlm 189.
3.http://www.academia.edu/7631602/Bab15_Pernikahan_Perceraian_dan_Pernikahan_Kembali (diakses 1 Februari 2018)
[4] Timotius Adi Tan, Smart Parenting (Jakarta: PT Gramedia, 2009), hlm 6.
[5] Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha, Keterampilan Perkawinan (Jakarta: Yayasan Pelikan, 2012), hlm 100-101.
[6] Alex Sobur, Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm 281.
[7] Charles G. Ward, buku pegangan pelayanan (t.tp: persekutuan pembaca Alkitab, 1990) hlm 192.
[8] Juloanto Simanjuntak dan Roswita Ndraha, Keterampilan Perkawinan (Jakarta: Pelikan, 2012), hlm 9.
[9] Inisial M, wawancara. 17 Maret 2018. Jam 13.41.
[10] Inisial S, Wawancara. 19 Maret 2018. Jam 16.30.
[11] Inisial T, Wawancara. 19 Maret 2018. Jam 19.00.
                                                                                                                                             
[12] Husaini Usman, dan  Setiady Akbar, Metodologi Penelitian  (Jakarta: Bumi Angkasa). Cet. 1, 1996, hlm. 81.
[13] Muhamad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia, 1988), hlm 63.
[14]Ratih Zimmer Gandasetiawan, Mendesain Karakter Anak Melalui Sensomotorik,(Jakarta: BPK Gunung Mulia,2011), hlm 15 – 16.
[15] http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Karakteristik%20Siswa%20SD.pdf (diakses 10 April 2018).

0 komentar: