Maret 07, 2020
0
www.idntimes.com


CONTOH PROPOSAL
Oleh Tras S.


BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bagian pertama ini penulis akan memaparkan mengenai topik yang sedang diangkat dalam di dalam skripsi ini, dengan membuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, manfaat teoritis, manfaat praktis penelitian, definisi istilah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya masyarakat Asia memiliki cara berpikir yang relatif. Ini merupakan ciri khas berpikir suku bangsa yang ada di Asia, dan setiap budaya yang ada di Asia harus memiliki posisi yang seimbang dan juga harus dihormati.Inilah yang dinamakan sebagai relativisme kultural (Cultural Relativism).[1]
Dayak merupakan suatu kelompok bagian dari Asia, yang juga memiliki cara pandang yang sama dengan masyarakat Asia pada umumnya. Sehingga, hal ini memungkinkan orang Dayak juga memiliki cara berpikir yang realatif. Inilah yang mengindikasikan bahwa Dayak erat kaitanya dengan Asia. 
Dayak adalah sebutan bagi orang penduduk asli di pulau Kalimantan. Di antaranya (Kalimatantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, negara Malaysia (serawak) dan Berunei Darusalam). Secara spesifik Dayak adalah istilah yang digunakan untuk menyebut orang-orang yang tidak beragama Islam.Maka dari itu suku Melayu Kutai, dan Banjar tidak suka di sebut sebagai orang Dayak, karena mereka mayoritas orang-orangnya beragama Islam. Jadi Dayak bukanlah istilah antropologi yang membedakan suku bangsa, tapi merupakan istilah Sosio-religius.[2]
Sejumlah antropolog mencoba mencari arti dari kata Dayak, ada yang mengatakan bahwa Dayak adalah manusia, tetapi belum jelas apakah itu benar, karena ada lagi yang beranggapan bahwa Dayak artinya adalah pedalaman. Mungkin keterangan yang lebih mendalam ialah, bahwa Dayak adalah orang yang mendiami hulu sungai karena Dayak bisa diartikan sebagai “hulu”.[3]
Menurut Mikhail Coomans semua penduduk asli di wilayah-wilayah ini disebut sebagai orang Dayak, Semua suku bangsa Dayak ini berasal dari daratan Asia, kelompok ini mulanya disebut sebagai Deutero-Melayu.[4] Roedy Haryo Widjono menjelaskan dalam bukunya, Asia yang dimaksud oleh Mikhail Coomans adalah orang-orang yang berasal dari provinsi Yunan, Cina Selatan.[5]
Benuaq adalah salah satu sub etnis dalam suku Dayak di Kalimantan Timur. Tidak ada sejarah yang pasti tentang asal-muasal suku ini.Mengapa hal ini bisa dikatakan tidak pasti, karena orang Dayak Benuaq dari generasi ke genarasi tidak pernah menurunkan suatu catatan tertulis.Namun hanya bisa diturunkan dalam bentuk lisan intotn (artinya: dongeng). Sehingga, teori yang dapat dibangun semuanya berdasarkan dari sebuah mitologi. 
Benuaq dari etimologinya berasal dari kata Benuo yang artinya adalah Pribumi. Etnis ini termasuk di dalam kelompok Lawangan yang mendiami seputaran gunung Luang di Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Kalimantan Timur.[6]Suku Dayak Benuaq sendiri masih tergolong dalam beberapa perbedaan bahasa juga kebiasaan yang berbeda. Ada yang dinamakan Benuaq Hulu, Tengah, dan Hilir.
Nyuatan adalah salah satu kecamatan yang berada dikabupaten Kutai Barat, propinsi Kalimantan Timur. Nyuatan diambil dari nama sungai yang mengaliri setiap desa yang berada dikawasan kecamatan Nyuatan.  Etnis yang berada di kecamatan Nyuatan mayoritasnya adalah rumpun Dayak Benuaq. Di kecamatan Nyuatan adadua jenis etnis Dayak Benuaq, yaitu hulu dan hilir. perbedaan ini hanyalah dalam segi bahasa saja, tetapi budaya atau tradisi masih terbilang sama. Rumpun Dayak Benuaq hulu mendiami di tiga desa di Kecamatan Nyuatan yaitu, Intu Lingau, Sembuan, dan Jontai.[7] Dayak hulu sebenarnya memiliki nama yang khusus yaitu dikenal dengan nama Dayak Tewoyatn yang persebarannya berasal dari wilayah Kalimantan Tengah. Namun karena orang-orang yang bukan suku Dayak Tewoyatn lebih mengenalnya dengan nama Benuaq maka sampai hari ini suku Dayak Tewoyatn dipanggil dengan sebutan Dayak Benuaq hulu, karena terletak di wilayah hulu sungai.[8]
Cara berpikir orang Dayak Benuaq sebenarnya menyimpan suatu kesangsian yang sulit diterima oleh logika selain orang Dayak Benuaq. Karena bagi orang Dayak Benuaq tidak ada sesuatu yang mutlak bahkan di dalam menkonsepsikan tentang yang berkuasa (tuhan). Penulis mengamati orang Dayak Benuaq menganggap bahwa Tuhan bukanlah pribadi yang mutlak untuk mengatur manusia, sebaliknya bahwa manusia memiliki otoritas untuk mengatur yang mereka anggap sebagai yang berkuasa (tuhan). Secara konsep, orang Dayak Benuaq mengakui bahwa Tuhan adalah pribadi yang berkuasa, namun dalam praktek ritual yang dilakukan menunjukan bahwa tuhan yang berkuasa tersebut bisa diatur oleh manusia.[9]
Belalakng kuneq buuq, eataq mengkaluq tenuq dikenal sebagai ungkapan filosofis di dalam kehidupan masyarakat Dayak Benuaq.Belalakng kuneq buuq, etaq mengkaluq tenuq bisa digolongkan sebagai majas paradok. Jika diartikan secara literal dalam bahasa Indonesia “Siput darat kena perangkap ikan (bubu), sehingga bohong memiliki nilai kebenaran”. Tidak mungkin bagi seekor siput darat bisa kena bubu atau perangkap ikan yang memiliki arah perangkap mengikuti aliran sungai.Sehingga, tidak memungkinkan bagi seekor siput darat bisa masuk ke perangkap tersebut. Namun nyatanya siput tersebut sedang terperangkap di dalam bubu, bisa saja siput tersebut terombang ambing ketika sedang banjir sehingga tanpa sengaja mengarahkannya masuk ke dalam bubu. Maka kebohongan yang mengatakan siput darat bisa masuk ke dalam bubu terpecahkan oleh fakta, jadi kebohongan menjadi relatif karena masih mengandung nilai kebenaran.[10]
Dari kalimat filosofis inilah yang bisa menggambarkan salah satucara berpikir orang Dayak Benuaq hulu, dan cara berpikir ini begitu berdampak bagi spiritualitas masyarakat Dayak Benuaq. Sebagai contoh; orang Dayak Benuaq tidak mengakui absoluditas “tuhan”, karena bagi orang Dayak Benuaq “tuhan” pun harus bisa diatur sehingga sesuai dengan keinginan manusia. Misalnya di dalam ritual beliatn (ritual penyembuhan) orang biasanya membuat sebuah kesepakatan dengan “tuhan” ketika ritual tersebut selesai, mereka menantang Tuhan untuk menyembuhkan orang tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dalam kesepakatan.[11]
Di lapanagan juga dijumpai, bahwa orang Dayak Benuaq masih dibayang-bayangi oleh suatu fenomena yang dinamakan tupiq liau (artinya; mimpi arwah) biasanya mereka sering didatangi oleh orang tuanya yang sudah meninggal. Biasanya dalam mimpi tersebut orang yang sudah mati meminta makanan atau barang-barang seperti pancing, perlatan dapur, bahkan bukan hanya itu, oraang yang sudah mati ini bisa meminta ternak untuk dipelihara di alam dunia orang mati. Masyarakat Dayak Benuaq juga memiliki ritual yang dinamakan Makaatn Laakng yaitu memberi makan kepada hutan. Walaupun jika dipikir secara logika tidak mungkin hutan bisa makan atau minum namun ini tidak bermasalah bagi orang Dayak Benuaq. Yang dipersembahkan biasanya berupa hewan (ayam, babi, kambing, sapi) tergantung permintaan yang mereka terima dari dalam mimpi.[12]
Dalam banyak kasus yang terjadi, kadang permintaan-permintaan itu cukup aneh, ayam atau hewan yang disebut di atas harus sesuai dengan kriteria dan itu cukup sulit untuk ditemukan. Tetapi permintaan tersebut harus dilakukan dan dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, maka roh yang berbicara dalam mimpi tadi bisa mendatangkan tulah, hal inilah yang sangat ditakuti oleh orang Dayak Benuaq.[13]
Di dalam praktek perdukunan, sebagaimana yang dijumpai penulis selama ini konsep berpikir ini sangat berperan besar dalam mempengaruhi orang Dayak Benuaq untuk mempercayai apa yang dilakukan oleh para dukun[14]. Misalnya, ketika dukun melakukan ritual yang dinamakan Nyegoq (arti literalnya; menyedot, menghisap) yaitu proses seorang dukun mengeluarkan penyakit dengan cara menghisap bagian tubuh yang sakit. Dalam proses ini biasanya ada benda-benda yang keluar dari tubuh seseorang dalam bentuk kayu, tulang, duri ikan, dan banyak hal yang aneh keluar. Namun, jika dipikirkan secara medis apakah benda terebut benar-benar keluar dari tubuh manusia, tentu saja tidak.Karena bagi dunia medis tentu tidak mudah untuk megeluarkan penyakit dari dalam tubuh manusia. Biasanya harus dilakukanproses yang dinamakan operasi.Tetapi benar dan tidaknya benda tersebut itu tidak masalah bagi orang Dayak Benuaq yang terpenting adalah percaya bahwa sakitya akan hilang. Itu sebabnya orang Dayak Benuaq lebih suka memilih dukun daripada dokter.Selain itu mereka yang sudah beragama “Kristen” masih sering datang ke roh-roh nenek moyang padahal merekapun tahu bahwa datang mencari pertolongan pada roh-roh nenek moyang itu bertentangan dengan iman Kristennya. Akan tetapi, karena konsep berpikir tadi yang beranggapan bahwa tidak ada satupun hal yang mutlak, maka, hal demikian lazim saja untuk dilakukan.[15]
Berkaitan mengenai masalah spiritualitas, beberapa antropolog[16] salah mengerti tentang nilai kepercayaan orang Dayak Benuaq pada umumnya, sehingga biasanya mereka berpikir bahwa orang Dayak Benuaq menganut sistem kepercayaan animisme dan dinamisme. Padahal orang Dayak Benuaq tidak menjadi salah satu bagian dalam sistem kepercayaan tersebut. Dalam hal keagamaan, sebenarnya orang Dayak Benuaq tidak mau dikurung dalam agama tertentu.Karena agama lebih kepada masalah batiniah, tetapi karena keharusan masalah pencatatan sipil yang megaharuskan masyarakat harus memiliki identitas agama,maka orang Dayak Benuaq memilih untuk masuk agama agar memiliki legalitas kependudukan.
Berdasarkan Kenyataan di lapangan, merupakan kesalahan jika mengatakan bahwa orang Dayak Benuaq menyembah patung, namun jika diteliti dengan baik orang Dayak Benuaq tidak pernah menyembah patung. Tetapi, patung dibuat sebagai ganti diri orang Dayak Benuaq itu sendiri. Dan patung tersebut digunakan sebagai alat untuk mengelabuhi roh-roh yang mereka anggap berkuasa untuk mendatangkan sakit penyakit atau tulah, supaya tidak mendatangkan sakit atau tulah itu langsung kepada manusia, tetapi kepada patung yang orang Dayak Benuaq buat.[17]
Mengapa topik ini penting untuk dibahas, berdasarkan beberapa contoh fenomena dan juga ritual yang ada di tengah-tengah masyarakat Dayak Benuaq, maka hal terebut tidak lepas dari cara berpikir belalakng kuneq buuq etaq mengkaluq tenuq. Selain itu, orang Dayak Benuaq mayoritasnya adalah beridentitas sebagai orang Kristen namun dalam pengamatan penulis banyak mereka yang masih hidup dalam kepercayaan lama.
Maka dari itu berkenaan dengan topik di atas maka penulis akan meneliti secara dalam tentang seberapa jauh pengaruh belalakng kuneq buuq, etaq mengkaluq tenuq terhadap spiritualitas masyarakat Kristen rumpunDayak Benuaq hulu secara khusus bagi mereka yang telah menjadi Kristen di kecamatan Nyuatan yang meliputi tiga desa (Intu Lingau, Sembuan, dan Jontai).  Dan berkenaan dengan penelitian tersebut penulis akan mengangkat judul skripsi yaitu; “Tinjauan Kritis Terhadap Perwujudan Nilai Dari Belalakng Kuneq Buuq, Etaq Mengkaluq Tenuq Serta Pengaruhnya Bagi Spiritualitas Masyarakat Kristen Rumpun Dayak Benuaq Hulu Di Kecamatan Nyuatan”

Identifikasi Masalah
Mengacu pada topik penelitian, dan merujuk kepada latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas dengan fenomena budaya yang muncul di dalam konsep berpikir orang Dayak Benuaq.Maka penulis mengidentifikasi bebrapa masalah sebagai berikut:
1.     Berkaitan mengenai cara berpikir Suku Dayak Rumpun Benuaq hulu yaitu Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq, Sehingga apakah Definisi dari Istilah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq?
2.     Dari kalimat filosofis Dayak Benuaq yaitu, Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq yang bermakana bahwa tidak ada sesuatu yang mustahil, sebab di dalam kebohongan masih bisa mengandung nilai kebenaran. Apakah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq  bisa dikatakan sebagai cara berpikir yang relatif dalam kehidupan orang Dayak Benuaq?
3.     Dalam hal kepercayaan, orang Dayak Benuaq tidak memilikikepastian yang mutlak, bahkan orang Dayak Benuaq bisa memiliki lebih dari satu kepercayaan (Kristen dan kepercayaan suku).  Bagaimana orang Dayak Benuaq bisa hidup di dalam multidimensi kepercayaan?  
4.      Walaupun sudah menjadi Kristen, namun hal menjadi Kristen tersebut tidak menjamin bahwa orang Dayak Benuaq sudah meninggalkan kepercayaan yang lama.Sehingga, bagaimana peran Gereja dalam menyikapi cara berpikir orang Dayak Benuaq tersebut?
5.     Status sebagai orang beragama terkadang sulit mempengaruhi orang Dayak Benuaq untuk tidak percaya kepada praktek perdukunan, karena cara berpikir belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq tersebut telah mendarah daging pada orang Dayak Benuaq.Sejauh mana cara berpikir tersebut berpengaruh pada orang Dayak Benuaq yang sudah menjadi Kristen?
6.     Mengingat bahwa orang Dayak Benuaq hulu sudah memiliki agama resmi yang mayoritasnya adalah agama Kristen Protestan, sehingga memungkinkan adanya pertetangan antara Kristen dengan kepercayaan suku Dayak Benuaq.  Apakah cara berpikirbelalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq akan memicu terjadinya sinkritisme?
7.     Dari berbagai fenomena yang sering terjadi bagi orang Dayak Benuaq seperti mimpi arwah yang harus ditaati dan tidak boleh di langgar atau dilalaikan. Apakah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq menindikasikan bahwa orang Dayak Benuaq hidup dalam sebuah ketakutan?
8.     Tidak ada yang mutlak bagi orang Dayak Benuaq, maka segala sesuatu yang di anggap mutlak pasti mengandung nilai yang relatif. Apakah Tuhan bagi orang Dayak Benuaq besifat relatif atau mutlak?
9.     Meski sudah ada rumah sakit tetapi orang Benuaq tidak pernah percaya penuh pada tindakan medis, mereka masih lebih percaya pada penaganan para dukun, padahal jika diuji apa yang para dukun lakukan adalah sebuah kebohongan belaka. Sehingga apakah hal ini dipengaruhi penuh oleh cara berpikirbelalakng kuneq buuq, etaq mengkaluq tenuq?

Pembatasan Masalah
Merujuk pada pernyataan judul dari tulisan ini yaitu: “Tinjauan Kritis Terhadap Perwujudan Nilai Dari Belalakng Kuneq Buuq, Etaq Mengkaluq Tenuq Serta Pengaruhnya Bagi Spiritualitas Masyarakat Kristen Rumpun Dayak Benuaq Hulu Di Kecamatan Nyuatan”. Dan dari sejumlah masalah yang telah diidentifikasi di atas, maka penulis akan membataasi dalam enam masalah, yakni nomor satu, dua, tiga, empat, lima, enam, delapan, dan Sembilan ebagai berikut:
1.     Berkaitan mengenai cara berpikir Suku Dayak Rumpun Benuaq hulu yaitu Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq, Sehingga apakah Definisi dari Istilah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq?
2.     Dari kalimat filosofis Dayak Benuaq yaitu, Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq yang bermakana bahwa tidak ada sesuatu yang mustahil, sebab di dalam kebohongan masih bisa mengandung nilai kebenaran. Apakah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq  bisa dikatakan sebagai cara berpikir yang relatif dalam kehidupan orang Dayak Benuaq?
3.     Dalam hal kepercayaan orang Dayak Benuaq tidak memilikikepastian yang mutlak, bahkan orang Dayak Benuaq biasa memiliki lebih dari satu kepercayaan (Kristen dan kepercayaan suku).  Bagaimana orang Dayak Benuaq bisa hidup di dalam multidimensi kepercayaan?   
4.     Walaupun sudah menjadi Kristen, namun hal menjadi Kristen tersebut tidak menjamin bahwa orang Dayak Benuaq sudah meninggalkan kepercayaan yang lama sehingga, bagaimana peran Gereja dalam menyikapi caraberpikir orang Dayak Benuaq tersebut?
5.     Status sebagai orang beragama terkadang sulit mempengaruhi orang Dayak Benuaq untuk tidak percaya kepada praktek perdukunan, karena cara berpikir belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq tersebut telah mendarah daging pada orang Dayak Benuaq, sejauh mana cara berpikir  tersebut berpengaruh pada orang Dayak Benuaq yang sudah menjadi Kristen?
6.     Mengingat bahwa orang Dayak Benuaq hulu sudah memiliki agama resmi yang mayoritasnya adalah agama Kristen Protestan, sehingga memungkinkan adanya pertetangan antara Kristen dengan kepercayaan suku Dayak Benuaq.  Apakah cara berpikir belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq akan memicu terjadinya sinkritisme?
7.     Tidak ada yang mutlak bagi orang Dayak Benuaq, maka segala sesuatu yang di anggap mutlak pasti mengandung nilai yang relatif. Apakah Tuhan bagi orang Dayak Benuaq bersifat relatif atau mutlak?

Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasn masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam pertayaan-pertanyaan sebagai berikut:
1.     Apakah Definisi dari Istilah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq?
2.     Apakah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq  bisa dikatakan sebagai cara berpikir yang relatif dalam kehidupan orang Dayak Benuaq?
3.     Bagaimana orang Dayak Benuaq bisa hidup di dalam multidimensi kepercayaan?  
4.     Bagaimana peran Gereja dalam menyikapi cara berpikir orang Dayak Benuaq tersebut?
5.     Sejauh mana cara berpikir belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq tersebut berpengaruh pada orang Dayak Benuaq yang sudah menjadi Kristen?
6.     Apakah cara berpikir belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuqakan memicu terjadinya sinkritisme?
7.     Apakah Tuhan bagi orang Dayak Benuaq relatif atau mutlak?

Tujuan Penulisan
1.    Untuk menjelaskan apakah definisi dari istilah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq
2.    Untuk menjelaskan apakah belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuqbisa dikatakan sebagai cara berpikir yang relatif dalam kehidupan orang Dayak Benuaq?
3.    Untuk menjelaskan bagaimana orang Dayak Benuaq bisa hidup di dalam multidimensi kepercayaan?
4.    Untuk menjelaskan bagaimana peran Gereja dalam menyikapi caraberpikir orang Dayak Benuaq tersebut?
5.    Untuk menjelaskan sejauh mana tersebut berpengaruh pada orang Dayak Benuaq yang sudah menjadi Kristen?
6.    Untuk menjelaskan apakah cara berpikir belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq akan memicu terjadinya sinkritisme?
7.    Untuk menjelaaskan apakah Tuhan bagi orang Dayak Benuaq relatif atau mutlak?

Kepentingan Penelitian
Hasil penelitian dari “Tinjauan Kritis Terhadap Perwujudan Nilai Dari Belalakng Kuneq Buuq, Etaq Mengkaluq Tenuq Serta Pengaruhnya Bagi Spiritualitas Masyarakat Kristen Dayak Benuaq Hulu Di Kecamatan Nyuatan” diharapkan dapat memberi dampak positif bagi bagi orang Dayak Benuaq yang ada di kecamatan Nyuatan, baik dalamkepentingan secara Teoritis maupun kepentingan secara prkatis.

Kepentingan Teoritis
Secara teoritis penulisan skripsi ini akan membawa kepentingan yang komperhensif yaitu diantaranya:
1.  Penulisan skripsi ini akan berguna bagi studi antropologi suku Dayak Benuaq.
2.  Penulisan skripsi ini akan memberikan sumbangsih bagi literatur tentang suku Dayak Benuaq.

Kepentingan Praktis
1.  Tulisan ini dapat menolong orang Dayak Benuaq untuk mengerti cara berpikir mereka.
2.  Melalui tulisan ini juga menolong Gereja atau para penginjil untuk dapat memahami cara berpikir orang Dayak Benuaq, sehingga dapat membuat sebuah metode untuk dapat membimbing orang Dayak Benuaq menjadi murid Kristus.
3.  Penulisan skripsi ini juga dapat menolong lembaga pendidikan dalam memahami cara berpikir orang Dayak Benuaq.

Metodologi
Metodologi penelitian skripsi ini menggunakan metode kualitatif.  Dalam penelitian lapangan metode kualitatif cendrung terarah pada gejala-gejala atau fenomena-fenomena yang faktual, benar-benar nyata terjadi di tengah-tengah kelompok masyarakat tertentu.
Dengan metode kualitatif penulis berusaha memahami dan menjelaskan sejelas-jelasnya tentang cara berpikir yang ada dalam kehidupan orang Dayak Benuaq di kecamatan Nyuatan dan pengaruhnya terhadap mental spiritualitas orang Dayak Benuaq yang ada di kecamatan Nyuatan.[18]

Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode Tinjauan KritisTerhadap Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq Serta Pengaruhnya Bagi  Spiritualitas Masyarakat Kristen Rumpun Dayak Benuaq Hulu Di Kecamatan Nyuatan.

Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data berupa cara-cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulakn data dalam mengungkapkan dan menjelaskan konsep atau cara berpikir orang Dayak Benuaq, sebagai sumber memperoleh data-data obyektif dan elaborasi berkaitan dengan judul ini. Maka dengan inj penulis melakukan pengumpulan data berdasarkan dua sumber yakni studi literatur yaitu dengan menggunakan buku-buku yang terkait atau relevan dengan topik.[19] yang kedua Penulis melakukan wawancara kepada pra tokoh adat, tokoh agama dalam hal ini adalah para gembala sidang, dan juga para budayawan Dayak Benuaq.[20]

Definisi Istilah
1.     Tinjauan: hasil meninjau; Pandangan; pendapat (sudah menyelidiki, mempelajari)[21]
2.     Kritis: tajam dalam penganalisan, atau bersifat selalu berusaha menemukan sesuatu dengan cermat.[22]
3.     Belalakng: binatang sejenis keong yang tinggal didarat.[23]
4.     Kuneq: Kata kerja yang artinya ‘kena’ terperankap, mengenai sebuah sasaran.[24]
5.     Buuq: Perangkap ikan yang dipasang dengan cara  jalur untuk ikan masuk di hadapkan ke hilir ataumengikuti arus sungai.[25]
6.     Etaq: Kata kerja, “berbohong” kata benda “Kebohongan”[26]
7.     Tenuq: Kata Sifat: Benar atau kebenaran.[27]
8.     Spiritualitas: Sumber motivasi dan emosi pencarian individu yang berkenaan dengan hubungan sesorang dengan Tuhan.[28]

Sistematika Penulisan
  Sistematika penulisan skripsi ini di susun sistematis sebagai berikut:
Bab pertama berisi pembahasan tentang “Pendahuluan” yang berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kepentingan Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab dua berisi kajian teori mengenai Cara Berpikir Belalakng Kuneq Buuq, Etaq Mengkaluq Tenuq dalam kehidupan orang Dayak Benuaq hulu, kerangka berpikir, dan rumusan hipotesis.
Bab tiga berisi uraian metodologi penelitian: tempat dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, dokumentasi dan wawancara.
Bab empat berisi deskripsi hasil riset, analisa dan pembahasan
Bab limaberisi penutup yang didalamnya mencangkup: kesimpulan, implikasi dan saran.







[1]Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakrata: PT Gramedia Pusaka Utama, 2008),hlm 234
[2]Mikhail Coomans, Manusia Daya (dahulu, sekarang dan masa depan), (Jakarta: PT Grmaedia. 1987) hlm 4-5
[3] Ibid
[4] Ibid
[5]Roedy Haryo Widjono, Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok. (Jakarta: Grasindo, 1998) hlm 2-3
[6]Laurentius Dyson, Tiwah Upaacara pada Masyarakat Dayak Ngaju. Di Kaimantan Tengah, (Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan, 1980) hlm 20
[7] Wawancara dengan Abed Nego: (Kepala Desa Intu Lingau) awal Juni 2018
[8] Wawancara Pdt. Burhan: Pendeta GKKA-I Cabang Intu Lingau dan Budayawan Dayak Benuaq) Sidoarjo 10, Oktober, 2018 pkl 17.00 wib melalui telepon
[9] Pengamatan di desa Intu Lingau, awal Juni hingga pertengahan Juli, melalui survey lapangan dengan mengamati setiap kebiasaan dan ritual-ritual yang di lakukan oleh orang Dayak Benuaq hulu. Pengamatan ini  penulis lakukan juga selama kurang lebih 19 tahun karena penulis hidup sebagai Orang Dayak Benuaq hulu. Penulis juga telah menyelesaikan Tutus adat atau belajar adat Suku Dayak Benuaq hulu.
[10] Wawancara Pdt. Burhan: Pendeta GKKA-I Cabang Intu Lingau dan Budayawan Dayak Benuaq) Sidoarjo 8, Oktober, 2018 pkl 20.00 wib melalui telepon
[11] Ibid wawancara
[12] ibid
[13] Ibid
[14] Pengamatan Penulis selama puluhan tahun menyaksikan acara ritual belian.
[15] Wawancara Pdt. Burhan: Pendeta GKKA-I Cabang Intu Lingau dan Budayawan Dayak Benuaq) Sidoarjo 8, Oktober, 2018 pkl 20.00 wib melalui telepon

[16] Teti Sutardi, Antropologi, (Bandung: PT Setia Purna Inves, 2007) hlm 27-28
[17] Pengamatan di Intu Lingau 12 Juni 2018 Penulis melakukan diskusi dengan beberapa tokoh masayarakat dalam suatu pertemuan.
[18]Husani Usman dan Purnomo S, Akbar. Metodologi Penelitian, (Jakarta:Bumi Angkasa, 1996) hlm 81
[19]J.R Raco, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Grasindo, 1998) hlm 103
[20]Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif,(Yogyakarta:LKIS, 2008) hlm 96
[21]Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-V , (Jakarta: Kemendikbud, 2016)
[22] Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-V , (Jakarta: Kemendikbud, 2016)
[23] Wawancara Pdt. Burhan: Pendeta GKKA-I Cabang Intu Lingau dan Budayawan Dayak Benuaq) Intu Lingau 21 Juni 2018
[24] ibid
[25] ibid
[26] ibid
[27] Ibid
[28]Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-V , (Jakarta: Kemendikbud, 2016)

0 komentar: