Oleh Tras S.
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam
bagian pertama ini penulis akan memaparkan mengenai topik yang sedang diangkat
dalam di dalam skripsi ini, dengan membuat latar belakang masalah,
identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, manfaat
teoritis, manfaat praktis
penelitian, definisi istilah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Latar Belakang Masalah
Pada
dasarnya masyarakat Asia memiliki cara berpikir yang relatif. Ini merupakan
ciri khas berpikir suku bangsa yang ada di Asia, dan setiap budaya yang ada di
Asia harus memiliki posisi yang seimbang dan juga harus dihormati.Inilah
yang dinamakan sebagai relativisme kultural (Cultural Relativism).[1]
Dayak
merupakan suatu kelompok bagian dari Asia, yang juga memiliki cara pandang yang
sama dengan masyarakat Asia pada umumnya. Sehingga, hal ini memungkinkan orang
Dayak juga memiliki cara berpikir yang realatif. Inilah
yang mengindikasikan bahwa Dayak erat kaitanya dengan Asia.
Dayak
adalah sebutan bagi orang penduduk asli di pulau Kalimantan. Di antaranya
(Kalimatantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Utara, negara Malaysia (serawak) dan Berunei Darusalam). Secara spesifik
Dayak adalah istilah yang digunakan untuk menyebut orang-orang yang tidak
beragama Islam.Maka dari itu suku Melayu Kutai, dan Banjar tidak suka di sebut
sebagai orang Dayak, karena mereka mayoritas orang-orangnya beragama Islam.
Jadi Dayak bukanlah istilah antropologi yang membedakan suku bangsa, tapi
merupakan istilah Sosio-religius.[2]
Sejumlah antropolog mencoba mencari arti dari kata
Dayak, ada yang mengatakan bahwa Dayak adalah manusia, tetapi belum jelas
apakah itu benar, karena ada lagi yang beranggapan bahwa Dayak artinya adalah
pedalaman. Mungkin keterangan yang lebih mendalam ialah, bahwa Dayak adalah
orang yang mendiami hulu sungai karena Dayak bisa diartikan sebagai “hulu”.[3]
Menurut Mikhail Coomans semua
penduduk asli di wilayah-wilayah ini disebut sebagai orang Dayak, Semua suku bangsa Dayak
ini berasal dari daratan Asia, kelompok ini mulanya disebut sebagai
Deutero-Melayu.[4]
Roedy Haryo Widjono menjelaskan dalam bukunya, Asia yang dimaksud
oleh Mikhail Coomans adalah orang-orang yang berasal dari provinsi Yunan, Cina
Selatan.[5]
Benuaq
adalah salah satu sub etnis dalam suku Dayak di Kalimantan Timur. Tidak ada
sejarah yang pasti tentang asal-muasal suku ini.Mengapa hal ini bisa dikatakan
tidak pasti,
karena orang Dayak Benuaq dari generasi ke genarasi tidak pernah menurunkan
suatu catatan tertulis.Namun hanya bisa diturunkan dalam bentuk lisan intotn
(artinya: dongeng). Sehingga, teori yang dapat dibangun semuanya
berdasarkan dari sebuah mitologi.
Benuaq
dari etimologinya berasal dari kata Benuo yang artinya adalah Pribumi.
Etnis ini termasuk di dalam kelompok Lawangan yang mendiami seputaran
gunung Luang di Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Kalimantan Timur.[6]Suku
Dayak Benuaq
sendiri masih tergolong dalam beberapa perbedaan bahasa
juga kebiasaan yang berbeda. Ada yang dinamakan Benuaq Hulu, Tengah, dan
Hilir.
Nyuatan
adalah salah satu kecamatan yang berada dikabupaten Kutai Barat, propinsi
Kalimantan Timur. Nyuatan diambil dari nama sungai yang mengaliri setiap desa
yang berada dikawasan kecamatan Nyuatan.
Etnis yang berada di kecamatan Nyuatan mayoritasnya adalah rumpun Dayak
Benuaq. Di kecamatan Nyuatan adadua jenis etnis Dayak Benuaq,
yaitu hulu dan hilir. perbedaan ini hanyalah dalam segi
bahasa saja, tetapi budaya atau tradisi masih terbilang sama.
Rumpun Dayak Benuaq
hulu mendiami di tiga desa di Kecamatan Nyuatan yaitu, Intu Lingau, Sembuan,
dan Jontai.[7]
Dayak hulu sebenarnya memiliki nama yang khusus yaitu dikenal dengan nama Dayak
Tewoyatn yang persebarannya berasal dari wilayah Kalimantan Tengah. Namun
karena orang-orang yang bukan suku Dayak Tewoyatn lebih mengenalnya dengan nama
Benuaq maka sampai hari ini suku Dayak Tewoyatn dipanggil dengan sebutan Dayak
Benuaq hulu, karena terletak di wilayah hulu sungai.[8]
Cara berpikir orang Dayak Benuaq sebenarnya menyimpan suatu kesangsian
yang sulit diterima oleh logika selain orang Dayak Benuaq. Karena bagi orang
Dayak Benuaq tidak ada sesuatu yang mutlak bahkan di dalam menkonsepsikan
tentang yang berkuasa (tuhan). Penulis
mengamati orang Dayak Benuaq
menganggap bahwa Tuhan bukanlah pribadi yang mutlak untuk mengatur manusia,
sebaliknya bahwa manusia memiliki otoritas untuk mengatur yang mereka anggap
sebagai yang berkuasa (tuhan).
Secara konsep, orang Dayak Benuaq
mengakui bahwa Tuhan adalah pribadi yang berkuasa, namun dalam praktek ritual yang
dilakukan menunjukan bahwa tuhan yang berkuasa tersebut bisa diatur oleh manusia.[9]
Belalakng kuneq buuq, eataq mengkaluq tenuq dikenal sebagai ungkapan filosofis di dalam kehidupan
masyarakat Dayak Benuaq.Belalakng kuneq buuq, etaq mengkaluq tenuq
bisa digolongkan sebagai majas paradok. Jika diartikan secara literal dalam
bahasa Indonesia “Siput darat kena perangkap ikan (bubu), sehingga bohong
memiliki nilai kebenaran”. Tidak mungkin bagi seekor siput darat bisa kena bubu
atau perangkap ikan yang memiliki arah perangkap mengikuti aliran sungai.Sehingga,
tidak memungkinkan bagi seekor siput darat bisa masuk ke perangkap tersebut.
Namun nyatanya siput tersebut sedang terperangkap di dalam bubu, bisa saja
siput tersebut terombang ambing ketika sedang banjir sehingga tanpa sengaja
mengarahkannya masuk ke dalam bubu. Maka kebohongan yang mengatakan siput darat
bisa masuk ke dalam bubu terpecahkan oleh fakta, jadi kebohongan menjadi
relatif karena masih mengandung nilai kebenaran.[10]
Dari kalimat filosofis
inilah yang bisa menggambarkan
salah satucara berpikir orang
Dayak Benuaq hulu, dan cara
berpikir ini begitu berdampak
bagi spiritualitas masyarakat Dayak Benuaq. Sebagai contoh; orang Dayak Benuaq tidak
mengakui absoluditas
“tuhan”, karena bagi orang Dayak Benuaq “tuhan” pun harus bisa diatur sehingga
sesuai dengan keinginan manusia. Misalnya di dalam ritual beliatn (ritual penyembuhan) orang
biasanya membuat sebuah kesepakatan dengan “tuhan” ketika ritual tersebut selesai, mereka menantang Tuhan
untuk menyembuhkan orang tersebut dalam waktu yang telah ditentukan
dalam kesepakatan.[11]
Di lapanagan juga dijumpai,
bahwa orang Dayak Benuaq masih
dibayang-bayangi oleh suatu fenomena yang dinamakan tupiq liau (artinya;
mimpi arwah) biasanya mereka sering didatangi oleh orang tuanya yang sudah
meninggal. Biasanya dalam mimpi tersebut orang yang sudah mati meminta makanan
atau barang-barang seperti pancing, perlatan dapur, bahkan bukan hanya itu,
oraang yang sudah mati ini bisa meminta ternak untuk dipelihara di alam dunia
orang mati. Masyarakat Dayak Benuaq juga memiliki ritual yang
dinamakan Makaatn Laakng yaitu memberi makan kepada hutan.
Walaupun jika dipikir secara logika tidak mungkin hutan bisa makan atau minum
namun ini tidak bermasalah bagi orang Dayak Benuaq. Yang dipersembahkan biasanya berupa hewan (ayam, babi,
kambing, sapi) tergantung permintaan yang mereka terima dari dalam mimpi.[12]
Dalam banyak kasus yang terjadi, kadang permintaan-permintaan itu cukup aneh, ayam atau hewan yang disebut di atas
harus sesuai dengan kriteria dan itu cukup sulit untuk ditemukan. Tetapi
permintaan tersebut harus dilakukan dan dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, maka roh
yang berbicara dalam mimpi tadi bisa mendatangkan tulah, hal inilah yang sangat
ditakuti oleh orang Dayak Benuaq.[13]
Di dalam praktek perdukunan, sebagaimana yang
dijumpai penulis selama ini konsep
berpikir ini sangat berperan besar dalam mempengaruhi orang Dayak Benuaq untuk
mempercayai apa yang dilakukan oleh para dukun[14]. Misalnya, ketika dukun melakukan ritual yang dinamakan Nyegoq (arti
literalnya; menyedot, menghisap) yaitu proses seorang dukun mengeluarkan
penyakit dengan cara menghisap bagian tubuh yang sakit. Dalam proses ini biasanya ada benda-benda yang keluar dari tubuh seseorang dalam bentuk kayu, tulang, duri ikan, dan banyak
hal yang aneh keluar. Namun, jika dipikirkan secara medis apakah
benda terebut benar-benar keluar dari tubuh manusia, tentu saja tidak.Karena bagi dunia medis tentu tidak mudah untuk
megeluarkan penyakit dari dalam tubuh manusia. Biasanya harus dilakukanproses yang dinamakan operasi.Tetapi benar dan tidaknya benda tersebut itu tidak
masalah bagi orang Dayak Benuaq yang terpenting adalah percaya bahwa sakitya
akan hilang. Itu sebabnya orang Dayak Benuaq lebih suka memilih dukun daripada
dokter.Selain itu mereka yang sudah beragama “Kristen” masih sering datang ke roh-roh nenek
moyang padahal merekapun tahu bahwa datang mencari pertolongan pada roh-roh
nenek moyang itu bertentangan dengan iman Kristennya. Akan tetapi, karena
konsep berpikir tadi yang beranggapan bahwa tidak ada satupun hal yang mutlak,
maka, hal demikian lazim saja untuk dilakukan.[15]
Berkaitan mengenai masalah spiritualitas, beberapa antropolog[16]
salah mengerti tentang nilai kepercayaan orang Dayak Benuaq pada umumnya, sehingga biasanya mereka berpikir bahwa orang Dayak
Benuaq menganut sistem kepercayaan animisme dan dinamisme. Padahal orang Dayak
Benuaq tidak menjadi salah satu bagian dalam sistem kepercayaan tersebut. Dalam
hal keagamaan, sebenarnya orang
Dayak Benuaq tidak mau dikurung dalam agama tertentu.Karena agama lebih
kepada masalah batiniah, tetapi karena keharusan masalah pencatatan sipil yang
megaharuskan masyarakat harus memiliki identitas agama,maka orang Dayak Benuaq memilih untuk masuk agama agar
memiliki legalitas kependudukan.
Berdasarkan Kenyataan di lapangan, merupakan
kesalahan jika mengatakan bahwa orang Dayak
Benuaq menyembah patung, namun jika diteliti dengan baik
orang Dayak Benuaq tidak pernah menyembah patung. Tetapi, patung dibuat sebagai
ganti diri orang Dayak Benuaq itu sendiri. Dan patung tersebut digunakan sebagai alat untuk mengelabuhi roh-roh
yang mereka anggap berkuasa untuk mendatangkan sakit penyakit atau tulah, supaya tidak mendatangkan sakit atau tulah itu langsung
kepada manusia, tetapi kepada patung yang orang Dayak Benuaq buat.[17]
Mengapa topik ini penting untuk dibahas, berdasarkan beberapa contoh fenomena dan juga ritual yang ada di
tengah-tengah masyarakat Dayak Benuaq, maka hal terebut tidak lepas dari cara berpikir belalakng
kuneq buuq etaq mengkaluq tenuq.
Selain itu, orang Dayak Benuaq mayoritasnya adalah beridentitas sebagai orang
Kristen namun dalam pengamatan penulis banyak mereka yang masih hidup dalam
kepercayaan lama.
Maka dari itu berkenaan
dengan topik di atas maka penulis akan meneliti secara dalam tentang seberapa
jauh pengaruh belalakng kuneq buuq, etaq mengkaluq tenuq terhadap spiritualitas
masyarakat Kristen rumpunDayak Benuaq hulu secara khusus bagi mereka yang telah menjadi Kristen di
kecamatan Nyuatan yang meliputi tiga desa (Intu Lingau, Sembuan, dan
Jontai). Dan berkenaan dengan penelitian
tersebut penulis akan mengangkat judul skripsi yaitu; “Tinjauan Kritis Terhadap Perwujudan Nilai Dari Belalakng
Kuneq Buuq, Etaq Mengkaluq Tenuq Serta
Pengaruhnya Bagi Spiritualitas Masyarakat Kristen Rumpun Dayak Benuaq Hulu Di Kecamatan Nyuatan”
Identifikasi Masalah
Mengacu pada topik
penelitian, dan merujuk kepada latar belakang masalah yang telah dipaparkan di
atas dengan fenomena budaya yang muncul di dalam konsep berpikir orang Dayak
Benuaq.Maka penulis mengidentifikasi bebrapa masalah sebagai
berikut:
1. Berkaitan
mengenai cara berpikir Suku Dayak Rumpun Benuaq hulu yaitu Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq, Sehingga apakah Definisi
dari Istilah Belalakng Kuneq Buuq Etaq
Mengkaluq Tenuq?
2. Dari kalimat filosofis Dayak Benuaq yaitu, Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq
yang bermakana bahwa tidak ada sesuatu yang mustahil, sebab di dalam kebohongan
masih bisa mengandung nilai kebenaran. Apakah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq bisa dikatakan sebagai cara berpikir yang relatif dalam kehidupan orang Dayak Benuaq?
3. Dalam hal kepercayaan, orang Dayak Benuaq tidak memilikikepastian yang mutlak, bahkan
orang Dayak Benuaq bisa memiliki lebih dari satu kepercayaan
(Kristen dan kepercayaan suku). Bagaimana orang Dayak Benuaq bisa hidup di
dalam multidimensi kepercayaan?
4. Walaupun sudah menjadi Kristen, namun hal menjadi Kristen
tersebut tidak menjamin bahwa orang Dayak Benuaq sudah meninggalkan kepercayaan
yang lama.Sehingga, bagaimana peran Gereja dalam menyikapi cara berpikir orang Dayak Benuaq tersebut?
5. Status sebagai orang beragama terkadang sulit
mempengaruhi orang Dayak Benuaq
untuk tidak
percaya kepada praktek perdukunan, karena cara berpikir belalakng
kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq tersebut telah mendarah daging pada orang Dayak Benuaq.Sejauh mana cara berpikir tersebut berpengaruh pada orang Dayak Benuaq
yang sudah menjadi Kristen?
6. Mengingat bahwa orang Dayak Benuaq
hulu sudah memiliki agama resmi yang
mayoritasnya adalah agama Kristen Protestan, sehingga memungkinkan adanya
pertetangan antara Kristen dengan kepercayaan suku Dayak Benuaq. Apakah cara berpikirbelalakng
kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq akan memicu terjadinya sinkritisme?
7. Dari berbagai fenomena yang sering terjadi bagi orang
Dayak Benuaq seperti mimpi arwah yang harus ditaati dan tidak boleh di langgar
atau dilalaikan. Apakah Belalakng Kuneq
Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq menindikasikan bahwa orang Dayak Benuaq hidup
dalam sebuah ketakutan?
8. Tidak ada yang mutlak bagi orang Dayak Benuaq, maka
segala sesuatu yang di anggap mutlak pasti mengandung nilai yang relatif.
Apakah Tuhan bagi orang Dayak Benuaq besifat relatif atau mutlak?
9. Meski sudah ada rumah sakit tetapi orang Benuaq tidak
pernah percaya penuh pada tindakan medis, mereka masih lebih percaya pada
penaganan para dukun, padahal jika diuji apa yang para dukun lakukan adalah
sebuah kebohongan belaka. Sehingga apakah hal ini dipengaruhi penuh oleh cara berpikirbelalakng
kuneq buuq, etaq mengkaluq tenuq?
Pembatasan Masalah
Merujuk pada
pernyataan judul dari tulisan ini yaitu: “Tinjauan Kritis Terhadap Perwujudan Nilai Dari Belalakng Kuneq Buuq, Etaq Mengkaluq
Tenuq Serta Pengaruhnya Bagi Spiritualitas Masyarakat Kristen Rumpun Dayak Benuaq Hulu Di Kecamatan Nyuatan”. Dan dari sejumlah masalah yang
telah diidentifikasi di atas, maka penulis akan membataasi dalam enam masalah,
yakni nomor satu, dua, tiga, empat, lima, enam, delapan, dan Sembilan ebagai berikut:
1. Berkaitan
mengenai cara berpikir Suku Dayak Rumpun Benuaq hulu yaitu Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq, Sehingga apakah Definisi
dari Istilah Belalakng Kuneq Buuq Etaq
Mengkaluq Tenuq?
2. Dari kalimat filosofis Dayak Benuaq yaitu, Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq
yang bermakana bahwa tidak ada sesuatu yang mustahil, sebab di dalam kebohongan
masih bisa mengandung nilai kebenaran. Apakah Belalakng Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq bisa dikatakan sebagai cara berpikir
yang relatif dalam kehidupan orang
Dayak Benuaq?
3. Dalam hal kepercayaan orang Dayak Benuaq tidak
memilikikepastian yang mutlak, bahkan orang Dayak Benuaq biasa memiliki lebih dari satu
kepercayaan (Kristen dan kepercayaan suku). Bagaimana orang
Dayak Benuaq bisa hidup di dalam multidimensi kepercayaan?
4. Walaupun sudah menjadi Kristen, namun hal menjadi Kristen
tersebut tidak menjamin bahwa orang Dayak Benuaq sudah meninggalkan kepercayaan
yang lama sehingga, bagaimana peran Gereja dalam menyikapi caraberpikir orang
Dayak Benuaq tersebut?
5. Status sebagai orang beragama terkadang sulit
mempengaruhi orang Dayak Benuaq
untuk
tidak percaya kepada praktek
perdukunan, karena cara berpikir belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq
tenuq tersebut telah mendarah
daging pada orang Dayak Benuaq, sejauh mana cara berpikir tersebut berpengaruh pada orang Dayak Benuaq
yang sudah menjadi Kristen?
6. Mengingat bahwa orang Dayak Benuaq hulu
sudah memiliki agama resmi yang mayoritasnya adalah agama
Kristen Protestan, sehingga memungkinkan adanya pertetangan antara Kristen
dengan kepercayaan suku Dayak Benuaq.
Apakah cara berpikir belalakng
kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq akan memicu terjadinya sinkritisme?
7. Tidak ada yang mutlak bagi orang Dayak Benuaq, maka
segala sesuatu yang di anggap mutlak pasti mengandung nilai yang relatif.
Apakah Tuhan bagi orang Dayak Benuaq bersifat relatif atau mutlak?
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasn masalah di atas, maka penulis
merumuskan masalah dalam pertayaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah
Definisi dari Istilah Belalakng Kuneq
Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq?
2. Apakah Belalakng
Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq bisa
dikatakan sebagai cara berpikir yang relatif dalam kehidupan orang Dayak Benuaq?
3. Bagaimana orang Dayak Benuaq bisa hidup di dalam
multidimensi kepercayaan?
4. Bagaimana peran Gereja dalam menyikapi cara berpikir orang
Dayak Benuaq tersebut?
5. Sejauh mana cara berpikir belalakng
kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuq tersebut berpengaruh pada orang Dayak Benuaq yang sudah menjadi Kristen?
6. Apakah cara berpikir belalakng
kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuqakan memicu terjadinya sinkritisme?
7. Apakah Tuhan bagi orang Dayak Benuaq relatif atau mutlak?
Tujuan Penulisan
1. Untuk
menjelaskan apakah definisi dari istilah Belalakng
Kuneq Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq
2. Untuk menjelaskan apakah belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq tenuqbisa dikatakan sebagai
cara berpikir yang relatif dalam
kehidupan orang Dayak Benuaq?
3. Untuk menjelaskan bagaimana orang Dayak Benuaq bisa hidup
di dalam multidimensi kepercayaan?
4. Untuk menjelaskan bagaimana peran Gereja dalam menyikapi caraberpikir
orang
Dayak Benuaq tersebut?
5. Untuk menjelaskan sejauh mana tersebut berpengaruh pada
orang Dayak Benuaq yang sudah menjadi Kristen?
6. Untuk menjelaskan apakah cara berpikir belalakng kuneq buuq, etaq mengakaluq
tenuq akan memicu terjadinya
sinkritisme?
7. Untuk menjelaaskan apakah Tuhan bagi orang Dayak Benuaq
relatif atau mutlak?
Kepentingan
Penelitian
Hasil penelitian dari “Tinjauan Kritis Terhadap Perwujudan Nilai Dari Belalakng
Kuneq Buuq, Etaq Mengkaluq Tenuq Serta
Pengaruhnya Bagi Spiritualitas Masyarakat Kristen Dayak Benuaq Hulu Di Kecamatan Nyuatan” diharapkan dapat memberi dampak
positif bagi bagi orang Dayak Benuaq yang ada di kecamatan Nyuatan, baik dalamkepentingan
secara Teoritis maupun kepentingan secara prkatis.
Kepentingan Teoritis
Secara teoritis penulisan skripsi ini akan membawa
kepentingan yang komperhensif yaitu diantaranya:
1. Penulisan skripsi ini akan berguna bagi studi antropologi suku Dayak Benuaq.
2. Penulisan skripsi ini akan memberikan sumbangsih bagi
literatur tentang suku Dayak Benuaq.
Kepentingan Praktis
1.
Tulisan
ini dapat menolong orang Dayak Benuaq untuk mengerti cara berpikir mereka.
2.
Melalui
tulisan ini juga menolong Gereja atau para penginjil untuk dapat memahami cara
berpikir orang Dayak Benuaq, sehingga dapat membuat sebuah metode untuk dapat
membimbing orang Dayak Benuaq menjadi murid Kristus.
3. Penulisan skripsi ini juga
dapat menolong lembaga pendidikan dalam memahami cara berpikir orang Dayak
Benuaq.
Metodologi
Metodologi penelitian skripsi
ini menggunakan metode kualitatif. Dalam
penelitian lapangan metode kualitatif cendrung terarah pada gejala-gejala atau
fenomena-fenomena yang faktual, benar-benar nyata terjadi di tengah-tengah
kelompok masyarakat tertentu.
Dengan metode kualitatif
penulis berusaha memahami dan menjelaskan sejelas-jelasnya tentang cara
berpikir yang ada dalam kehidupan orang Dayak Benuaq di kecamatan Nyuatan dan
pengaruhnya terhadap mental spiritualitas orang Dayak Benuaq yang ada di
kecamatan Nyuatan.[18]
Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini,
penulis menggunakan metode Tinjauan KritisTerhadap Belalakng Kuneq
Buuq Etaq Mengkaluq Tenuq Serta Pengaruhnya Bagi Spiritualitas Masyarakat Kristen Rumpun Dayak Benuaq Hulu Di Kecamatan Nyuatan.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data berupa
cara-cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulakn data dalam mengungkapkan
dan menjelaskan konsep atau cara berpikir orang Dayak Benuaq, sebagai sumber
memperoleh data-data obyektif dan elaborasi berkaitan dengan judul ini. Maka
dengan inj penulis melakukan pengumpulan data berdasarkan dua sumber yakni
studi literatur yaitu dengan menggunakan buku-buku yang terkait atau relevan
dengan topik.[19]
yang kedua Penulis melakukan wawancara kepada pra tokoh adat, tokoh agama dalam
hal ini adalah para gembala sidang, dan juga para budayawan Dayak Benuaq.[20]
Definisi Istilah
2.
Kritis: tajam
dalam penganalisan, atau bersifat selalu berusaha menemukan sesuatu dengan
cermat.[22]
5.
Buuq: Perangkap ikan yang dipasang dengan cara jalur untuk ikan masuk di hadapkan ke hilir
ataumengikuti arus sungai.[25]
8.
Spiritualitas: Sumber motivasi dan emosi pencarian individu yang berkenaan dengan
hubungan sesorang dengan Tuhan.[28]
Sistematika
Penulisan
Sistematika
penulisan skripsi ini di susun sistematis sebagai berikut:
Bab pertama berisi pembahasan
tentang “Pendahuluan” yang berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kepentingan
Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab dua berisi kajian teori mengenai Cara Berpikir Belalakng Kuneq Buuq, Etaq
Mengkaluq Tenuq dalam kehidupan orang Dayak
Benuaq hulu, kerangka
berpikir, dan rumusan hipotesis.
Bab tiga berisi uraian metodologi penelitian: tempat dan waktu
penelitian, teknik pengumpulan data, dokumentasi dan wawancara.
Bab empat berisi deskripsi hasil riset, analisa dan pembahasan
Bab limaberisi penutup yang didalamnya mencangkup: kesimpulan,
implikasi dan saran.
[2]Mikhail Coomans, Manusia Daya (dahulu, sekarang dan
masa depan), (Jakarta: PT Grmaedia. 1987) hlm 4-5
[3] Ibid
[4] Ibid
[6]Laurentius Dyson, Tiwah Upaacara pada Masyarakat Dayak
Ngaju. Di Kaimantan Tengah, (Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan, 1980) hlm 20
[7] Wawancara
dengan Abed Nego: (Kepala Desa Intu Lingau) awal Juni 2018
[8] Wawancara Pdt. Burhan: Pendeta
GKKA-I Cabang Intu Lingau dan Budayawan Dayak Benuaq) Sidoarjo 10, Oktober, 2018 pkl 17.00 wib
melalui telepon
[9] Pengamatan di
desa Intu Lingau, awal Juni hingga pertengahan Juli, melalui survey lapangan
dengan mengamati setiap kebiasaan dan ritual-ritual yang di lakukan oleh orang
Dayak Benuaq hulu. Pengamatan ini
penulis lakukan juga selama kurang lebih 19 tahun karena penulis hidup sebagai
Orang Dayak Benuaq hulu. Penulis juga telah menyelesaikan Tutus adat atau belajar adat Suku Dayak Benuaq hulu.
[10] Wawancara Pdt. Burhan: Pendeta
GKKA-I Cabang Intu Lingau dan Budayawan Dayak Benuaq) Sidoarjo 8, Oktober, 2018 pkl 20.00 wib
melalui telepon
[11] Ibid wawancara
[12] ibid
[13] Ibid
[14] Pengamatan
Penulis selama puluhan tahun menyaksikan acara ritual belian.
[15] Wawancara Pdt. Burhan: Pendeta
GKKA-I Cabang Intu Lingau dan Budayawan Dayak Benuaq) Sidoarjo 8, Oktober, 2018 pkl 20.00 wib
melalui telepon
[16] Teti Sutardi, Antropologi, (Bandung: PT Setia Purna
Inves, 2007) hlm 27-28
[17] Pengamatan di
Intu Lingau 12 Juni 2018 Penulis melakukan diskusi dengan beberapa tokoh
masayarakat dalam suatu pertemuan.
[23] Wawancara Pdt.
Burhan: Pendeta GKKA-I Cabang Intu Lingau dan Budayawan Dayak Benuaq) Intu
Lingau 21 Juni 2018
[24] ibid
[25] ibid
[26] ibid
[27] Ibid
0 komentar:
Posting Komentar