BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini
akan dipaparkan secara berurutan: latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kepentingan penulisan,
metodologi penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.
Latar Belakang Masalah
Alkitab adalah Firman Tuhan yang telah final itulah salah satu pokok iman mainstream kekristenan. Di dalam kekristenan sendiri ada beberapa golongan yang tidak mengakui hal tersebut, seperti golongan Liberal, dan Neo-Orthodox.[1] Golongan mainstream seperti Reformed dan Injili percaya bahwa Alkitab berotoritas, inerrant dan infalible.[2] Salah satu prinsip umum penafsiran Alkitab adalah, penafsiran yang seimbang dan berintegritas dari dan oleh Alkitab itu sendiri.[3] Oleh sebab itu di dalam bidang pembelajaran teologi Kristen, pengecekan silang perspektif dari ayat-ayat pararel sangatlah penting. Sehingga penafsiran yang bersifat meneguhkan integritas dari ayat-ayat Alkitab, dan memberi sumbangsih yang nyata terhadap interpretasi Firman di dalam dunia teologi Kristen, sangat diperlukan.
Tidak semua
orang Kristen, dapat membaca dan mengkonversikan teks-teks Alkitab ke dalam pemahaman
pribadi secara proporsional. Jacob V. Bruggen seorang Profesor Perjanjian Baru (P.B.)
melihat gejala disleksia (gangguan
membaca) dalam membaca Alkitab.[4]
Salah satu gejala tersebut adalah, adanya anggapan bahwa teks dalam Alkitab
terikat oleh zaman penulisnya, sehingga nilainya berkurang. Menurut Bruggen
seharusnya pembaca membiarkan teks-teks tersebut berbicara sendiri, lalu
pembaca bisa meneliti jangkauan teks tersebut terhadap jaman.[5]
Dengan cara seperti ini isu-isu di dunia Teologi Kristen yang berhubungan
dengan pemahaman terhadap teks, dapat terjawab dengan proporsional sesuai pokok
iman Kristen.
Salah satu isu
yang berkembang di dunia teologi Kristen dan masih simpang siur, adalah
personalitas Roh Kudus berkaitan dengan bentuk gramatikal teks Alkitab. Hampir
tidak ada buku dokmatika Pneumatologi, yang membahas kepribadian Roh Kudus dalam
kaitan dengan bentuk gramatikalnya. Ryrie seorang profesor teologi sistematis
di Universitas Cairn, yakin adanya persamaan personalitas antara Roh Kudus
dengan Bapa, Anak, dan manusia.[6]
Namun Ryrie merujuk hanya melalui P.B. yaitu Yohanes 16:13-14 untuk mendukung gender
Roh Kudus, sehingga perspektif dari gramatikal gender yang berbeda dari
Perjanjian Lama (P.L.) tidak ada.
Adanya perbedaan
gender Roh Kudus secara gramatikal di dalam Alkitab P.L. dan P.B. yang paling
memiliki korelasi, terdapat di dalam Yoel 2:28 dan Kisah Para Rasul 2:17.
Paulus mengutip perkataan Yoel (bahasa Ibrani) dalam peristiwa pencurahan Roh
Kudus, dimana kata Roh-Ku mempunyai gramatikal gender yang berbeda di dalam
bahasa Yunani. Sehingga dua ayat ini bisa menjadi semacam link yang
menghubungkan eksistensi pribadi Roh Kudus antara P.L. P.B.;
Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku
akan mencurahkan Roh-Ku ke atas
semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat;
orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat
penglihatan-penglihatan (Yoel 2:28 - TB)
Akan terjadi pada hari-hari terakhir - demikianlah
firman Allah - bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku
ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat,
dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu
yang tua akan mendapat mimpi (Kisah Para Rasul 2:17 - TB)
Kata Roh-Ku di dalam P.L. Biblia
Hebraica Stuttgartensia (B.H.S.) memakai רוּחִי-אֶת (‘et-ruhi) yaitu kata benda umum yang berjenis gender feminin,
sedangkan pada umumnya kata Roh-Ku di dalam P.B. memakai τοῦ Πνεύματός (tou
Pneumatos) yaitu kata benda tunggal, genetive,
bergender neuter. Walaupun neuter berarti bergender netral (tanpa gender),
namun pada umumnya di dalam bahasa Yunani, kata Pneuma merujuk kepada kata benda yang terkait dengan kata benda
bergender maskulin. Misal di Yohanes 14:16-17 (TB), “...seorang Penolong yang lain..,” dan “yaitu Roh Kebenaran..,” kata παράκλητον (seorang
Penolong) dan ἄλλον (yang lain), ditulis dalam bentuk akusatif, tunggal,
maskulin. Sedangkan kata τὸ πνεῦμα τῆς ἀληθείας (Roh
Kebenaran), dalam ayat selanjutnya merujuk kepada “ seorang Penolong yang lain”.
Kemudian, di dalam Yohanes 16:13 (KJV), ditulis “Howbait when He, the Spirit of truth...” kata τὸ πνεῦμα (Spirit/ Roh) yang bergender neuter, dirujuk kepada kata ἐκεῖνος (He/ Dia) yang bergender maskulin. Oleh
sebab itu kata τοῦ Πνεύματός di
dalam Kisah Para Rasul, bisa di kategorikan ke dalam bentuk gender neuter dan
dianggap juga bergender maskulin.
Menurut
penelitian Izabella Haertle dari SWPS University of Social Science and
Humanities, klasifikasi gramatikal gender timbul akibat dari persepsi.[7]
Perbedaan gender Roh Kudus di dalam Yoel dan Kisah Para Rasul, seharusnya
mempengaruhi penghayatan pembaca teks di dalam menghayati personalitas Roh
Kudus. Robertson seorang profesor interpretasi P.B. melihat adanya fluktuasi di
dalam gender sendiri, bahwa secara substansi gender sendiri diklasifikasikan
secara natural dan gramatikal yang keduanya tidak selalu harmonis.[8]
Maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk menjelaskan konflik dari dua klasifikasi
tersebut.
Oleh sebab itu,
berdasarkan paparan di atas penulis mengambil judul; “Tinjauan Eksegetis Tentang
Gender Istilah “Et-ruhi” Untuk Roh Kudus Dalam Yoel
2:28 Dalam Teks Biblia Hebraica Stuttgartensia Dan Implikasinya Terhadap
Pemahaman Doktrin Roh Kudus.” Tinjauan mendalam secara eksegetis berkaitan
dengan hal tersebut, akan menolong untuk memahami tentang Roh Kudus lebih
mendalam.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
topik penelitian ini, serta merujuk kepada latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan
di atas, maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan personalitas Roh Kudus?
2.
Apa latar belakang penulisan kitab Yoel?
3.
Apa latar belakang penulisan kitab Kisah Para Rasul?
4.
Bagaimana pandangan umum mengenai Roh Kudus pada era Yoel?
5.
Bagaimana pandangan umum mengenai Roh Kudus pada era
Kisah Para Rasul?
6.
Persepsi apa yang melatar belakangi, pengklasifikasian
gramatikal gender Roh Kudus pada era Yoel?
7.
Persepsi apa yang melatar belakangi, pengklasifikasian
gramatikal gender Roh Kudus pada era Kisah Para Rasul?
8.
Apakah Roh Kudus dapat diklasifikasikan secara gender?
9.
Apakah Roh Kudus mempunyai gender?
10.
Sejauh mana keharmonisan antara personalitas Roh Kudus
dengan klasifikasi gramatikal gender Roh Kudus di dalam Yoel?
11.
Sejauh mana keharmonisan antara personalitas Roh Kudus
dengan klasifikasi gramatikal gender Roh Kudus di dalam Kisah Para Rasul?
12.
Bagaimana konsep filosofi tentang gender pada era Yoel?
13.
Bagaimana konsep filosofi tentang gender pada era Kisah
Para Rasul?
14.
Apa implikasi adanya perbedaan gender Roh Kudus di dalam
Yoel dan Kisah Para Rasul, terhadap pemahaman doktrin Roh Kudus?
Pembatasan Masalah
Merujuk pada
identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas
dalam karya tulis ini yaitu no. 6, 7, 12, 13, 14 Sebagai berikut:
1.
Persepsi apa yang melatar belakangi, pengklasifikasian
gramatikal gender Roh Kudus pada era Yoel?
2.
Bagaimana konsep filosofi tentang gender pada era Yoel?
3.
Apa implikasi adanya perbedaan gender Roh Kudus di dalam
Yoel dan Kisah Para Rasul, terhadap pemahaman doktrin Roh Kudus?
Rumusan Masalah
Berdasarkan
identifikasi dan batasan masalah di atas, maka penulis akan menetapkan rumusan
masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.
Persepsi apa yang melatar belakangi, pengklasifikasian
gramatikal gender Roh Kudus pada era Yoel?
2.
Bagaimana konsep filosofi tentang gender pada era Yoel?
3.
Apa implikasi adanya perbedaan gender Roh Kudus di dalam
Yoel dan Kisah Para Rasul, terhadap pemahaman doktrin Roh Kudus?
Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian dari Skripsi ini adalah:
1.
Untuk menjelaskan persepsi apa yang melatar belakangi,
pengklasifikasian gramatikal gender Roh Kudus pada era Yoel
2.
Untuk menjelaskan bagaimana konsep filosofi tentang
gender pada era Yoel
3.
Untuk menjelaskan implikasi adanya perbedaan gender Roh
Kudus di dalam Yoel dan Kisah Para Rasul, pemahaman doktrin Roh Kudus
Kepentingan Penulisan
Kepentingan
penulisan skripsi ini akan digolongkan menjadi dua kepentingan, yaitu
kepentingan teoritis dan kepentingan praktis.
Kepentingan Teoritis
1.
Memberi sumbangsih penelitian dalam pokok personalitas
Roh Kudus dalam dunia teologi sistematika doktrin Pneumatologi.
Kepentingan Praktis
1.
Bagi penulis, menambah kemampuan di dalam penelitian
teologi yang bersifat eksegese.
2.
Bagi pembaca, menambah wacana tentang personalitas Roh
Kudus dalam teologi sistematika doktrin Pneumatologi.
3.
Bagi Gereja, menambah wawasan berkaitan dengan Roh Kudus
di dalam program katekisasi Gereja.
Metodologi Penelitian
Dalam metodologi
penelitian ini, akan dijelaskan dua jenis metode, yaitu metode penulisan dan metode pengumpulan data.
Metode
Penulisan
Penulis akan
melakukan tinjauan Eksegese dengan melakukan metode penafsiran dari Hasan
Sutanto,[9]
terhadap teks Yoel 2:28 dan Kisah Para Rasul 2:17. Metode tersebut dilakukan
dengan menyelidiki teks, isi Alkitab, sejarah dan latar belakang, sastra,
konteks, arti kata dan tata bahasa. Hasil penelitian akan diintegrasikan
menjadi suatu tafsiran yang utuh, indah, tepat dan jelas dimengerti,[10]
dalam rangka menjawab permasalahan-permasalahan yang diajukan di dalam skripsi
ini.
Metode
Pengumpulan Data
Penulis akan
menggunakan kajian literatur untuk membantu penulisan skripsi ini. Proses
pengumpulan data harus searah dengan kebutuhan data yang diperlukan untuk
melakukan penafsiran Alkitab mengunakan prinsip dan metode penafsiran Alkitab secara
umum dan khusus.[11]
Definisi Istilah
Penulis akan
menjelaskan beberapa istilah yang sering digunakan di dalam penulisan skripsi
ini;
1.
Eksegese atau eksigisthe
(Yunani) yang artinya adalah mengeluarkan, adalah suatu usaha untuk menafsirkan
sesuatu.[12]
Eksegese bertujuan membawa keluar maksud dan tujuan sebenarnya dari sebuah teks
yang ada di Alkitab, sehingga peneliti mengerti maksud dan tujuan sebenarnya
dari teks tersebut.
2.
Personalitas Roh Kudus adalah hakikat yang mengandung sifat,
ciri, dan hubungan dengan pribadi lain yang menunjukan kepribadian Roh Kudus.[13]
Dalam skripsi ini yang lebih ditekankan adalah hakikat sifat Roh Kudus
berdasarkan sebutan-sebutan yang diberikan kepada-Nya.
3.
Gramatikal gender adalah istilah di dalam bahasa, yaitu
bentuk spesifik dari kelas kata benda, dimana divisi kelas kata benda membentuk
sistem perjanjian dengan kelas kata lainnya seperti kata sifat, artikel, kata
ganti atau kata kerja.[14]
Dalam skripsi ini gramatikal gender yang
dibahas adalah, divisi dari kata benda dalam sistem bahasa Ibrani; maskulin dan
feminin dan sistem bahasa Yunani; maskulin, feminin dan neuter.
Sistematika Penulisan
Penulis akan
menguraikan skripsi ini secara sistematis dalam empat bab; Bab I, penulis akan
membuat memaparkan secara berurutan: latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kepentingan penulisan,
metodologi penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.
Bab II penulis akan membahas perihal pendekatan dan
subyek penelitian, pembahasan, dan hasil penelitian.
Bab III, penulis
akan menguraikan proses eksegese secara jelas dan sistematis sesuai dengan prinsip
dan langkah-langkah penafsiran Alkitab. Penulis akan menguraikan studi latar
belakang, studi historis, studi kata, analisa konteks, studi sintaksis yang
berkaitan dengan kitab Yoel.
Bab IV, penulis
akan menguraikan temuan-temuan teologis dari hasil kajian teori dan tinjauan
eksegese gramatikal gender kata Roh-Ku dalam Yoel 2:28.
Bab V, penulis
akan menyimpulkan semua hasil penelitian ini dan juga akan menutup skripsi ini
dengan implikasi dan saran.
[1] M. Yanto Matalu, Dokmatika Kristen dari Perspektif Reformed, (Malang: GKKR,
2017), 121-127.
[2] Inerrant artinya tidak mengandung kesalahan,
infalible artinya tidak mampu melakukan kesalahan
[3] Ibid, 162-164.
[4] Jacob Van Brugen, Membaca Alkitab Sebuah Pengantar, (Surabaya: Momentum, 2009),
30-41.
[5] Ibid, 31
[6] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar-Buku 2, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1992), 111.
[7] Izabella Haertle, Does Grammatical Gender Influence
Perception?-A Study of Polish and French Speakers, (Psychology of Language
and Communication 2017, Vol. 21, No. 1, 386-407, Doi: 10.1515/plc-2017-0019),
401.
[8] A.T. Robertson, A Grammar of the Greek New Testement in the
Light of Historical Research (Nashville: Broadman, 1934), 410.
[9] Pdt. Hasan Susanto M.th.,
Hermeneutik: Prinsip dan
Metode Penafsiran Alkitab,
(Malang: SAAT, 1989), 108
[10] Ibid, 237-243
[11] Ibid 133, 245
[12] https://id.wikipedia.org/wiki/Eksegesis, (diakses pada 11 September 2019, pukul 14:00)
[13] Louis Berkhof, Teologi Sistematika-Doktrin Allah,
(Surabaya: Momentum, 2008), 168-170
[14] https://en.wikipedia.org/wiki/Grammatical_gender, (diakses pada 11 September 2019, pukul 14:30)
0 komentar:
Posting Komentar