Januari 02, 2022
0

 


 

 

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dipaparkan secara berurutan: latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kepentingan penulisan, metodologi penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.

 

Latar Belakang Masalah

Alkitab adalah Firman Tuhan yang telah final itulah salah satu pokok iman mainstream kekristenan. Di dalam kekristenan sendiri ada beberapa golongan yang tidak mengakui hal tersebut, seperti golongan Liberal, dan Neo-Orthodox.[1] Golongan mainstream seperti Reformed dan Injili percaya bahwa Alkitab berotoritas, inerrant dan infalible.[2] Salah satu prinsip umum penafsiran Alkitab adalah, penafsiran yang seimbang dan berintegritas dari dan oleh Alkitab itu sendiri.[3] Oleh sebab itu di dalam bidang pembelajaran teologi Kristen, pengecekan silang perspektif dari ayat-ayat pararel sangatlah penting. Sehingga penafsiran yang bersifat meneguhkan integritas dari ayat-ayat Alkitab, dan memberi sumbangsih yang nyata terhadap interpretasi Firman di dalam dunia teologi Kristen, sangat diperlukan.

Tidak semua orang Kristen, dapat membaca dan mengkonversikan teks-teks Alkitab ke dalam pemahaman pribadi secara proporsional. Jacob V. Bruggen seorang Profesor Perjanjian Baru (P.B.) melihat gejala disleksia (gangguan membaca) dalam membaca Alkitab.[4] Salah satu gejala tersebut adalah, adanya anggapan bahwa teks dalam Alkitab terikat oleh zaman penulisnya, sehingga nilainya berkurang. Menurut Bruggen seharusnya pembaca membiarkan teks-teks tersebut berbicara sendiri, lalu pembaca bisa meneliti jangkauan teks tersebut terhadap jaman.[5] Dengan cara seperti ini isu-isu di dunia Teologi Kristen yang berhubungan dengan pemahaman terhadap teks, dapat terjawab dengan proporsional sesuai pokok iman Kristen.

Salah satu isu yang berkembang di dunia teologi Kristen dan masih simpang siur, adalah personalitas Roh Kudus berkaitan dengan bentuk gramatikal teks Alkitab. Hampir tidak ada buku dokmatika Pneumatologi, yang membahas kepribadian Roh Kudus dalam kaitan dengan bentuk gramatikalnya. Ryrie seorang profesor teologi sistematis di Universitas Cairn, yakin adanya persamaan personalitas antara Roh Kudus dengan Bapa, Anak, dan manusia.[6] Namun Ryrie merujuk hanya melalui P.B.  yaitu Yohanes 16:13-14 untuk mendukung gender Roh Kudus, sehingga perspektif dari gramatikal gender yang berbeda dari Perjanjian Lama (P.L.) tidak ada.

Adanya perbedaan gender Roh Kudus secara gramatikal di dalam Alkitab P.L. dan P.B. yang paling memiliki korelasi, terdapat di dalam Yoel 2:28 dan Kisah Para Rasul 2:17. Paulus mengutip perkataan Yoel (bahasa Ibrani) dalam peristiwa pencurahan Roh Kudus, dimana kata Roh-Ku mempunyai gramatikal gender yang berbeda di dalam bahasa Yunani. Sehingga dua ayat ini bisa menjadi semacam link yang menghubungkan eksistensi pribadi Roh Kudus antara P.L. P.B.;

Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan (Yoel 2:28 - TB)

 

Akan terjadi pada hari-hari terakhir - demikianlah firman Allah - bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi (Kisah Para Rasul 2:17 - TB)

 

Kata Roh-Ku di dalam P.L. Biblia Hebraica Stuttgartensia (B.H.S.) memakai רוּחִי-אֶת (‘et-ruhi) yaitu kata benda umum yang berjenis gender feminin, sedangkan pada umumnya kata Roh-Ku di dalam P.B. memakai το Πνεύματός (tou Pneumatos) yaitu kata benda tunggal,  genetive, bergender neuter. Walaupun neuter berarti bergender netral (tanpa gender), namun pada umumnya di dalam bahasa Yunani, kata Pneuma merujuk kepada kata benda yang terkait dengan kata benda bergender maskulin. Misal di Yohanes 14:16-17 (TB), “...seorang Penolong yang lain..,” dan “yaitu Roh Kebenaran..,” kata παρκλητον (seorang Penolong) dan λλον (yang lain),  ditulis dalam bentuk akusatif, tunggal, maskulin. Sedangkan kata τ πνεμα τς ληθεας (Roh Kebenaran), dalam ayat selanjutnya merujuk kepada “ seorang Penolong yang lain”. Kemudian, di dalam Yohanes 16:13 (KJV), ditulis “Howbait when He, the Spirit of truth...” kata τ πνεμα (Spirit/ Roh) yang bergender neuter, dirujuk kepada kata κενος (He/ Dia) yang bergender maskulin. Oleh sebab itu kata το Πνεύματός di dalam Kisah Para Rasul, bisa di kategorikan ke dalam bentuk gender neuter dan dianggap juga bergender maskulin.

Menurut penelitian Izabella Haertle dari SWPS University of Social Science and Humanities, klasifikasi gramatikal gender timbul akibat dari persepsi.[7] Perbedaan gender Roh Kudus di dalam Yoel dan Kisah Para Rasul, seharusnya mempengaruhi penghayatan pembaca teks di dalam menghayati personalitas Roh Kudus. Robertson seorang profesor interpretasi P.B. melihat adanya fluktuasi di dalam gender sendiri, bahwa secara substansi gender sendiri diklasifikasikan secara natural dan gramatikal yang keduanya tidak selalu harmonis.[8] Maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk menjelaskan konflik dari dua klasifikasi tersebut.

Oleh sebab itu, berdasarkan paparan di atas penulis mengambil judul; “Tinjauan Eksegetis Tentang Gender IstilahEt-ruhi” Untuk Roh Kudus Dalam Yoel 2:28 Dalam Teks Biblia Hebraica Stuttgartensia Dan Implikasinya Terhadap Pemahaman Doktrin Roh Kudus.” Tinjauan mendalam secara eksegetis berkaitan dengan hal tersebut, akan menolong untuk memahami tentang Roh Kudus lebih mendalam.

 

Identifikasi Masalah

Berdasarkan topik penelitian ini, serta merujuk kepada latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan di atas, maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1.      Apa yang dimaksud dengan personalitas Roh Kudus?

2.      Apa latar belakang penulisan kitab Yoel?

3.      Apa latar belakang penulisan kitab Kisah Para Rasul?

4.      Bagaimana pandangan umum mengenai Roh Kudus pada era Yoel?

5.      Bagaimana pandangan umum mengenai Roh Kudus pada era Kisah Para Rasul?

6.      Persepsi apa yang melatar belakangi, pengklasifikasian gramatikal gender Roh Kudus pada era Yoel?

7.      Persepsi apa yang melatar belakangi, pengklasifikasian gramatikal gender Roh Kudus pada era Kisah Para Rasul?

8.      Apakah Roh Kudus dapat diklasifikasikan secara gender?

9.      Apakah Roh Kudus mempunyai gender?

10.  Sejauh mana keharmonisan antara personalitas Roh Kudus dengan klasifikasi gramatikal gender Roh Kudus di dalam Yoel?

11.  Sejauh mana keharmonisan antara personalitas Roh Kudus dengan klasifikasi gramatikal gender Roh Kudus di dalam Kisah Para Rasul?

12.  Bagaimana konsep filosofi tentang gender pada era Yoel?

13.  Bagaimana konsep filosofi tentang gender pada era Kisah Para Rasul? 

14.  Apa implikasi adanya perbedaan gender Roh Kudus di dalam Yoel dan Kisah Para Rasul, terhadap pemahaman doktrin  Roh Kudus?

 

Pembatasan Masalah

Merujuk pada identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini yaitu no. 6, 7, 12, 13, 14 Sebagai berikut:

1.      Persepsi apa yang melatar belakangi, pengklasifikasian gramatikal gender Roh Kudus pada era Yoel?

2.      Bagaimana konsep filosofi tentang gender pada era Yoel?

3.      Apa implikasi adanya perbedaan gender Roh Kudus di dalam Yoel dan Kisah Para Rasul, terhadap pemahaman doktrin Roh Kudus?

 

Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka penulis akan menetapkan rumusan masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1.      Persepsi apa yang melatar belakangi, pengklasifikasian gramatikal gender Roh Kudus pada era Yoel?

2.      Bagaimana konsep filosofi tentang gender pada era Yoel?

3.      Apa implikasi adanya perbedaan gender Roh Kudus di dalam Yoel dan Kisah Para Rasul, terhadap pemahaman doktrin Roh Kudus?

 

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari Skripsi ini adalah:

1.      Untuk menjelaskan persepsi apa yang melatar belakangi, pengklasifikasian gramatikal gender Roh Kudus pada era Yoel

2.      Untuk menjelaskan bagaimana konsep filosofi tentang gender pada era Yoel

3.      Untuk menjelaskan implikasi adanya perbedaan gender Roh Kudus di dalam Yoel dan Kisah Para Rasul, pemahaman doktrin Roh Kudus

 

Kepentingan Penulisan

Kepentingan penulisan skripsi ini akan digolongkan menjadi dua kepentingan, yaitu kepentingan teoritis dan kepentingan praktis.

 

Kepentingan Teoritis

1.      Memberi sumbangsih penelitian dalam pokok personalitas Roh Kudus dalam dunia teologi sistematika doktrin Pneumatologi.

 

Kepentingan Praktis

1.      Bagi penulis, menambah kemampuan di dalam penelitian teologi yang bersifat eksegese.

2.      Bagi pembaca, menambah wacana tentang personalitas Roh Kudus dalam teologi sistematika doktrin Pneumatologi.

3.      Bagi Gereja, menambah wawasan berkaitan dengan Roh Kudus di dalam program katekisasi Gereja.


Metodologi Penelitian

Dalam metodologi penelitian ini, akan dijelaskan dua jenis metode, yaitu  metode penulisan dan metode pengumpulan data.

 

Metode Penulisan

Penulis akan melakukan tinjauan Eksegese dengan melakukan metode penafsiran dari Hasan Sutanto,[9] terhadap teks Yoel 2:28 dan Kisah Para Rasul 2:17. Metode tersebut dilakukan dengan menyelidiki teks, isi Alkitab, sejarah dan latar belakang, sastra, konteks, arti kata dan tata bahasa. Hasil penelitian akan diintegrasikan menjadi suatu tafsiran yang utuh, indah, tepat dan jelas dimengerti,[10] dalam rangka menjawab permasalahan-permasalahan yang diajukan di dalam skripsi ini.

 

Metode Pengumpulan Data

Penulis akan menggunakan kajian literatur untuk membantu penulisan skripsi ini. Proses pengumpulan data harus searah dengan kebutuhan data yang diperlukan untuk melakukan penafsiran Alkitab mengunakan prinsip dan metode penafsiran Alkitab secara umum dan khusus.[11]

 

Definisi Istilah

Penulis akan menjelaskan beberapa istilah yang sering digunakan di dalam penulisan skripsi ini;

1.      Eksegese atau eksigisthe (Yunani) yang artinya adalah mengeluarkan, adalah suatu usaha untuk menafsirkan sesuatu.[12] Eksegese bertujuan membawa keluar maksud dan tujuan sebenarnya dari sebuah teks yang ada di Alkitab, sehingga peneliti mengerti maksud dan tujuan sebenarnya dari teks tersebut.  

2.      Personalitas Roh Kudus adalah hakikat yang mengandung sifat, ciri, dan hubungan dengan pribadi lain yang menunjukan kepribadian Roh Kudus.[13] Dalam skripsi ini yang lebih ditekankan adalah hakikat sifat Roh Kudus berdasarkan sebutan-sebutan yang diberikan kepada-Nya.

3.      Gramatikal gender adalah istilah di dalam bahasa, yaitu bentuk spesifik dari kelas kata benda, dimana divisi kelas kata benda membentuk sistem perjanjian dengan kelas kata lainnya seperti kata sifat, artikel, kata ganti atau kata kerja.[14]  Dalam skripsi ini gramatikal gender yang dibahas adalah, divisi dari kata benda dalam sistem bahasa Ibrani; maskulin dan feminin dan sistem bahasa Yunani; maskulin, feminin dan neuter.

 

Sistematika Penulisan

Penulis akan menguraikan skripsi ini secara sistematis dalam empat bab; Bab I, penulis akan membuat memaparkan secara berurutan: latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kepentingan penulisan, metodologi penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.

Bab II  penulis akan membahas perihal pendekatan dan subyek penelitian, pembahasan, dan hasil penelitian.

Bab III, penulis akan menguraikan proses eksegese secara jelas dan sistematis sesuai dengan prinsip dan langkah-langkah penafsiran Alkitab. Penulis akan menguraikan studi latar belakang, studi historis, studi kata, analisa konteks, studi sintaksis yang berkaitan dengan kitab Yoel.

Bab IV, penulis akan menguraikan temuan-temuan teologis dari hasil kajian teori dan tinjauan eksegese gramatikal gender kata Roh-Ku dalam Yoel 2:28.

Bab V, penulis akan menyimpulkan semua hasil penelitian ini dan juga akan menutup skripsi ini dengan implikasi dan saran.

 

 

 

 

 

 



[1] M. Yanto Matalu, Dokmatika Kristen  dari Perspektif Reformed, (Malang: GKKR, 2017), 121-127.

[2] Inerrant artinya tidak mengandung kesalahan, infalible artinya tidak mampu melakukan kesalahan

[3] Ibid, 162-164.

[4] Jacob Van Brugen, Membaca Alkitab Sebuah Pengantar, (Surabaya: Momentum, 2009), 30-41.

[5] Ibid, 31

[6] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar-Buku 2, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1992), 111.

[7] Izabella Haertle, Does Grammatical Gender Influence Perception?-A Study of Polish and French Speakers, (Psychology of Language and Communication 2017, Vol. 21, No. 1, 386-407, Doi: 10.1515/plc-2017-0019), 401.

[8] A.T. Robertson, A Grammar of the Greek New Testement in the Light of Historical Research (Nashville: Broadman, 1934), 410.

[9] Pdt. Hasan Susanto M.th., Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: SAAT, 1989), 108

[10] Ibid, 237-243

[11] Ibid 133, 245

[12] https://id.wikipedia.org/wiki/Eksegesis, (diakses pada 11 September 2019, pukul 14:00)

[13] Louis Berkhof, Teologi Sistematika-Doktrin Allah, (Surabaya: Momentum, 2008), 168-170

[14] https://en.wikipedia.org/wiki/Grammatical_gender, (diakses pada 11 September 2019, pukul 14:30)

0 komentar: